Church and Human Rights Persecution in Indonesia
  

FICA-Net

   Search this site:   [What's New]

Serie 2 : Hasil Investigasi Kerusuhan di Luar Kota Ambon (in Indonesian)
<< Back .. (Up) Next >>

Seri 2

HASIL INVESTIGASI

KERUSUHAN AMBON PADA BEBERAPA

LOKASI DI LUAR KOTA AMBON

(HUNUTH/DURIAN PATAH, WAIHERU, NANIA, NEGERI LAMA DAN KELOMPOK WARGA ULLATH DI HUTAN DESA HILA)

 

DITERBITKAN OLEH :

YAYASAN SALA WAKU MALUKU

YAYASAN SALA WAKU MALUKU

A M B O N

1 9 9 9

 

TRAGEDI PENYERANGAN DAN PEMBANTAIAN WARGA MASYARAKAT PADA BEBERAPA DESA / DUSUN

DI PULAU AMBON

 

A. KRONOLOGIS KERUSUHAN

Penyerangan dan pembantaian warga masyarakat yang dilakukan oleh warga masyarakat HITU, MAMALA, MORELA dan WAKAL, yang dimulai dari dusun Telaga Kodok dan Benteng Karang pada tanggal 19 Januari 1999, ternyata tidak berhenti di kedua Dusun tersebut. Setelah menyerang dan membantai warga masyarakat dikedua dusun tersebut, sebagian penyerang tetap tinggal di Dusun Telaga Kodok dan Dusun Benteng Karang, yang menurut saksi mata untuk mencari dan membunuh warga masyarakat yang masih bersembunyi serta menjarah barang-barang mereka (lihat laporan seri 1).

Rombongan lainnya berjalan menuju kearah Desa Hunuth, Waiheru, Nania dan Negeri Lama (Kecamatan Teluk Ambon Baguala). Desa-desa yang disebut terakhir ini juga merupakan sasaran penyerangan dan pembantaian oleh warga Desa Hitu, Mamala, Morela dan Wakal. Untuk tiba pada keempat desa ini, penyerang melewati 2 (dua) dusun yang penduduknya beragama Islam yaitu Dusun Sapuri dan Dusun Hulung. Diperkirakan warga masyarakat dari kedua dusun ini ikut bergabung dengan penyerang dari Desa Hitu, Mamala, Morela dan Wakal untuk menyerang, membakar rumah-rumah penduduk, rumah ibadah, sarana dan prasarana umum lainnya, dan juga melakukan melakukan penganiayaan terhadap warga masyarakat keempat desa tersebut.-

Dari hasil pemantauan dilapangan dan investigasi para warga masyarakat, Yayasan Sala Waku dapat menghimpun sejumlah data dan fakta yang dapat disajikan sebagai berikut :

1. Desa Hunuth / Durian Patah.

Pada tanggal 20 Januari 1999, kira kira pukul 10.00 WIT., sementara mereka masyarakat Desa Hunuth / Durian Patah diliputi oleh suasana bertanya-tanya tentang kejadian pembakaran kota Ambon yang terjadi mulai tanggal 19 Januari 1999, mereka di kejutkan oleh munculnya asap tebal yang datang dari arah Dusun Telaga Kodok dan Benteng Karang (arah bagian utara Desa Hunuth / Durian Patah). Bersamaan dengan itu datang beberapa orang dari Dusun Benteng Karang yang memberitahukan dan sekaligus meminta perlindungan karena dusun mereka (Dusun Benteng Karang) telah diserang oleh warga Desa Hitu, Mamala, Morela dan Wakal.

Dengan adanya informasi itu, beberapa warga masyarakat Hunuth / Durian Patah mengambil inisiatif memerintahkan para wanita, orang tua dan anak-anak untuk naik ke salah satu ponton (kapal) yang sedang sandar di pantai dan menjauh ke tengah laut.

Menurut saksi mata, saat itu ada berapa petugas keamanan yang teridentifikasi berasal dari Yon 733, yang bermarkas di desa Waiheru (kira-kira 400 meter dari Desa Hunuth / Durian Patah) sempat melewati Desa Hunuth / Durian Patah, menuju ke arah Dusun Benteng Karang. Namun beberapa menit kemudian mereka kembali. Saat mereka kembali, masyarakat sempat menanyakan tentang apa sebetulnya yang telah terjadi, khususnya di Dusun Benteng Karang, tetapi dijawab oleh petugas keamanan tersebut bahwa tidak ada apa-apa.

Sekitar jam 11.00 WIT., kumpulan asap dari arah Dusun Benteng Karang terlihat semakin tebal, dan dengan adanya informasi yang telah disampaikan sebelumnya oleh warga masyarakat Dusun Benteng Karang yang datang ke Desa Hunuth / During Patah serta terdengarnya suara-suara yang semakin mendekat ke arah Desa Hunuth / Durian Patah, maka sekitar 80 orang laki-laki dewasa dikerahkan untuk menghadang penyerang di batas desa.

Menurut saksi mata kira-kira pukul 11.30 WIT., sementara penyerang menuju Desa Hunuth / Durian Patah, muncul rombongan Petugas KOSTRAD dengan menggunakan truck melewati Desa Hunuth / Durian Patah dari arah Laha (bandara Pattimura) ke arah Kota Ambon. Mereka adalah porsenil keamanan dari kesatuan KOSTRAD Ujung-Pandang yang diminta bantuan untuk mengamankan Kota Ambon. Ketika rombongan ini melewati Desa Hunuth / Durian Patah, Pendeta dari desa Hunuth / Durian Patah sempat mencegat rombongan tersebut dengan permintaan agar mereka memberikan bantuan pengamanan. Namun oleh rombongan KOSTRAD tersebut dijawab bahwa belum ada perintah dan harus menuju ke Ambon.

Kira-kira pukul 12.30 WIT., warga laki-laki Desa Hunuth / Durian Patah yang menghadang masa diperbatasan desa, kemudian mundur menuju kearah desa untuk menyelamatkan diri karena mereka tidak mampu menghadapi penyerang yang berjumlah ribuan orang.

Menurut saksi mata, penyerang datang dengan membawa benda tajam (parang, panah-panah, tombak dan bom), memasuki Desa Hunuth / Durian Patah dengan mempergunakan strategi penyerangan dalam 3 kelompok seperti yang dilakukan di Dusun Telaga Kodok dan Benteng Karang (lihat laporan seri 1), kemudian mereka mulai melukai, membunuh dan membakar rumah-rumah dari warga Hunuth / Durian Patah, dan juga sarana umum lainnya. Saat itu warga masyarakat menjadi panik dan lari menyelamatkan diri menuju Asrama Yon 733 Waiheru untuk berlindung.

Menurut saksi mata (pendeta jemaat GPM Hunuth / Durian Patah), sementara masyarakat Hunuth / Durian Patah berlari menuju Asrama Yon 733 Waiheru, Pendeta Jemaat tersebut dengan menggunakan sepeda motor lebih dulu pergi meminta bantuan dari pos jaga Yon 733 Waiheru (jarak dengan Desa Hunuth / Durian Patah kra-kira 400 meter), dimana setibanya Pendeta Jemaat tersebut di pos Yon 733, ada sekitar 2 truck dengan petugas. Namun ketika beliau memohon bantuan, maka dijawab oleh petugas keamanan tersebut bahwa mereka diperintahkan menuju Ambon untuk mengamankan kota.

Para saksi mata juga menjelaskan penyerangan tersebut diikuti dengan penjarahan atas barang-barang milik warga desa Hunuth / Durian Patah, terutama barang-barang elektronik, yang kemudian dinaikan dan diangkut dengan sebuah mobil box (nomor polisi tidak teridentikfikasi).

Beberapa data tambahan yang sempat direkam di lapangan melalui para saksi mata, antara lain :

  1. Sekitar bulan November 1998, saat anggota Jemaat Hunuth / Durian Patah mengerjakan lahan kebun jemaat pada areal sebelah utara desa, ada seorang warga asal Buton memberitahukan kepada pendeta jamaat bahwa "di Hitu, orang-orang tua sedang mengajarkan kepada anak-anak muda, cara membuat bom, untuk menyerang kesini".
  2. Dari hasil pemantauan terhadap rumah-rumah warga masyarakat Hunuth / Durian Patah yang terbakar, terkesan bahwa, ketika penyerang berada di pertigaan jalan (Hitu, Ambon dan Laha) yang terletak ditengah-tengah Desa Hunuth / Durian Patah, penyerang terpecah menjadi 2 (dua) rombongan, dimana rombongan pertama menyerang rumah-rumah penduduk/sarana dan prasarana umum lainnya, dan seterusnya menuju ke arah Desa Waiheru (ke arah kota Ambon), sedangkan rombongan penyerang kedua diperkirakan akan menuju ke arah yang berlawanan (ke arah Laha). Strategi dari para penyerang (rombongan penyerang kedua) ini, dapat dipergunakan untuk membenarkan adanya isu sebelumnya bahwa mereka juga akan menyerang Desa Poka dan Rumahtiga. Hal ini perlu diteliti lebih lanjut.

Akibat dari penyerangan dan pembantaian ini warga Desa Hunuth / Durian Patah mengalami kerugian sebagai berikut :

Korban Meninggal : 1 orang (Ny. R.C. Hoof Mester/Polnaya)
Rumah Terbakar : 24 buah
Rumah rusak berat: 42 buah
Rumah rusak ringan: 9 buah
Kantor Koperasi terbakar: 1 buah
Kantor Desa terbakar : 1 buah
Puskemas terbakar : 1 buah
Mobil truk terbakar: 5 buah
Mobil sedan terbakar: 2 buah
Sepeda motor terbakar: 7 buah
Korban mengungsi : 36 KK (kepala keluarga) atau 508 jiwa

2. Desa Waiheru

Sama halnya dengan warga masyarakat lainnya yang merasa terkejut dengan peristiwa kota Ambon, tanggal 19 Januari 1999, maka hal ini juga dialami warga masyarakat di Desa Waiheru.

Sehubungan dengan itu, dan dalam rangka mengantisipasinya, maka pada tanggal 20 Januari 1999, sekitar jam 10.30 WIT., Kepala Desa Waiheru mengadakan pertemuan bersama dengan staf pemerintahan desa (Ketua-ketua RT/RW), dan tokoh-tokoh agama untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Sekitar pukul 11.00 WIT., sementara pertemuan sedang berlangsung, datang seorang petugas keamanan warga Desa Nania yang bernama FREDY SIAHAYA, sambil mengendarai motornya berteriak : "orang Hitu serang....orang Hitu serang ....., orang Hitu, Wakal, Mamala dan Morela telah membakar Hunuth dan Durian Patah".

Mendengar informasi tersebut, para peserta pertemuan yang berada di ruangan Balai desa Waiheru bergegas pulang kerumahnya masing-masing, mengambil anak-istrinya, meninggalkan rumah dan mencari perlindungan. Diantaranya ada yang menuju ke Asrama Yon 733 kompi A Waiheru. Sementara itu, Kepala Desa Waiheru, sdr. E. TAIHUTU, yang tetap berada di tengah jalan raya (pada jarak pandang kira-kira 100 meter dari arah Asrama Yon 733 kompi B menuju desa Waiheru), melihat kurang lebih 60 orang penyerang/perusuh yang datang menuju arah desa Waiheru dan berhenti di depan rumah ABU BALIJU (warga desa keturunan Arab), dan diperkirakan mereka sementara menunggu para penyerang/perusuh lainnya. Bersamaan dengan itu, Kepala Desa Waiheru menuju ke kompleks Yon 733 kompi B.

Menurut para saksi mata, sekitar pukul 11.15 WIT., para penyerang mulai membakar rumah Ny. MARIA MAILUHU/LEWEHERILA. Saat itu, para saksi mata yang berada di kompleks Yon 733 mendengar dan melihat rumah dari almarhum TOPI WALAIA telah dibakar oleh kelompok penyerang kedua. Saat itu anak dari alm. TOPI WALAIA beserta beberapa orang temannya mencoba untuk memadamkan api dirumahnya yang sementara terbakar, tapi, tiba-tiba muncul penyerang gelombang berikutnya dan ketika mereka melihat bahwa ada yang sedang memadamkan api, beberapa orang dari kelompok penyerang memanah orang-orang tersebut dan kena bagian kaki dari DOMINGGUS WALAIA (anak dari TOPI WALAIA). Karena kena panah pada bagian kaki, DOMINGGUS WALAIA tidak dapat melarikan diri. Saat mana DOMINGGUS WALAIA lalu dibunuh oleh para penyerang.

Ketika penyerang gelombang ketiga meninggalkan lokasi kejadian, maka adik dari DOMINGGUS WALAIA, yang bernama YOHANES WALAIA, kembali ke rumah yang terbakar dan disana ia menemukan kakaknya DOMINGGUS WALAIA telah meninggal di tepi jalan dengan luka potong di leher (hampir putus), luka tikaman pada bagian lambung, tubuh korban juga dibakar, dan ditengah jalan ada bekas korban diseret. Sementara itu ditangan korban terdapat toples (tempat kue), dan di mulut korban terdapat kue kering. Ada dugaan, tempat kue (toples) yang ada di tangan dan kue yang ada di mulut korban, sengaja diletakan setelah korban dibunuh dan dibakar.

Menurut saksi mata, ketika kelompok penyerang kembali dari arah Negeri Lama dan desa Nania, sekitar pukul 17.00 WIT., penyerang mulai mencoba untuk melempar Gereja RK (katolik) yang berada di kompleks Yon 733 Kompi A desa Waiheru, namun karena saat itu ada petugas keamanan yang berdiri di tepi jalan, pelemparan tersebut dihentikan, walaupun aparat keamanan itu sendiri tidak pernah melarang atau melakukan tindakan pencegahan.

Selain itu, para saksi mata juga menyaksikan, bahwa setelah selesai membakar rumah penduduk, Gereja serta membunuh warga desa Nania dan Negeri Lama, para penyerang pulang kembali ke Hitu dengan memikul barang-barang jarahan yang di jarah pada Desa nania, Negeri Lama dan Waiheru.

Saat itu, salah seorang saksi mata sempat menanyakan petugas keamanan bahwa : "mengapa tidak menghalangi kelompok perusuh tersebut", namun dijawab oleh aparat keamanan bahwa : "kita telah melapor/minta petunjuk, namun oleh komandan Batalyon 733, dijawab : ‘biarkan mereka, karena mereka dipanggil ke Ambon".

Akibat dari penyerangan tersebut, warga Desa Waiheru mengalami kerugian sebagai berikut :

Korban meninggal: 1 orang, (a/n sdr. DOMINGGUS WALAIA)
Rumah terbakar: 2 buah
Korban mengungsi: 2 KK (Kepala Keluarga) atau 12 jiwa

3. Desa Negeri Lama dan Nania

Dari Desa Waiheru, penyerang yang tetap berada dalam posisi 3 (tiga) rombongan/kelompok tersebut berjalan menuju Desa Nania dengan dibawa oleh aparat dengan menggunakan dua sepeda motor. Menurut saksi mata, sebelum rombongan penyerang tiba di Desa Nania, maka pada kira-kira jam 10.00 WIT., warga Desa Nania telah melihat ada asap tebal yang mengempul di arah Dusun Benteng Karang dan pada sekitar jam 11.30 WIT., terlihat asap mengempul di sekitar Desa Hunuth/Durian Patah.

Melihat rombongan penyerang datang dari arah Desa Waiheru, maka ada seorang anggota Polisi mengajak warga Desa Nania yang beragama Kristen bergabung dengan warga yang beragama Islam untuk menghadang penyerang yang akan memasuki Desa Nania. Setelah warga Desa Nania bergabung, ada seorang anggota Yon 733 yang diketahui bernama Sersan HUIK, melarang warga Desa Nania melawan masa penyerang dengan alasan "mereka hanya lewat menuju kota Ambon". Saat itu warga Desa Nania yang beragama Islam, yang terdiri dari laki-laki dan wanita berkerudung, berdiri di depan Gedung Gereja Nania dengan maksud melindungi Gedung Gereja tersebut. Saat itu waktu menunjukan kira-kira jam 12.40 WIT.

Sekitar jam 13.00 WIT., masa penyerang gelombang pertama yang berasal berasal dari Desa Hitu, Mamala, Morela dan Wakal memasuki Desa Nania dengan menggunakan ikat kepala putih atau topi putih dengan membawa berbagai benda tajam, seperti : parang, panah-panah dan tombak. Ketika mereka melewati depan Gedung Gereja Nania, mereka disambut dengan teriakan "Allahu Akbar, … Allahu Akbar...." oleh warga Desa Nania yang beragama Islam yang sedang berdiri dan melindungi gedung Gereja, malah menurut saksi mata ada yang memberi minum kepada para penyerang. Sementara itu, warga Desa Nania yang beragama Kristen sebagian berada dalam Gereja (terutama wanita dan anak-anak), sedangkan warga laki-laki berada di lorong-lorong sekitar rumah mereka masing-masing dalam keadaan siaga.

Setelah masa penyerang gelombang pertama melewati Gedung Gereja Nania menuju arah Desa Negeri Lama, maka muncul masa penyerang kedua dan ketiga. Masa gelombang kedua dan ketiga ini diikuti oleh dua buah mobil yang teridentifikasi bernama Bailolo dan Uci MS. Jumlah rombongan kedua dan ketiga ini begitu besar dan ternyata sangat beringas, karena sambil melewati Desa Nania, mereka mulai melakukan pelemparan ke rumah-rumah warga Desa Nania, termasuk Gedung Gereja. Saat pelemparan terjadi, warga Desa Nania tidak melakukan tindakan apa-apa dan hanya melihat saja karena jumlah mereka sangat banyak.

Menurut saksi mata, pada saat masa gelombang kedua dan ketiga ini memasuki Desa Nania, ada sejumlah penyerang yang pergi menemui Bpk. J. MONIHARAPON (mantan Kepala Desa Nania), dan sambil meletakkan parang di lehernya mereka sempat memaksa beliau untuk menyebut "Allahu akbar, Allahu Akbar". Tetapi yang bersangkutan diam saja dan beberapa saat kemudian dengan membanting kaki kanan beliau berkata "Kalau bunuh, coba bunuh". Seketika itu juga kelompok penyerang tersebut lalu melarikan diri.

Kelompok penyerang ini melanjutkan perjalanan mereka ke Desa Negeri Lama dan akan menuju ke kota Ambon, karena menurut informasi Mesjid Alfatah (Mesjid Raya Ambon) telah dihancurkan oleh orang-orang Kristen.

Ketika mereka tiba di ujung Desa Nania yang berbatasan dengan Desa Negeri Lama, para penyerang melihat Bpk. CHARLES MALAWAU (seorang Purn. ABRI) masuk ke rumahnya. Dan ketika beliau keluar dari pintu rumah, penyerang langsung menyerbu beliau kemudian memotong lehernya, menikamnya dari perut secara berulang kali dan tangan bagian kirinya dipotong (hampir putus). Yang bersangkutan saat itu juga langsung meninggal.

Rombongan penyerang kemudian melanjutkan perjalanan dengan tujuan ke arah Ambon dengan melewati Desa Negeri Lama. Ketika para penyerang melewati Asrama Polisi Brimob, tepatnya berada di ujung jembatan Air Besar (Dusun Air Besar-Passo), mereka dihadang oleh warga Dusun Air Besar yang terdiri warga yang beragama Kristen dan warga Buton yang beragama Islam yang berdomisili di Dusun tersebut.

Para penyerang kelihatannya tidak mampu menahan penyerangan dari warga Dusun Air Besar tersebut dan akhirnya mereka kembali lagi kearah Desa Negeri Lama dan Desa Nania. Saat kembali ke desa Negeri Lama dan desa Nania itulah, mereka (para penyerang) yang berasal dari Desa Hitu, Mamala, Morela dan Wakal melakukan pembakaran atas rumah-rumah penduduk beserta Gedung Gereja di desa Negeri Lama dan Desa Nania.

Menurut saksi mata, sekitar pukul 13.15 WIT. sampai jam 15.00 WIT. terlihat asap mengempul di desa Negeri Lama dan terdengar bunyi ledakan beberapa kali di sekitar Dusun Air Besar dan Desa Negeri Lama. Kepulan asap dan bunyi ledakan terjadi akibat dari pembakaran rumah warga masyarakat serta kios minyak (bensin, solar dan minyak tanah) yang ada di Desa Negeri Lama.

Setelah puas dengan pembakaran rumah-rumah penduduk dan Gedung Gereja di Desa Negeri Lama, rombongan kemudian menuju ke Desa Nania. Saat itu, waktu menunjukan kira-kira pukul 16.00 WIT.

Di Desa Nania, rombongan kemudian membakar rumah-rumah penduduk yang beragama Kristen, termasuk Gereja yang semula dijaga dan dilindungi oleh warga Desa Nania yang beragama Islam.

Menurut saksi mata, saat penyerang kembali dari Desa Negeri Lama, penyerang baru membakar rumah ketiga yang terletak dekat dengan Kantor Desa Nania, namun dari arah Puskesmas Desa Nania, ada yang melakukan pelemparan ke arah penyerang (tidak diketahui siapa yang melempar). Hal ini yang membuat kelompok penyerang menjadi beringas dan brutal, yang akhirnya mereka melakukan pembakaran terhadap rumah-rumah warga Desa Nania yang beragama Kristen.

Menurut saksi mata, diantara para penyerang, terdapat juga warga Desa Nania yang ikut membakar rumah-rumah warga Nania yang beragama Kristen, antara lain :

  1. CAKRA, siswa SMU Negeri 5 Lateri
  2. JURAIS, Ketua RT 03 Desa Nania.

Berdasarkan hasil investigasi di lapangan mengenai pembakaran rumah-rumah warga Nania yang beragama Kristen yang agak jauh dari jalan raya, muncul dua versi :

Versi pertama menerangkan bahwa pembakaran rumah-rumah warga Desa Nania yang beragama Kristen diduga dilakukan oleh warga Desa Nania yang beragama Islam, karena pada saat itu, para saksi mata menerangkan bahwa mereka tidak melihat ada rombongan penyerang yang memasuki lorong-lorong di Desa Nania menuju rumah-rumah warga Desa Nania yang beragama Kristen yang berada agak jauh dari jalan raya.
Versi kedua menerangkan bahwa pembakaran rumah warga Desa Nania yang beragama Kristen tersebut, diduga dilakukan oleh kelompok penyerang yang datang dari arah Desa Negeri Lama, karena para saksi mata melihat para penyerang memasuki setiap lorong dan membakar rumah-rumah warga Desa Nania yang beragama Kristen.

Selain itu ada beberapa hal lain yang perlu dikemukakan dalam tragedi penyerangan, antara lain :

Sementara terjadi pembakaran di Desa Nania, seorang warga desa yang bernama Bpk. J. MONIHARAPON (mantan Kepala Desa Nania) mendengar suara teriakan minta tolong dari Bpk. SUMARLAN (Kepala Desa Nania sekarang) yang berada di tengah-tengah penyerang. Bpk. J. MONIHARAPON kemudian menuju ke arah Kepala Desa tersebut. Namun yang bersangkutan diserang oleh sejumlah laki-laki, kemudian dipotong dan ditombak. Di antara kelompok orang yang menyerang beliau itu dikenal 2 (dua) orang yang berasal dari suku Bugis dan beragama Islam (warga Desa Nania bernama RONALD IMRAN dan SION. Bpk. J. MONIHARAPON malah sempat merebut tombak dan bersamaan dengan itu penyerang melarikan diri dan bergabung dengan masa penyerang yang lain. Bpk. J. MONIHARAPON sempat terluka yaitu luka potong di belakang, luka goresan tombak di lengan kiri dan lecet bekas tikaman tombak di bagian perut.
Ketika terjadi penyerangan dan pembakaran terhadap Gedung Gereja Nania, para penyerang sempat masuk ke dalam Gereja, mengambil gambar (foto) Tuhan Yesus kemudian dipotong, tetapi tidak rusak. Para penyerang kemudian membantingnya dan bersamaan dengan itu mereka mengolok-olok, menghujat, menginjak-injak dengan kaki sambil memotong bangku-bangku (kursi panjang) yang berada di dalam Gereja Tersebut.
Sementara itu Pdt. PAULUS THYSEN yang lupa mengambil toga (pakaian kebesaran pendeta), yang berada di dalam Gereja, berniat kembali untuk mengambil toga tersebut, namun karena situasi yang tidak memungkinkan, beliau mengurungkan niatnya untuk masuk ke Gereja, dan pada saat itu juga ada penyerang yang mengejar beliau dimana akhirnya beliau bersembunyi di teras rumah seorang warga Bugis, yang bernama BAHARUDIN. Ternyata tempat persembunyian beliau diketahui oleh penyerang dan saat itu beliau dibantai dengan jalan dipotong tangan kanan dan leher (hampir putus), kemudian oleh penyerang diseret kurang lebih 4 meter dari tempat kejadian (diletakkan di bawah pohon nangka) kemudian dibakar, yang mengakibatkan bagian tubuh sebelah kanan terbakar dan jari-jari kedua belah tangannya buntung.

Setelah menyerang, membakar, membunuh warga Desa Negeri Lama dan Nania, maka warga dari Dusun Air Besar yang sempat memukul mundur kelompok penyerang itu kemudian menuju ke Desa Negeri Lama dan Desa Nania. Setibanya di Desa Negeri Lama, mereka melihat rumah-rumah penduduk Desa Negeri Lama dan Gedung Gereja sudah dibakar oleh penyerang dari Desa Hitu, Mamal, Morela dan Wakal.

Mereka kemudian bergabung dengan masa yang ada di desa Negeri Lama, kemudian melakukan penyerangan balasan dengan membakar Kantor Pengadilan Agama serta rumah penduduk yang beragama Islam yang ada di Desa Nania maupun Desa Negeri Lama, serta berbagai sarana/prasarana umum lainnya seperti pasar. Para penyerang mencoba untuk membakar mesjid yang ada di Desa Negeri Lama namun usaha ini tidak berhasil sehingga mereka hanya merusaknya saja.

Akibat penyerangan ini warga Desa Nania dan Desa Negeri Lama mengalami kerugian sebagai berikut :

a. Desa Nania

Korban meninggal : 2 (dua) orang, atas nama :
  1. CHARLES MALAWAU
  2. Pdt. PAULUS THYSEN
Luka ringan : 1 orang, atas nama : J. MONIHARAPON
Rumah terbakar : 281 Buah
Rumah rusak berat : 17 Buah
Rumah rusak ringan : 4 Buah
Gereja terbakar : 1 Buah
Rumah Pastori terbakar : 1 Buah
Rumah guru terbakar : 1 buah (Rumah guru SD dan SLB)
Mesjid rusak : 1 Buah
Mobil terbakar : 3 Buah
Sepeda motor terbakar : 3 Buah
Korban pengungsi : 426 KK (Kepala Keluarga) atau 2056 jiwa

b. Desa Negeri Lama

Korban meninggal : 1 orang, atas nama : WEMPY MAITIMU
Rumah terbakar: 48 buah
Rumah rusak berat: 1 buah
Rumah rusak ringan: 18 buah
Gereja terbakar : 1 buah
Rumah Pastori terbakar: 1 buah
Kantor Pengadilan Agama: 1 buah
Mobil terbakar: 2 buah
Sepeda motor terbakar: 9 buah
Unit usaha kios minyak: 1 buah
Korban pengungsi : 46 KK (Kepala Keluarga) atau 201 jiwa

4. Kelompok warga Ullath di hutan Desa Hila

Pada tanggal 18 Januari 1999, kira-kira jam 14.00 WIT., 8 (delapan) warga Desa Ullath, Kecamatan Saparua, yang berdomisili di Karang Panjang - Ambon, dan masih dalam hubungan keluarga satu sama lain menuju ke Desa Hilla, selanjutnya menuju ke hutan untuk melakukan kegiatan pembersihan (pameri = istilah orang Ambon) pada dusun milik sdr. JULIUS SAPULETTE yang ia beli dari warga Desa Hilla. Kedelapan orang tersebut adalah :

  1. JULIUS SAPULETTE (pemilik dusun), umur 35 tahun, pekerjaan Pegawai Dinas Kesehatan Ambon.
  2. YACOB LUSIKOOY, umur 24 tahun, pekerjaan Pegawai Dinas Kesehatan Ambon. (keponakan JULIUS SAPULETTE)
  3. ZAKARIAS LUSIKOOY, Umur 22 tahun, belum kerja (keponakan JULIUS SAPULETTE)
  4. SALMON LUSIKOOY, Umur 18 tahun, belum kerja (Keponakan JULIUS SAPULETTE)
  5. BENJAMIN LUSIKOOY, Umur 16 tahun, belum kerja (keponakan JULIUS SAPULETTE)
  6. H. F. SIWABESSY, Umur 46 tahun, pekerjaan Pegawai Kanwil Depnaker Maluku, (saudara JULIUS SAPULETTE)
  7. BACO LITAAY, Umur 32 tahun, pekerjaan ………… (saudara JULIUS SAPULETTE)
  8. MARLON BRANDO MAAIL, Umur 18 tahun, Siswa SMU Neg. 6 Ambon (saudara JULIUS SAPULETTE).

Dengan berbekal sedikit makanan (beras, sagu mentah, bumbu-bumbuan) dan 2 tas pakaian kotor yang direncanakan untuk dicuci serta 3 buah parang untuk membersihkan dusun (kebun), kedelapan warga Desa Ullath tersebut tanpa kecurigaan sedikitpun menuju Desa Hilla, dan selanjutnya memasuki hutan Desa Hilla, dimana mereka akan membersihkan dusun (kebun) dari sdr. JULIUS SAPULETTE.

Bersamaan dengan kerusuhan Ambon yang juga terjadi pada tanggal 20 Januari 1999 di Desa Hilla, nasib kedelapan warga ini belum diketahui secara pasti.

Namun dari hasil investigasi terhadap keluarga korban, ditemukan data-data sebagai berikut :

Pada tanggal 19 Januari 1999, sekitar jam 14.00 s/d 15.00 WIT., isteri dari JULIUS SAPULETTE menelepon ke Pastori Gereja Hilla dan ia meminta bantuan dari sdr. PETRUS TAMTELAHITU untuk memberitahukan kepada JULIUS SAPULETTE, yang saat itu berada di hutan Desa Hilla agar segera kembali ke Ambon. Saat telepon tersebut, isteri JULIUS SAPULETTE sempat menanyakan keadaan/situasi di Desa Hilla, namun dijawab oleh sdr. PETRUS TAMTELAHITU bahwa : "keadaan di Desa Hilla aman-aman saja".
Pada tanggal 20 Januari 1999, kira-kira jam 15.00 WIT., dari Desa Hilla sdr. PETRUS TAMTELAHITU menelpon isteri Julius Sapulete di Karang Panjang - Ambon yang saat itu diterima oleh isteri JULIUS SAPULETTE, yang mana saat itu sdr. PETRUS TAMTELAHITU menyatakan bahwa mereka telah dikepung dan mohon agar ada bantuan keamanan. Selanjutnya percakapan telepon terputus.
Mendengar informasi tersebut, isteri JULIUS SAPULETTE langsung menelepon ke Polsek Leihitu, namun dijawab oleh petugas Polsek Leihitu bahwa : "keadaan aman-aman saja".
Merasa tidak puas dengan jawaban yang diberikan oleh petugas di Polsek Leihitu, isteri JULIUS SAPULETTE menghubungi berbagai instansi keamanan di Ambon untuk melaporkan informasi tersebut. Namun jawaban yang ia peroleh dari petugas keamanan yaitu : "ada Polsek Leihitu".
Tanggal 24 Januari 1999, isteri JULIUS SAPULETTE kembali menelpon Polsek Leihitu, dan melalui telepon ia berbicara dengan petugas polsek Leihitu yang bernama AGUS PENTURY. Melalui telepon ia mendapat penjelasan dari Agus Pentury bahwa : "Ibu tolong berdoa dulu, kita rugi, kedelapan orang tersebut waktu pulang dari dusun (turun dari gunung/hutan Desa Hilla) diminta untuk menyerahkan diri beserta parang-parang mereka, kemudian mereka di antar ke laut, setelah itu mereka dipotong dan di buang ke laut".

Selanjutnya, pada tanggal 25 Januari 1999, ditemukan 2 (dua) mayat laki-laki yang hanyut di laut, di sekitar Desa Wakal. Kedua mayat tersebut diidentifikasi oleh masyarakat dengan ciri-ciri sebagai berikut :

Mayat pertama laki-laki, mempergunakan kaus berwarna merah, putih, biru bergaris (strep-strep). Menurut isteri JULIUS SAPULETTE, korban tersebut mungkin adalah suaminya, JULIUS SAPULETTE.
Mayat kedua laki-laki, dan dari dalam sakunya ditemukan KTP dan uang tunai Rp. 2.500. Mayat tersebut diidentifikasi sebagai SALMON LUSIKOOY.

Sayangnya kedua mayat tersebut, ketika ditemukan tidak dikonfirmasikan kepada keluarga korban baik untuk diidentifikasi maupun dimakamkan.

Perkembangan dari kasus pembantaian terhadap kedelapan warga Desa Ullath tersebut, sampai saat ini masih merupakan sebuah misteri yang perlu diusut lebih lanjut.

B. HASIL ANALISA SEMENTARA ADVOKASI KERUSUHAN UNTUK BEBERAPA LOKASI DI LUAR PULAU AMBON (HUNUTH / DURIAN PATAH, WAIHERU, NANIA, NEGERI LAMA DAN WARGA ULLATH (DI HUTAN DESA HILA)

Berdasarkan kronologis peristiwa sebagaimana yang diuraikan di atas, maka dapat dilakukan analisis seperti dibawah ini.

I. PRA PERISTIWA KERUSUHAN

Dari data yang dihimpun, ditemukan beberapa fakta sebagai berikut :

Informasi yang diberikan oleh seorang warga suku Buton kepada Pendeta Jemaat Nania, saat anggota jemaat mengerjakan lahan kebun jemaat sekitar bulan November 1998 bahwa : "di Hitu, orang-orang tua sedang mengajarkan anak-anak muda membuat bom untuk menyerang ke sini", adalah merupakan bentuk provokasi yang tidak berbeda jauh nilainya dengan laporan yang pernah dilakukan oleh warga suku Buton dan Bugis yang tinggal di Dusun Sapuri dan Dusun Hulung, maupun ucapan / laporan Kepala Dusun Hulung yang mengatakan bahwa "warga Dusun Benteng Karang akan menyerang warga Dusun Hulung" adalah merupakan bentuk-bentuk provokasi yang bernuansa SARA sebagai titik awal terjadinya kerusuhan ini.

II. SAAT KERUSUHAN

Dari data yang dihimpun, ditemukan beberapa fakta sebagai berikut :

  1. Pada umumnya, penyerangan dilakukan oleh penyerang / perusuh yang terdiri dari warga masyarakat Hitu, Mamala, Morela dan Wakal serta diperkirakan melibatkan warga Dusun Sapuri dan Dusun Hulung dengan berbagai persiapan yang telah dilakukan sebelumnya.
  2. Penyerangan yang dilakukan oleh penyerang / perusuh adalah merupakan suatu bentuk penyerangan berlanjut (dari desa/dusun yang satu ke desa/dusun yang lain), baik pada desa-desa sepanjang jalan menuju ke kota Ambon, maupun ke arah Poka dan Rumah Tiga. Hal mana menunjukan adanya suatu tindakan persiapan penyerangan dan bukan sesuatu yang terjadi karena suatu tindakan yang bersifat spontanitas.
  3. Jumlah penyerang / perusuh, penggunaan alat-alat tajam saat penyerangan, penyerangan yang datang dari berbagai desa, pola penyerangan yang rapi (terdiri dari beberapa rombongan dengan fungsinya masing-masing), adanya tanda-tanda khusus yang dipergunakan penyerang (ikat kepala putih dan atau memasang kain putih pada lengan) merupakan pola dan strategi penyerangan yang betul-betul sangat terencana.
  4. Pada lokasi-lokasi tertentu (seperti pada Desa Nania) yang penduduknya terdiri dari berbagai golongan agama (terutama warga muslim dan kristen), penyerang / perusuh sangat selektif dalam melakukan penyerangan. Suatu pola penyerangan yang benar-benar profesional.
  5. Sasaran penyerangan yang dilakukan oleh para penyerang adalah warga yang berbeda agama.
  6. Pada beberapa lokasi tertentu (seperti pada Desa Nania), para warga desa yang semula menunjukkan sikap toleransi dengan sesama warga yang berbeda agama, pada saat penyerangan telah dilakukan, warga desa Nania tersebut menunjukan sikap mendukung penyerang / perusuh untuk menyerang, membakar, menganiaya atau membunuh warga yang tidak seagama dengannya.
  7. Penyerangan dilakukan dengan mempergunakan mobil, yang dimanfaatkan sebagai sarana untuk mengangkut barang-barang yang akan dijarah.
  8. Adanya persiapan-persiapan seperti : alat pelindung tubuh dan makanan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh para penyerang / perusuh.
  9. Adanya indikasi penyerang ingin menghilangkan jejak para korban yang dibunuh dengan jalan membakar atau membuang korban ke laut.
  10. Penyerangan dilakukan hampir dalam waktu yang bersamaan dan secara berturut-turut.
  11. Penyerangan balasan yang dilakukan pada beberapa lokasi tertentu (seperti penyerangan oleh warga Dusun Air Besar - Desa Passo, melalui tindakan pembakaran Kantor Pengadilan Agama di Desa Negeri Lama dan rumah-rumah warga yang beragama Islam di Desa Nania) adalah merupakan tindakan emosional atas tindakan penyerang / perusuh.

Berdasarkan fakta-fakta di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

  1. Penyerangan yang dilakukan oleh para penyerang / perusuh merupakan suatu tindakan yang telah dipersiapkan dan atau direncanakan terlebih dahulu.
  2. Motif penyerangan bertendensi SARA yang dipicu oleh suku tertentu dengan mempergunakan agama sebagai sumber komoditi dalam perpecahan.
  3. Pembakaran rumah-rumah warga dan Gedung-gedung Ibadah, penganiayaan dan pembunuhan warga dari agama tertentu merupakan pemicu dari warga dan agama yang lain untuk melakukan tindakan penyerangan balasan.

III. PERAN APARAT KEAMANAN

Dari data yang dihimpun, ditemukan beberapa fakta sebagai berikut :

  1. Walaupun telah terjadi kerusuhan / penyerangan yang dilakukan oleh penyerang / perusuh, aparat keamanan selalu memberi jaminan bahwa "tidak terjadi apa-apa" (bandingkan sikap anggota Yon 733 - Waiheru yang memberi jaminan kepada warga Hunuth / Durian Patah).
  2. Adanya sikap aparat keamanan yang melindungi perusuh / penyerang (bandingkan sikap aparat yang mengantar para penyerang / perusuh dalam perjalanan).
  3. Adanya sikap aparat keamanan yang tidak melindungi rakyat pada saat rakyat berada dalam keadaan tidak aman (bandingkan sikap anggota KOSTRAD saat mereka melewati desa Hunuth / Durian Patah, atau sikap aparat Yon 733 - Waiheru yang tidak ingin membantu rakyat pada saat penyerangan terjadi atau malah berjabat tangan dengan para penyerang).
  4. Adanya sikap aparat keamanan yang mau melindungi rakyat jika ada perintah atasan langsung.

Berdasarkan fakta-fakta diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa, naluri intelegen dari aparat keamanan sangat lemah, dan atau aparat keamanan lebih cenderung membiarkan atau ikut memberi kesempatan kepada penyerang / perusuh untuk membantai pihak yang lemah atau saling membantai satu sama lain di antara warga yang berbeda suku dan agama.

IV. PASCA KERUSUHAN

Setelah berakhirnya peristiwa kerusuhan, muncul beberapa masalah, antara lain :

  1. Adanya perasaan tidak aman dari masyarakat, karena munculnya isu tentang kemungkinan adanya kerusuhan-kerusuhan lanjutan.
  2. Akibat kerusuhan yang menimbulkan korban jiwa dan harta benda, serta adanya isu-isu tentang akan munculnya kembali kerusuhan, banyak warga masyarakat yang mencari tempat perlindungan pada berbagai lokasi yang oleh mereka dirasakan aman, khususnya di kompleks-kompleks militer.
  3. Telah terjadi eksodus secara besar-besaran dari warga Buton, Bugis dan Makasar, serta beberapa suku lain yang kembali ke daerahnya, sementara warga suku Ambon, ada juga yang pulang ke kampungnya masing-masing.
  4. Eksodus secara besar-besaran oleh suku Buton, Bugis dan Makasar tersebut telah diikuti dengan tindakan pembakaran rumah-rumah mereka sendiri, seperti yang terjadi di Desa Hunuth / Durian Patah pada tanggal 6 dan 7 Februari 1999, dimana warga Buton yang akan melakukan eksodus telah membakar rumah-rumah mereka sendiri. Apa yang menjadi latar belakangnya, perlu mendapat perhatian dari aparat keamanan untuk diungkapkan lebih lanjut.
  5. Aparat keamanan (terutama dari pihak Kepolisian dan POM ABRI) belum bersungguh-sungguh menunjukan sikap profesionalisme, untuk berusaha mengungkap latar belakang kasus ini serta memeriksa pihak aparat keamanan yang diduga keras memberi kesempatan, melakukan, membantu melakukan bersama-sama penyerang atau pada saat penyerangan / kerusuhan, dan tidak memberikan perlindungan kepada warga masyarakat.
  6. Penanganan pengungsi oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah tidak transparan, malah terkesan sangat tidak profesional. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya sumbangan yang diberikan kepada para korban, namun kondisi penampungan, makan/minum, kesehatan dan lain-lain kebutuhan dari pengungsi relatif masih memprihatinkan.

V. REKOMENDASI

Berdasarkan uraian-uraian, maka dipandang perlu untuk merekomendasikan hal-hal sebagai berikut :

  1. Agar pihak keamanan segera mengambil langkah-langkah konkrit untuk memberikan jaminan keamanan terhadap warga masyarakat.
  2. Agar pihak Kepolisian dapat mengusut kasus kerusuhan ini secara tuntas dan profesional dan transparan; serta segera melakukan upaya-upaya untuk mengungkapkan status para korban yang belum secara pasti diketahui keberadaannya.
  3. Agar pihak POM ABRI segera melakukan pengusutan terhadap para anggota ABRI, yang dengan jelas-jelas memberi kesempatan, melakukan atau membantu melakukan penyerangan bersama-sama para penyerang / perusuh, atau setidak-tidaknya melalaikan kewajiban mereka untuk melindungi rakyat.
  4. Agar pihak keamanan segera mengusut latar belakang pembakaran rumah-rumah beberapa warga suku Buton di Desa Hunuth / Durian Patah yang dilakukan oleh mereka sendiri pada tanggal 6 dan 7 Februari 1999, guna mengungkap latar belakang terjadinya kasus tersebut.
  5. Agar Pemerintah Daerah segera memberi perhatian secara serius bagi para pengungsi serta mengumumkan secara transparan realisasi penggunaan bantuan dari berbagai pihak.

  

Ambon, 13 Februari 1999

YAYASAN SALA WAKU MALUKU

 

 

 

 

HENGKY HATTU, SH.

Direktur eksekutif

 

 

   Search this site:   [What's New]

 
This Human Rights section ( http://www.fica.org/hr ) is still under active construction.
Information is still being added everyday. Please come back again to see more updated content.
Prepared by Fica-Net, http://www.fica.org, Last updated: 04/09/99
Please address any comment to webmaster@fica.org

 

Total pages viewed from this section: