PENUTUPAN, PERUSAKAN, DAN ATAU PEMBAKARAN 374 GEREJA DI INDONESIA PADA TAHUN 1945-1997
Negara Republik Indonesia (RI) diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, setelah dikuasai pemerintah Kolonial Belanda selama 350 tahun dan Jepang selama 3 tahun (1942-1945).
Negara RI mempunyai satu falsafah Negara, yaitu Pancasila yang terdiri dari Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Negara RI terdiri dari lebih 13.000 pulau yang terletak di sepanjang garis Khatulistiwa dan di antara 2 benua; Asia dan Australia serta di antara 2 samudra; Pasifik dan Indonesia. Dari 13.000 pulau tersebut, di antaranya terdapat 5 pulau terbesar yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya.
Negara RI terdiri dari lebih 100 suku bangsa atau etnis dan lebih dari 300 bahasa daerah dan yang terbesar adalah suku Jawa. Penduduk Negara RI berjumlah 200 juta jiwa dan menganut berbagai agama. Penduduk yang beragama Islam - 80%, sedangkan Kristen, Katolik, Hindu, Budha sekitar 20%.
Kepala Negara RI yang pertama adalah Ir. Soekarno yang memerintah sejak 17 Agustus 1945 s/d 7 Maret 1967 dan yang kedua adalah Jendral (Purn) H.Soeharto yang pertama kali diangkat dengan TAP MPRS No. XXXIII/1967.
Kehidupan warga negara RI diatur dan dijamin oleh UUD 1945, terutama kehidupan dan kebebasan menjalankan ibadah serta memeluk agama berdasarkan keyakinan masing-masing yang tercantum dalam Pasal 29 ayat 2 UUD 1945. Tapi kehidupan dan kerukunan yang harmonis antar penduduk umat beragama akhir-akhir ini terganggu, bahkan cenderung terdapat usaha-usaha berupa pembatasan beribadah, diskriminasi terhadap penduduk yang beragama Kristen - Katolik yang intinya menyangkut pelanggaran hak asasi manusia.
Sejak tahun 1945 s/d 1 Juli 1997 telah ditutup/dirusak/dibakar 374 gedung Gereja dan paling sedikit 20 orang rohaniwan atau pemuka agama Kristen yang telah meninggal.
Akhir-akhir ini, sejak permulaan tahun 1996, terutama umat Kristiani Indonesia dihadapkan dengan sederetan peristiwa yang mengejutkan. Selain itu, terdapat usaha-usaha pembatasan ruang gerak, penghasutan, intimidasi dan diskriminasi terhadap golongan masyarakat yang lemah untuk tujuan tertentu oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Umat Kristiani disudutkan dan ada yang menuduh mengkhianati Negara dan bangsa Indonesia. Umat Kristiani dianggap tidak mempunyai andil dalam perjuangan bangsa. Dilecehkan bahwa umat Kristiani penganut agama kolonial dan agama orang kafir. Demikian hasutan-hasutan yang selalu dikumandangkan sampai saat ini.
Hal ini menciptakan perasaan tidak sejahtera dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai warga negara yang turut melibatkan diri dalam kehidupan bangsa, turut berjuang dan berbakti mensukseskan pembangunan Negara RI sejak Proklamasi Kemerdekaan RI sampai saat ini, kami merasa prihatin karena bangsa ini sudah berada di tepi jurang perpecahan. Ini masalah yang serius.
Hal-hal seperti yang dikemukakan diatas sungguh tidak sesuai dengan tujuan didirikannya Negara RI yang berdasarkan falsafah Pancasila dan UUD 1945. Hal yang paling mendasar adalah terdapat kemerosotan moral di hampir semua bidang kehidupan masyarakat yang dapat membahayakan, bahkan menghancurkan persatuan, masa depan dan keselamatan bangsa Indonesia.
Benarkah umat Kristiani Indonesia, yang merupakan bagian masyarakat minoritas (Hindu, Budha, Arab, India, Cina dan lain-lain) tidak mempunyai andil dalam pembangunan negara RI, termasuk juga sumbangannya pada umat beragama lain ? Contoh kongkrit yaitu pembangunan Pusat kegiatan Islam di Ujung Pandang, dimana para konglomerat dari golongan masyarakat minoritas yang dikoordinir oleh mantan Pangab Jendral (Purn) M.Yusuf, turut berpartisipasi mengumpulkan dana yang cukup besar sampai mencapai jumlah milyar-an rupiah. Ir. Silaban, seorang arsitektur yang sederhana juga mempunyai andil dan berpartisipasi sebagai seorang perancang bangunan Masjid Istiqal di Jakarta. Pembangunan Masjid Agung di Surabaya yang pernah tertunda karena kesulitan dana, atas inisiatif Wakil Presiden RI dengan cara mengerahkan serta mengumpulkan dana dari para konglomerat yang berasal darigolongan masyarakat minoritas, telah terkumpul uang sejumlah milyar-an rupiah. Dana tersebut dikumpulkan dari para konglomerat antara lain; Ir. NN menyumbang sebesar 1 milyar rupiah, juga konglomerat - konglomerat yang lain yang menyetor antara 0,5 sampai 1 milyar rupiah. Kelompok Jimbaran yang mayoritas terdiri dari kelompok masyarakat golongan minoritas yang di koordinir oleh Menteri Kependudukan dan Keluarga Berencana Prof.Dr. Hayono Suyono telah menyumbangkan 2 % dari penghasilan masing-masing sehingga telah terkumpul sekitar satu trilyun rupiah untuk pembangunan desa-desa miskin, maupun meningkatkan usaha golongan ekonomi lemah. Apakah patut golongan masyarakat minoritas yang tidak berdaya tersebut , terus-menerus menjadi obyek pemerasan dan intimidasi serta tidak mempunyai harkat hidup di Negara Republik Indonesia ?.
Dari tahun 1945 s/d 1964 terdapat 2 buah rumah ibadah / Gereja yang dirusak. Sejak 1965 sampai 1 Juli 1997 dalam setiap tahunnya terjadi peningkatan jumlah Gereja yang ditutup, dirusak atau dibakar. Lebih-lebih sejak diberlakukannya SKB 2 Menteri (Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri) No. 1 tahun 1969. SKB 2 Menteri ini sebenarnya bertentangan dengan :
Peristiwa pengrusakan Rumah Ibadah atau Gereja yang tercatat dengan baik oleh kami berawal pada bulan Juni 1967 dan bulan Oktober 1967 yang terjadi di daerah Aceh dan Makassar (Ujung Pandang).
Terjadinya perusakan dan atau pembakaran Gereja sering dikemukakan oleh oknum-oknum maupun tokoh masyarakat sebagai dasar balasan dosa atas peristiwa kerusuhan di Timor-Timur pada permulaan tahun 1996 . Yang sebenarnya terjadi adalah permasalahan antara suku pendatang dan penduduk asli Timor-Timur, yang membawa dampak pada proses marginalisasi masyarakat Timor-Timur dalam segala bidang, yaitu sosial, politik, agama dan budaya. Yang dirusak pada waktu itu satu Surau (Masjid) dan satu Gereja Protestan. Jelas bahwa situasi Timor-Timur tidak dapat dijadikan alasan yang rasional, karena masalah utamanya adalah budaya dan politik, bukan agama.
Tabel 1.
Periode |
Jumlah |
Persentase(%) |
Rata-rata/tahun |
1945-1954 |
0 |
0 |
0 |
1955-1964 |
2 |
0 |
0.2 |
1965-1974 |
46 |
13 |
4.6 |
1975-1984 |
89 |
24 |
8.9 |
1985-1994 |
132 |
35 |
13.2 |
1995-1997 |
105 |
28 |
52.5 |
Total |
374 |
100% |
|
Pada tahun 1965 s/d 1974 (10 tahun) terjadi pengrusakan 46 Gereja atau rata-rata 4,6 gedung Gereja yang dirusak per tahun. Kemudian antara tahun 1975 s/d 1984 (10 tahun) jumlah Gereja yang dirusak meningkat 89 buah atau rata-rata 8,9 per tahun. Demikian pula antara tahun 1985 s/d 1994 (10 tahun) terjadi peningkatan 2 x lipat dari jumlah sebelumnya, yaitu 132 buah atau rata-rata 13,2 per tahun. Dan dalam 2 tahun terakhir, 1995-1997 (2 tahun), terjadi peningkatan yang sangat mencolok dimana jumlah Gereja yang dirusak menjadi 105 buah atau rata-rata 52,5 per tahun (lihat Tabel 1). Bila dihitung dalam kurun waktu 10 tahun yang akan datang (1995 s/d 2004), apakah mungkin bisa terjadi lagi peristiwa perusakan Gereja yang jumlahnya mencapai 300 buah gedung Gereja?
Hingga 1 Juli 1997, telah terjadi penutupan, perusakan dan pembakaran 374 Gereja. Perusakan tersebut diatas, belum termasuk perusakan rumah ibadah agama lain seperti Vihara maupun fasilitas Pemerintah, swasta dan fasilitas umum.
Tabel 2.
Propinsi |
Jumlah |
Persentase(%) |
1.Jatim |
104 |
27 |
2.Jabar |
82 |
22 |
3.Jateng |
47 |
13 |
4.Sulsel |
36 |
11 |
5.Kalimantan |
30 |
5 |
6.DKI Jaya |
21 |
5 |
7.Sumut+Aceh |
12 |
4 |
8.DI. Yogya |
10 |
3 |
9.Sumsel+Lampung |
7 |
2 |
10.Bali |
5 |
2 |
11.Sulut |
2 |
1 |
12. Daerah Lain |
18 |
5 |
Sejak 1996 terjadi beberapa peristiwa yang sangat mencolok :
Menurut Sebaran daerah terjadinya kerusuhan tersebut, propinsi Jawa Timur mendudki tempat teratas. Jumlah Gereja yang rusak, yaitu sebanyak 104 (28%), kemudian menyusul Jawa Barat 82 (22%), Jawa Tengah 47 (11%), Sulawesi Selatan 36(11%) dan seterusnya. (Lihat Tabel 2 dan Gambar 3).
Sedangkan perkembangan perusakan gedung Gereja dalam 4 bulan terakhir, yaitu bulan Maret sampai dengan akhir Juni 1997 menunjukkan angka yang terus meningkat. Per 1 April 1997 tercatat 327 gedung Gereja yang dirusak massa, jumlah ini terus meningkat pada bulan berikutnya: per 1 Mei 1997 bertambah menjadi 330 gedung Gereja yang dirusak massa, per 1 Juni 1997 tercatat 358 gedung Gereja yang dirusak massa dan terakhir pada tanggal 1 Juli 1997 jumlah keseluruhan gedung Gereja yang rusak sebanyak 374 buah (lihat gambar 4). Adapun nama-nama Gereja yang dirusak dapat kita lihat pada laporan peristiwa-peristiwa yang terjadi selama tahun 1997 pada halaman 7 dan 8.
Banyak orang bertanya, siapakah sebenarnya kelompok perusuh itu ? Dan siapakah sebenarnya otak penggerak kerusuhan-kerusuhan ? Seperti yang ditulis di surat-surat kabar serta isu yang beredar dimasyarakat, sebagai pemicu atau penyebab perusakan gedung Gereja tersebut adalah :
Menganalisis fakta dilapangan dan cara perusakan gedung gereja tersebut, maka alasan-alasan yang dikemukakan diatas terkesan mengada-ada dan tidak rasional, bahkan Pangab Jendral M. Faisal Tanjung (Kompas, 8 Januari 1997) menyatakan adanya aktor intelektual dibalik peristiwa- peristiwa perusakan tersebut diatas. Namun sampai sekarang belum ada pengadilan yang membuktikan pernyataan Pangab tersebut. Selain itu K.H. Abdurahman Wahid (Gus Dur) menyatakan bahwa peristiwa kerusuhan yang terjadi selama ini didanai sebesar 300 milyar rupiah dan uang tersebut ditanam disalah satu bursa saham di Jakarta (Jawa Pos dan Surya 11 Juni 1997).
Menyikapi peristiwa-peristiwa diatas dimana 374 rumah ibadah umat kristiani/gereja dibakar, dirusak dan diresolusi untuk ditutup disertai pula korban jiwa paling sedikit 20 orang hamba Tuhan/pemuka agama kristiani sebagai martir sejak tahun 1945 sampai dengan 1 Juli 1997, maka kita perlu mawas diri dan dengan rendah hati serta tulus kita harus mengakui bahwa umat kristiani Indonesia masih mempunyai banyak kekurangan dan kelemahan:
Marilah kita secara sadar, betul-betul sadar mau belajar dan terus belajar pada kelemahan dan kekurangan-kekurangan tersebut diatas serta mau memperbaikinya.
Marilah kita umat Indonesia Kristiani kembali bersatu didalam satu visi dan misi.
Marilah kita umat Indonesia Kristiani berjuang dan menjunjung tinggi martabat kemanusiaan serta senantiasa mengusahakan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Marilah kita umat Indonesia Kristiani berdoa agar Tuhan membimbing kita dalam perilaku hidup berbangsa dan bernegara sesuai dengan teladan sang Gembala Agung Yesus Kristus :
a. Saling mengasihi sesama manusia (Matius 22:39),
b. Berbuat baik kepada semua orang (Galatia 6 : 10),
c. Ramah terhadap orang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni (Efesus 4 : 32).
Marilah kita umat Indonesia Kristiani bangkit dari rasa takut karena mengalami intimidasi, penghinaan dan penindasan serta tetap teguh dan percaya akan kebenaran dan janji Tuhan.
Hai umat Indonesia Kristiani janganlah engkau membalas kejahatan dengan kejahatan tetapi balaslah kejahatan dengan kebaikan (Roma 12 : 21). Jangan Engkau membalas perbuatan orang-orang itu yang membenci Dia tetapi Tuhan sendirilah (Ulangan 7 : 10, Mazmur 99 : 8, Roma 12 : 19). Berkatilah siapa yang menganiaya kamu, berkatilah dan jangan mengutuk (Roma 12:14)