Tempat forum dan tanggal:
indonesian-christian-sfu@sfu.ca (jalur internet)
Desember 1994 - April 1995
CONTENT
=======
I. Terjadinya Dialog
II. Kenapa Perlu Dialog?
III. Agenda Dialog
IV. Peserta Dialog
V. Jalannya Dialog
VI. Sikap ICF
VII. Sikap IFGF
VIII. Sikap "non-blokers"
IX. Akhir Dialog
Lampiran A. Data Fresno, California
Lampiran B. Data Seattle, Washington
Lampiran C. Data Boston, Massachussets
Lampiran D. Data Purdue, Indiana
Lampiran E. Data Houston, Texas
Lampiran F. Data Austin, Texas
Lampiran G. Data Permias Boston
Lampiran H. Data Permias Madison
Lampiran I. Universitas - Yohannes Somawiharja
Lampiran J. Peran ICF - Yohannes Somawiharja
Lampiran K. Pelayanan Kampus Di Amerika - Kie Eng Go
Back to Archives
Dialog ini terjadi pada waktu
adanya concern dari beberapa teman Kristen di Boston, khususnya
dari Darmadi Darmawangsa (ICF) dan Benny Tjahjono (IFGF), terhadap
kasus "clash" antara beberapa rekan Islam di permias
Boston dengan rekan-rekan IFGF-Boston. Kasus Boston ini terjadi
sekitar fall 1994. Dalam kasus ini terjadi suatu "protes"
yg vokal dari warga Islam di Boston terhadap pengumuman-pengumuman
IFGF liwat jalur Permias-net lokal di Boston; pihak Islam merasa
pengumuman yg diajukan di jalur permias-net agak kurang pada tempatnya.
Sedangkan dari pihak IFGF-Boston, cara tanggap yang diberikan
pada waktu suasana "panas" ini terjadi, baik dari para
pekerja lapangan di Boston maupun oleh Pdt "pembimbing"
di NY, dapat dinilai sangat tidak dewasa dan tidak cepat-tanggap.
Akibatnya terjadilah beberapa peristiwa-peristiwa lanjutan yang
negatif, termasuk adanya ancaman fisik dari rekan di Permias liwat
jalur pribadi kepada Benny Tjahjono. Akibat lainnya yang sungguh
perlu disesalkan, yi sempat terjadi polarisasi di antara warga
permias di Boston sendiri, khususnya yang meng-escalate menjadi
SARA. Sebagaimana biasanya kalau masalah seperti ini tidak ditangani
dengan baik dan cepat dan dewasa, maka secara otomatis dan natural
terjadi garis tebal yg memisahkan dan mengkotakkan masyarakat
ke dalam kotak-kotak agamanya, dhi Islam dan Kristen; padahal
ini semata-mata hanya ulah dari beberapa orang IFGF-Boston yg
kurang peka terhadap lingkungan masyarakat kampus. Yang juga
cukup memprihatinkan, adanya berita bahwa Pdt pembimbing IFGFBoston,
yi Pdt Daniel dari IFGF New York, melaporkan kasus ini ke KJRI
NY. Hal ini sungguh memperlihatkan cara penyelesaian yang tidak
dewasa, malah kasus lokal yang seharusnya dapat diselesaikan secara
lokal, bisa menjalar menjadi kasus yang lebih luas, bahkan dengan
kemajuan internet networking kasus ini bisa menjalar menjadi masalah
yang sangat besar.
Pihak IFGF merasa bahwa adalah hak mereka dalam negara yang bebas
ini untuk menyuarakan apa yang mereka percayai dan imani, asal
tidak melanggar "norma-norma hukum" yang berlaku. Esensi
dan eksistensi iman Kristen adalah komitmen pada Injil Kristus
yang sepenuh, tanpa sedikitpun atau setitikpun berkompromi pada
pressure dari dunia.
Banyak masyarakat Kristen lainnya, baik di Boston maupun di kampus
lainnya, yang tidak setuju dengan pola pendekatan IFGF-Boston
ini, bahkan melihatnya sebagai tindakan yang "arogan"dan
bahaya, khususnya telah mengakibatkan suatu polarisasi antara
masyarakat Indonesia sendiri. Dalam kemajuan dunia komunikasi
modern saat ini, kasus-kasus lokal seperti ini, tidak lagi bisa
dianggap spele bahkan ter-"isolated". Dampak-dampak
polarisasi seperti ini akan sungguh merugikan negara dan bangsa
kita, khususnya dalam menghadapi tantangan era Industrilisasi.
Hak dan kewajiban adalah bagaikan satu coin yang bersisi dua.
Memang sebagai manusia, apalagi dalam suatu alam kehidupan budaya
yang maju dan modern seperti di Amerika ini, hak-hak manusia mempunyai
arti nilai hukum yang unik dan kuat. Namun dalam hak-hak tsb.
juga tersirat suatu tanggung jawab kewajiban yang sama pentingnya
untuk diperhatikan dan dipraktekkan dalam hidup seharihari, apalagi
kalau tanggung jawab kewajiban itu ditaruh dalam konteks budaya
Indonesia dan warna iman Kristiani.
Karena kasus Boston inilah, dialog di sfu-net ini terjadi. Pada
mulanya dari pihak IFGF, hanya sdr. Benny Tjahjono saja yang ikut
dalam dialog ini. Sejak awal sdr. Benny menyatakan bahwa karena
posisinya dengan IFGF, yi ybs. bukan anggota gereja IFGF secara
resmi walau dia melayani secara aktif disana, apa yang dinyatakan
tidak bisa dianggap mewakili IFGF.
Sekitar awal tahun 1995, di jalur fica-net terjadi dialog yang
terpisah ttg IFGF. Singkatnya, dialog di fica-net digabungkan
dengan dialog di sfu-net ini.
Atas bantuan dan kerjasama dari rekan-rekan Kristen di sfu (Simon
Fraeser University, Burnaby Canada) dan khususnya dari sdr. Semmy
Littik, maka dialog ICF dan IFGF ini bisa berlangsung.
II. KENAPA
PERLU DIALOG?
Kalau diperhatikan lebih lanjut tindak
tanduk masuknya group Kristen yang bernama IFGF di kampus-kampus
di Amerika Utara ini, ternyata peristiwa di Boston bukanlah masalah
yang terisolasi, karena memang pernah sempat terjadi banyak kasus
di kampus-kampus lain yang disebabkan oleh group IFGF, yang mana
sempat menimbulkan kerusuhan dan keresahan baik dalam komunitas
Kristen sendiri, maupun dalam komunitas kampus secara umum. Bahkan
pattern semacam ini kelihatannya memang sudah ada sejak IFGF berdiri
pada tahun 1980 di Fresno, California (silakah baca LAMPIRAN A).
Berdasarkan data-data yang tercatat dalam bagian LAMPIRAN, jelas
terlihat bahwa ada initiatif-initiatif lokal yang ditujukan untuk
memperbaiki atau meredakan kerusuhan dan keresahan lokal, khususnya
dari pihak-pihak ICF. Dan terlihat jelas dari data yang terlampir
itu, bahwa tanggapan-tanggapan dari pihak IFGF selalu bersifat
"tidak mau tahu" atau "Aku punya hak" atau
"Ini caraku" dslb. Dengan kata lain, pihak IFGF sulit
untuk diajak berdialog dan berkomunikasi dengan akal sehat, khususnya
dalam membicarakan hal yang fokus pada issue atau permasalahan
yang sebenarnya. Akibat dari kegagalan-kegagalan rekonsiliasi
lokal, mau tidak mau berita kerusuhan ini tersebar luas, baik
diantara kalangan ICF-ICF di kampus-kampus, maupun diantara komunitas
Indonesia umum lainnya. Ketegangan ini sungguh dirasakan tidak
sehat dan tidak baik, bahkan bisa dengan mudah dijadikan alasan
untuk memulai ketegangan berikutnya yaitu ketegangan antara denominasi-denominasi,
jelasnya antara karismatik dan non-karismatik. Bahkan beberapa
kali memang sudah tampak kecenderungan-kecenderungan yang kayaknya
disengaja untuk mengkeruhkan usaha-usaha dialog kearah denominasi
dan praktis doktrin gereja. Dengan kata lain, sudah terbukti
adanya kecenderungan yg seakan direkayasa oleh beberapa orang,
untuk menjebak umat di kampus agar masuk dalam kotak-kotak "karismatik"
dan kotak "non-karismatik". Ini merupakan suatu hal
yang akan sangat merugikan kesatuan umat Kristen, khususnya dalam
kampus di Amerika Utara.
Bahkan kibat lainnya yang jelas tampak dan bisa semakin parah,
yaitu terjadinya polarisasi atau SARA dalam masyarakat Indonesia
secara umum. Yang jelas suda ada bukti-bukti dimana "muka"
umat Kristen secara menyeluruh sudah dicoreng dengan terjadinya
kerusuhan-kerusuhan IFGF dan ICF di kampus-kampus di Amerika (misalnya
baca kasus Seattle, LAMPIRAN B).
Dengan segala macam keramaian di atas tsb, dan sikap yg dinilai
kurang sigap tanggap bahkan kurang bertanggung jawab dari pihak
IFGF, serta kesadaran akan pentingnya kehidupan yg rukun diantara
komunitas Indonesia dalam kampus dengan segala macam aspek-aspek
yang ada (termasuk aspek-aspek masa mendatang pada waktu pelajarpelajar
ini kembali ke Indonesia), jelas bahwa suatu dialog yang terbuka
sangat diperlukan. Jelas diperlukan suatu dialog yang bisa melibatkan
seluruh pihak yg berkepentingan (khususnya pimpinan atas dan lapangan
IFGF). Jelas diperlukan suatu dialog yang bisa menelaah kasus-kasus
yang ada agar bisa dipelajari, bukan untuk mencari siapa yang
"salah" atau "benar", melainkan untuk mencegah
kekeruhan dan keresahan di waktu mendatang. Bahkan terlebih lagi,
secara bersama antara ICF dan IFGF bisa terjadi suatu hubungan
dimana pelayanan ladang kampus bisa dilayani dengan secara konstekstual,
yaitu pelayanan yang berfokuskan pada kebutuhan dan keberadaan
kampus di Amerika Utara, tanpa mengurangi nilai-nilai mendasar
dari Firman Tuhan serta panggilan Injil-Nya. Dengan gagalnya
dialog-dialog dalam tingkat lokal bahkan tingkat regional (pernah
terjadi dialog antara pemimpin-pemimpin IFGF di Southwest USA
dengan pekerja-pekerja ICF di Texas, spring tahun 1994), jelas
bahwa akan tiba waktunya secara default, akan terjadi dialog tingkat
nasional, bahkan dengan kemajuan teknologi, kali ini terjadi dialog
tingkat global.
III. AGENDA
DIALOG
Adapun agenda dari dialog di sfu-net
ini terdiri dari 2 hal:
1. Etiket pelayanan kampus di Amerika
2. Menjaga kedamaian di ladang kampus di Amerika
Secara umum, pihak-pihak yang bersitegang adalah pihak IFGF yang
berwarnakan Karismatik dengan pihak ICF yang bersifat interdenominasi,
selalu ada kecenderungan untuk menjadikan dialog ini berputar
dan berfokus pada isssue-issue karismatik dan nonkarismatik.
Jadi harap ditekankan dan diperjelas bahwa agenda dari dialog
ini adalah kedua hal diatas tsb., bukan soal doktrin suatu gereja
atau denominasi.
IV. PESERTA
DIALOG
Pada dasarnya peserta dialog dibagi
dalam 3 kategori: IFGF, ICF, dan Non-blok. Sekali lagi perlu
diingat bahwa ICF adalah organisasi pelayanan mahasiswa/i di Kampus
yang bersifat interdenominasi (termasuk ada rekan-rekan karismatik
di dalam ICF) dan bukan suatu wadah gereja.
Daftar nama peserta diskusi di indonesian-christian-sfu@sfu.ca:
IFGF:
1. Hendra Tambunan - San Fransisco, California
(mengundurkan diri sebelum dialog berjalan jauh)
2. Benny W. Tjahjono - Boston, Massachussets
3. Lanny Tjandra - Boston, Massachussets
(mengundurkan diri ditengah dialog)
4. David Trisna - Houston, Texas
(mengundurkan diri ditengah dialog)
5. Agus Prihardjo - Pekan Baru, pindah ke San Fransisco
6. Danny Hanafi - Los Angeles, California
(tidak pernah memperkenalkan diri dan terpaksa dicabut
namanya dari list.
7. Muliady - Purdue, Indiana
ICF:
1. Richard Saudale - Houston, Texas
2. Matius Ho - Madison, Wisconsin
3. Andri Sianipar - Madison, Wisconsin
(mengundurkan diri pada waktu dialog menyepi)
4. Yohannes Somawiharja - Columbus, Ohio
5. Darmadi Darmawangsa - Boston, Massachussets
6. Rina Djohari - Purdue, Indiana
7. Jurianto Joe - Madison, Wisconsin
8. Antony Parulian - College Station, Texas
9. Darwin Anwar - Minneapolis, Minnesota
10. Edwin Sutanto - Madison, Wisconsin
11. Joedi Sunjaya - College Station, Texas
12. Kie Eng Go - Dallas, Texas
13. Kent Suryadinata - Madison, Wisconsin
14. Dipowarga Wirawan - Ames, Iowa
15. Melita Kitting - Purdue, Indiana
16. Sendjaya - Seattle, Washington
17. Leo Rijadi - Purdue, Indiana
18. Yulie Iliadi - Minneapolis, Minnesota
19. Audy Sunarya - Seattle, Washington
20. Cindy suminar - San Diego,California
21. Henry Gerung - Madison, Wisconsin
22. Renata Rehardjo - San Diego, California
23. David Hadiprijanto - Seattle, Washington
24. Vivy Alimin - Seattle, Washington
25. Yenny Sukarta - Seattle, Washington
Non-Blok:
1. Semmy Littik - Van Couver, British Columbia
2. Daroedono - Nashville, Tennessee
3. Heintje Lukas - Van Couver, British Columbia
4. Andreas P. Adi - Kiryu City, Japan
5. Togu Manurung - Madison, Wisconsin
6. Peter Khumara - Amherst, Massachusetts
7. Theodorus Aristanto - Columbia, Missouri
8. Edward Purba - Stillwater, Oklahoma
9. Kim-Fu Lim - Seattle, Washington
10. Agung Widiadi - Champaign, Illinois
11. Paulus Irawan - Misato-shi, Saitama-ken Japan
12. Stefanus Moniaga - Los Angeles, California
13. Raymond Teguh - Ypsilanti, Michigan
14. Edy Susilo - Austin, Texas
15. Sunny Hanafi - Seattle, Washington
16. Jonathan Winata - Houston, Texas
V. JALANNYA
DIALOG
Harus diakui bahwa khususnya dalam
budaya Kristen Indonesia, percakapan mengenai denominasi merupakan
hal yang seringkali peka. Kepekaan ini menjadi sedemikian rupa
sehingga seringkali membuat percakapan dalam topik yang tidak
ada hubungannya dengan denominasi bisa menjadi keruh karena terbawa
masuk dalam kotak-kotak denominasi.
Dialog antara ICF dan IFGF, sebenarnya sudah terjadi beberapa
kali, baik dalam setting lokal dan tidak formal, maupun dalam
setting yang lebih "formal". Dialog melalui jalur internet
ini bisa dilihat sebagai suatu tangga klimaks, yaitu sudah terjadi
"dialog-dialog" di tempat lokal yang mencoba mengatasi
masalah kekeruhan antara ICF dan IFGF (misalnya di Seattle, Houston,
Purdue, Boston), kemudian pernah juga terjadi dialog sedikit "formal"
di Dallas antara beberapa pimpinan atas dari IFGF dengan pekerja-pekerja
ICF di Texas (yang mungkin bisa dilihat sebagai suatu dialog regional),
dan kemudian terjadi dialog yang bersifat global melalui jalur
internet ini.
Setelah melalui beberapa banyak dialog seperti itu, seharusnya
kelajuan dan topik bahasan dalam dialogpun bisa membaik dan
lebih produktif. Namun, itu bukan merupakan kenyataan yang terjadi.
Isi dan kader dialog tidak makin membaik, bahkan bisa dikatakan
makin memburuk.
Dalam dialog di Dallas, Spring 1994, jalan dialog dirasakan sangat
meng-frustrasikan bagi pekerja-pekerja ICF di Texas, karena sikap
para pemimpin IFGF yang tidak memperdulikan "keluhan-keluhan"
yang disampaikan. Setiap keluhan yang disampaikan, selalu ditanggapi
dengan jawaban - betapa baik dan mapannya program IFGF, khususnya
bisa dilihat dari IFGF di Los Angeles.
Juga dalam dialog di Dallas, terlihat bahwa dari pihak IFGF, dialog
banyak didominan oleh bapak Pdt. Paul Tan (Direktur IFGF untuk
Amerika Utara). Entah ini memang merupakan budaya "timur",
dimana hak "bersuara" ada pada sang ketua atau bagaimana,
kurang jelas.
Pada dialog di sfu-net ini, terlihat adanya pattern-pattern yang
hampir sama dengan dialog di Dallas tsb. Mungkin bisa dilihat
dari dua faktor: Isi dialog dan Pengisi dialog.
1. Isi dialog
Jelas bahwa tujuan dari dialog di sfu-net sudah diuraikan
dan disampaikan dari awal (III. AGENDA DIALOG). Namun dari pihak
IFGF, dari awal dialog ini, selalu ingin mengalihkan agenda dialog
pada issue-issue yang bukan merupakan agenda yang disepakati.
Bahkan lebih mengejutkan lagi, bapak David Trisna ingin mengeruhkan
dialog menjadi issue karismatik melawan non-karismatik, yaitu
dengan melemparkan issue-issue "Charismatic cleansing",
menuduh bahwa ICF adalah wadah yang ingin mengusir teman-teman
karismatik.
Sulit untuk mendapat tanggapan dari pihak IFGF yang berfokus
pada agenda dialog. Dari tuduhan tentang adanya "charismatic
cleansing", disusul dengan tuduhan bahwa pekerja ICF sama
serupa dengan kaum "Farisi", disusul dengan ajakan memilih
wakil juru runding dari pihak ICF dan IFGF; sementara itu diselingi
dengan banyak tulisan-tulisan yang berusaha mempropagandakan agenda
pelayanan IFGF yang tidak ada hubungannya dengan agenda dialog
ini.
2. Pengisi dialog
Dari pihak ICF, kebebasan bersuara dan menyampaikan pendapat
dan pikiran berjalan dengan lancar dan bebas. Karena memang ICF-ICF
di Amerika bukan suatau lembaga yang satu dan ada dibawah
satu bendera, melainkan wadah-wadah pelayanan yang bebas dan otonom.
Sementara itu kebebasan bersuara dari setiap anggota ICFpun sangat
bisa dirasakan.
Sebaliknya dari pihak IFGF, yang bersuara hanya beberapa orang
saja, bahkan hanya 2 orang, yaitu bapak David Trisna dan bapak
Agus Prihardjo. Sementara itu peserta dialog dari IFGF lainnya
pasif, dan ada beberapa yang mengundurkan diri dari ruang dialog.
Melihat kembali dialog di Dallas dan di sfu-net ini, jelas terlihat
akan adanya suatu pattern dialog yang hampir sama. Yang masih
tidak jelas, apakah hal ini memang disengaja atau terjadi dengan
natural. Namun yang jelas, jalan dialog yang seperti ini tidak
akan menghasilkan buah apa-apa, bahkan akan menaruh IFGF dan ICF
pada kubu-kubu yang makin saling berlawanan dan "bersaing",
yang mana merupakan hal yang tidak sehat dan tidak Kristiani.
VI. SIKAP
ICF
Karena keberadaan ICF yang mandiri
dan otonom dari satu ICF ke ICF lainnya, sebetulnya pada awalnya
tidak ada sikap anti terhadap IFGF. Yang menjadi masalah dan
dirasakan dengan sangat natural oleh ICF-ICF di kampus-kampus
di Amerika Utara, adalah CARA-CARA methode pelayanan yang dilakukan
oleh kelompok IFGF. Karena banyak kali dimana saja IFGF memulai
pelayanannya (khususnya pada kurun waktu sebelum pernah ada dialog2
yg terbuka terjadi), hampir selalu kelompok pelayanan ICF terpolarisasi,
dan menjadi kurban, bahkan masyarakat Indonesia setempatpun seringkali
terbawa dalam arus "panas emosi". (Memang kekeruhan
ini makin mengurang, khususnya pada waktu kasus-kasus ini mulai
di-expose dan dibicarakan dengan lebih terbuka diantara ICF yang
satu dengan ICF yang lain).
Jadi kalau ingin diringkaskan, sikap ICF sangat peduli akan kekeruhan
dan polarisasi yang terjadi di kampuskampus (baik antara kelompok
Kristen sendiri, maupun diantara masyarakat Indonesia pada umumnya).
Kepedulian ini seringkali menjadi sedemikian rupa, sehingga sering
tampak dan dirasakan bahkan diartikan sebagai sikap yang "arogan"
dan kasar atau "menghakimi", khususnya oleh mereka-mereka
yang tidak mengetahui konteks bahkan tidak merasakan secara langsung
getirnya bila berada dalam situasi yang sebenarnya.
Dalam sikap yang sering diartikan "kasar" ini, ICF masih
ingin tetap mencari jalan keluar agar kekeruhan tidak perlu terjadi
lagi di kampus-kampus, dan sebaliknya yaitu kasih karunia Kristus
bisa dirasakan kedamaiannya dalam kampus-kampus. Selain dari
initiatif untuk terus membuka dialog dengan kelompok IFGF, dalam
sikap kepeduliannya terhadap pelayanan kampus, beberapa ICF sudah
mulai mengadakan diskusidiskusi kelompok dalam topik: Kehadiran
Gereja Indonesia di Kampus di Amerika - Pro dan Contra.
VII. SIKAP
IFGF
Agak sulit untuk bisa menyimpulkan
sikap IFGF dalam semua kasus ini, khususnya karena seakan-akan
adanya suatu hal yang "misterius" dari para pimpinan-atas
IFGF untuk mau berkomunikasi berdialog terbuka dengan kelompok
lain (walau mungkin kelompok tsb. berada dalam posisi yang ber-"oposisi").
Yang mungkin bisa disimpulkan adalah adanya pattern-pattern yang
jelas tampak.
1. Kepedulian
Dari dialog di sfu net ini, terlihat adanya sikap yang kurang
peduli dari para pemimpin atas dan para pekerja lapangan IFGF
terhadap kasus-kasus kekeruhan yang terjadi. Berulang kali undangan
kepada para pemimpin-pemimpin key,
baik di pusat maupun di lapangan, untuk berpartisipasi dalam dialog
ini dikirimkan, namun undangan-undangan tsb. tidak pernah ditanggapi.
Bahkan beberapa peserta dari IFGF ada yang mengundurkan diri
dari dialog ini. Sikap seperti ini mencerminkan sikap yang tidak
peduli akan lingkungan, apalagi mengetahui bahwa keberadaan lingkungan
itu ada kaitannya dengan ulah-ulah IFGF sendiri. Bahkan sikap
seperti ini, seolah-olah mencerminkan sikap yang tidak menghargai
"sejarah", yaitu apa yang terjadi kemarin sudah liwat
dan sudah terjadi, tidak ada yang bisa dilakukan untuk menghilangkan
noda-noda yang ada; yang penting adalah saat kini.
2. Arogansi
Selanjutnya yang cukup jelas terjadi akibat dari sikap kurang
peduli tsb., adalah adanya sikap arogansi. Seakan-akan tercermin
bahwa IFGF tidak takut pada manusia, tapi hanya bertanggung jawab
pada Tuhan. Sikap ini bisa terlihat dalam data-data lapangan
yang terlampir, dan bahkan juga kasus-kasus yang melibatkan IFGF
dengan Permias misalnya. Dengan sikap yang seperti ini, seringkali
yang dituntut adalah penuntutan HAK, bukan kesadaran akan KEWAJIBAN
dan TANGGUNG JAWAB (khususnya sebagai manusia Kristen Indonesia).
Sedangkan sikap IFGF terhadap keberadaan ICF sendiri, bisa disimpulkan
dari pernyataan bapak Pdt. Paul Tan selagi berdialog di Dallas,
Spring 1994; yaitu IFGF tidak mengakui kevaliditasan pelayanan
ICF, pelayanan ICF akan macet dan tidak kemana-mana, tidak bertumbuh.
Dari pernyataan itu sendiri, bisa disimpulkan dengan gamblang
dan jelas bahwa IFGF mempunyai justifikasi yang jelas (bahkan
diartikan justifikasi yang Alkitabiah) untuk "berdiri"
diatas ICF. Dalam dialog di sfu-net ini, pernyataan dari bapak
Pdt. Paul Tan itu coba "diperlunak" artinya (melalui
tulisan-tulisan pak David Trisna misalnya), tapi kalau ditelaah
dan dipelajari data-data di sfu-net ini, jelas bahwa implikasi
yang ada masih sama saja. Akan sangat menarik sekali kalau bapak
Pdt. Paul Tan mau melanjutkan dialog tsb. (sayang bapak Pdt.
Paul Tan tidak hadir di sfu-net).
VIII.
SIKAP NON-BLOKER
Non-bloker disini adalah teman-teman
peserta di sfu-net yang menyatakan diri tidak berafiliasi dengan
ICF ataupun dengan IFGF, dan semua menyatakan diri sebagai orang
Kristen. Kategori Non-bloker ini memang tidak begitu jelas, karena
memang ada peserta yang sama sekali asing dan tidak mengenal apa
itu ICF atau IFGF, tapi memang juga ada peserta yang bisa dikategorikan
peserta dari ICF maupun IFGF. Mungkin paling tidak Non-bloker
ini bisa diartikan, selain mereka yang sama sekali tidak terlibat
pada ICF atau IFGF, adalah juga
mereka yang merasa tidak penting mengidentifikasikan dirinya dengan
ICF atau IFGF.
Secara umum, sikap Non-bloker dalam dialog di sfu ini adalah sebagai
observan saja. Mereka ingin hadir dalam dialog ini, selain ignin
tahu, curious, juga ada sikap concern terhadap kerusuhan antara
kalangan Kristen sendiri. Kehadiran para Non-bloker amat penting
dan berguna dalam dialog ini:
1. Membangun sikap kehati-hatian yang tidak langsung kepada para
peserta yang aktif berdialog, dimana ada "pihak ketiga"
yang mengikuti dialog.
2. Membuat para peserta dialog lebih sadar bahwa sesungguhnya
arena dialog ini sudah bersifat global, tidak lagi lokal ataupun
regional. Dampak psikologis dari ini amat sangat penting, sama
halnya dengan point nomor 1 di atas.
3. Terlihat bahwa para Non-bloker tidak merasa sebagai orang luar
dalam dialog ini, melainkan ada suatu suasana bahwa mereka juga
bagian dari dialog ini. Hal ini juga amat penting peranannya
secara psikologis.
4. Tidak sungkan para Non-bloker berpartisipasi dalam dialog (sebagai
verifikasi dari point 3 di atas), dengan membantu memberikan data,
atau memberikan kata-kata damai, atau mengajukan himbauan dlsb.
Tentang bagaimana sikap akhir para Non-bloker terhadap dialog
ini, bukan merupakan bagian dari agenda dialog ini, yaitu mencoba
mempengaruhi atau mempolarisasi lebih jauh komunitas Kristen lainnya.
IX. AKHIR
DIALOG
Mungkin ada sekitar 500 email atau
bahkan lebih, yang sempat terkirim selama dialog ini berlangsung.
Banyak ragam isi tulisan dan pikiran serta hasrat hati yang tersirat
dalam email -email tsb., ada yang bernada tuduhan, ada yang bernada
cacian, ada yang bernada wejangan, ada yang berupa polemik, ada
yang berupa pengajaran, ada yang berupa sindiran, ada yang berupa
teguran, ada yang berisi peringatan, ada yang berisi hiburan dan
nasihat dst.
Memang dialog ini akan berakhir suatu waktu, dan mungkin disinilah
saat yang baik untuk dialog ini diakhiri. Setelah melihat adanya
pattern yang hampir sama dengan dialog IFGF-ICFTX di Dallas, terlihat
bahwa dialog di sfu-net ini tidak akan mampu menghasilkan resolusi-resolusi
bersama atau bahkan suatu pikatan understanding antara IFGF dan
ICF-ICF. Daripada tulisan-tulisan yang muncul akan terus membakar
sumbu emosi dan kesabaran setiap peserta, ada baiknya dialog di
sfu-net ini diakhiri saja. Sejak dari awal, berbagai macam ajakan
dan harapan agar para pemimpin atas dari IFGF bisa berpartisipasi
dalam dialog ini, disampaikan oleh para peserta dialog. Dengan
baik hati pak David Trisna (salah satu pemimpin IFGF dari Houston)
bersedia untuk berpartisipasi dalam dialog ini. Partisipasi pak
David dalam dialog ini sangat penting, khususnya mengingat tidak
banyak pemimpin IFGF yang menanggapi ajakan berdialog, dan juga
posisi pak David dalam badan keorganisasian IFGF tampaknya lumayan
berpengaruh.
Setelah dialog mulai berjalan dan aktif, tulisan mulai ramai mengisi
jalur sfu-net, ternyata mulai tampak jelas dan cukup mudah terbaca
cara-cara berdialog yang ingin dilakukan oleh pihak IFGF (khususnya
melalui pad David; walau pak David menyatakan bahwa ybs. hanya
mewakili IFGF-Houston). Pada dasarnya cara-cara itu adalah membelokkan
tujuan dialog dari agenda awalnya, yang dengan bersamaan diisi
dengan cara-cara yang mencoba mengkotak-kotakkan peserta dialog
dalam berbagai macam kotak: kotak karismatik dan non-karismatik,
kotak pelayanan Injil yang ikut-ikutan dan yang aktif, kotak gereja
dan non-gereja. Usaha pengkotak-kotakan itu bisa tercium oleh
peserta-peserta dialog dan tidak membuahkan apa-apa. Dengan kata
lain peserta masih ingin dialog berpacu dalam agenda awalnya.
Akhirnya kotak yang paling akhir yang diajukan oleh pak David
adalah kotak IFGF dan ICF, yaitu permintaan agar dialog ini bisa
berjalan, lebih baik dipilih seorang JURU RUNDING dari pihak
IFGF dan seorang JURU RUNDING dari pihak ICF. Pemilihan seorang
juru runding dari pihak IFGF tidak akan ada masalah, karena IFGF
suatu wadah yang menyatu dengan pola kepemimpinan atasnya yang
jelas otoritasnya. Sedangkan dari sisi ICF, pemilihan seorang
juru runding tidaklah mudah, karena ICF dari satu kampus ke kampus
lainnya merupakan wadah yang terpisah dan independent. Bukan
itu saja, para peserta dialog dari ICF dengan tegas menyatakan
bahwa mereka tidak mau dan tidak merasa perlu diwakili hanya oleh
seorang juru runding; hak suara mereka dan kebebasan menyatakan
pikiran mereka dalam issue dan agenda dialog ini merupakan bagian
dari hak kebebasan mereka untuk berpendapat.
Pak David menekankan bahwa sejauh itu dialog tidak pernah berjalan
dengan produktif, selalu penuh dengan "sikutan-sikutan",
karena itu penting untuk dipilih seorang juru runding. Sementara
itu pihak peserta-peserta ICF menyatakan bahwa "keruhnya"
jalan dialog saat itu, dikarenakan tulisan2 dari pak David dan
pak Agus yang tidak ada hubungannya dengan agenda dialog. Sedangkan
kalau pihak IFGF berani menjaga dirinya untuk hanya membahas agenda,
jalan dialog tidak akan simpang-siur, demikian tanggapan peserta-peserta
ICF.
Kegagalan pak David dalam memasukkan peserta dialog dalam kotak
IFGF dan ICF, disusul dengan pernyataan pengunduran diri pak David
dari ruang dialog, dengan alasan kesibukan tugas dan pelayanan;
hal inipun sudah terlebih dahulu tertebak oleh peserta dialog,
yang sebetulnya tidak berpihak ke ICF atau IFGF, dan dinyatakan
dengan terbuka di sfu.
Dengan pengunduran diri pak David, tanpa disadari terjadi suatu
kekecewaan yang besar diantara semua peserta dialog, khususnya
dari pihak ICF. Dan otomatis semangat berdialog punah dalam waktu
singkat. Akan menarik sekali kalau seandainya setiap peserta
dialog berani menuliskan kesimpulannya masing-masing secara garis
besar tentang dialog ini.
Sementara itu terdengar beberapa berita, bahwa sebetulnya dialog
ini memang diikuti oleh banyak orang, selain yang terdaftar langsung
di sfu-net. Bahkan ada sempat terdengar bahwa ada beberapa hamba
Tuhan yang juga tahu akan adanya dialog ini. Rupanya memang ini
merupakan issue yang cukup kritikal, tapi bagaikan suatu hot potato,
tidak ada yang berani menyentuhnya dan tidak ada yang berusaha
mengupas kulitnya, sehingga isinya bisa dipelajari dan disimak;
bahkan para hamba-hamba Tuhan yang tahu akan hal ini merasa lebih
baik berdiri sedikit jauh saja. Sikap yang tertera dalam paragraph
di atas merupakan sikap yang harus menjadi pemikiran kita bersama,
dan ini merupakan hal yang patut diprihatini. Seringkali, dalam
pelayanan Kristiani, ada kecenderungan untuk kita membuat simbol-simbol,
yang disengaja atau tidak, kita jadikan seperti suatu jimat.
Simbol-simbol itu "dijual" sedemikian rupa, sehingga
mempunyai kekuatan gaib yang hampir seperti jimat, yang sanggup
membekukan dan memuntulkan kemampuan berpikir dari kita. Misalnya,
beberapa simbol yang kita angkat dan kita jadikan jimat adalah
"kasih" dan "kesatuan". Memang Yesus dalam
kitab Yohanes pasal-pasal yang terakhir, menekankan bahwa pelayanan
para murid tidak akan membuahkan apa-apa, kalau pelayanan itu
tidak disertai dengan kasih dan kesatuan; dunia tidak akan bisa
mengenal kita sebagai murid Kristus kalau tidak ada kasih dan
kesatuan diantara kita. Prinsip kasih dan kesatuan ini seringkali
sudah dijadikan jimat, dimana umat Kristen menjadi takut untuk
berbeda pendapat, takut untuk "berdebat" dan berargumentasi
dengan akal sehat, mencoba secara objectif menelaah suatu issue
dan melihat bagaimana pelayanan Kerajaan Allah bisa lebih di-optimum.
Dimana ada perbedaan pendapat, atau perbedaan cara pandang, bahkan
perbedaan "doktrin", pada umumnya kita lebih memilih
untuk berdiam mulut. Seharusnya, adalah kewajiban dan tanggung
jawab umat Kristen terpelajar untuk berani membina pola berpikir
yang kritis dan positif. Berani melihat perbedaan sebagai suatu
ASET untuk bersatu dan untuk saling lebih mengasihi. Karena dengan
berani berbeda dan berani menelaah pendapat masing-masing, kita
bisa lebih mengenal satu dengan yang lain, dimana landasan suatu
hubungan bisa lebih kohesif dan menyatu. Dalam pola pikir seperti
ini tidak ada tempat untuk cara pandang yang selalu penuh dengan
KOTAK-KOTAK (PRIMORDIAL). Kasih dan kesatuan antara seorang karismatik
dan seorang non-karismatik baru bisa terjalin dengan baik, kalau
keduanya mau mengakui akan adanya perbedaan dan mau saling menghormati.
Sebaliknya adalah naif dan arogan kalau selalu berpikir bahwa
untuk mengasihi dan bersatu semuanya harus menjadi sama dengan
saya. Bukankah ini pola berpikir yang pernah diajukan oleh seorang
Jerman bernama Adolf Hitler. Selalu ada tempat untuk seorang
Calvinist dan Armeinist untuk melayani bersama, bergandengan tangan
di ladang pelayanan, dimana mereka masingmasing bisa tetap secara
"fanatik" dalam hatinya berpikir sebagaimana seorang
Calvinist atau Armeinist layaknya berpikir.
Kalau mengikuti perkembangan dari gerakan-gerakan Kristen dalam
masyarakat (khususnya di Amerika, dan memang ada tendensi pola
gerak di Indonesia banyak yang mengikuti pola gerak dari luar;
padahal Indonesia kaya dengan potensi untuk membuat pola gerak
pelayanan sendiri yg kontekstual), seperti ada suatu pattern
yang cukup tampak, yaitu adanya suatu keradikalan dalam bentuk
action dan perbuatan, tapi cukup rapuh dalam bentuk ideologi atau
basis dasar iman. Misalnya ini bisa diperhatikan dalam bebearpa
hal, yaitu aksi2 anti-aborsi yang semakin militant dan "kasar",
sampai pada hal-hal yang bersifat ibadah religius dalma gedung
gereja (dimana umat diajar, sadar atau tidak, untuk mengukur atau
menilai sesuatu "ajaran" hanya berdasarkan manifestasi2
tertentu saja; bagaikan suatu proses pembiusan dimana "akal
sehat" rohani dari seorang Kristen menjadi numb atau beku).
Padahal yang kita perlukan adalah umat Kristen yg berani radikal
dalam basis-basis pemikiran dasar iman, berani fanatik dalam hal-hal
yang berhubungan dengan conviction iman yang berdasarkan Alkitab,
tapi lembut dan bijak dalam hal action, sehingga proses penggaraman
masyarakat bisa terjadi dengan efektif. Sikap seperti ini, dikuatirkan
telah merapuhkan gereja-gereja Kristus, gereja yang "dangkal",
sensual; sedangkan yang kita perlukan adalah gereja yang berdiri
teguh pada conviction iman yang tegas, yang melahirkan agenda
dan pola pelayanan yang mengena dan Alkitabiah.
Pertanyaan yang kita patut tanyakan, apakah kita sudah sungguh
menjadi garam? Ini pertanyaan yang sederhana dan sering kita
dengar dalam khotbah2, tapi tidak pernah ada jawaban yang jelas,
atau laporan2 dan data-data yang positif. Coba kita renungkan
pertanyaan tsb., apakah kita sudah menggarami masyarakat kita?
Garam yang baik dan tepat pada porsinya akan menjadikan suatu
masakan enak disantap, tidak mengakibatkan orang menjadi brudreg.
Dalam bentuk pola pelayanan dimana domination dan kesuksesan diukur
berdasarkan jumlah dan luas teritori, khususnya dari suatu warna
wadah tertentu saja, yang akan timbul adalah pola pelayanan kaum
"elite" dimana tidak ada tempat bagi pelayan, yang ada
hanya kursi-kursi tahta bagi para "raja penguasa".
Sedangkan dalam pelayanan Kerajaan Allah selalu ada tempat bagi
seorang pelayan. Ternyata dialog ini sudah memakan banyak tenaga
dan waktu dan emosi dari begitu banyak orang, baik dari peserta
ICF, IFGF, maupun rekan-rekan yang tidak terikat pada ICF atau
IFGF. Ada baiknya rumusan dialog ini didokumentasikan, dan dijadikan
dokumen umum, dimana isi dan catatan yang ada bisa menjadi hikmah
kita semua, maupun pelayan-pelayan Tuhan lainnya dimana saja.
Semoga dari dialog yang sangat menggrogoti emosi ini, nama Allah
kita bisa tetap dimuliakan. Semoga kasih pengasihanan dan pengampunan
Allah dalam Yesus bisa memenuhi hati kita semua, sehingga ada
suatu keteduhan dalam hati kita masing untuk melangkah ke ladang
Tuhan yang masih perlu banyak pekerja. Semoga pihak ICF bisa
mendapat hikmah dan pelajaran yang baik dari dialog ini. Semoga
pihak IFGF bisa merenungi ulang catatan dalam dialog ini dan menerima
hikmahnya.
Sekian dan Tuhan berkati kita semua.
Penulis rumusan dialog,
Kie Eng Go
ego@msptest.sc.ti.com
Ditulis berdasarkan semua masukan email selama dialog berlangsung.
LAMPIRAN A.
DATA FRESNO, CALIFORNIA
ICF Fresno pada waktu tahun 1980
berjalan baik di bawah bimbingan Pdt. Phebe Poernomo (sekrg menggembalakan
GII Fresno). Kemudian datanglah beberapa orang pemuda dari Semarang
ke Fresno. Diantaranya Sdr. Billy Sindoro, Eddy, dan Jimmy Oentoro.
Mereka semua kemudian aktif melayani di ICF Fresno bersama Pdt.
Phebe.
Beberapa bulan kemudian mereka mengusulkan dan menawarkan untuk
mengadakan KKR dengan pembicara Pdt. Damaris dan Suster Yohanes,
kedua pembicara yang sedianya akan mengadakan KKR keliling Los
Angeles dan San Fransisco. Mereka mengatakan bahwa maksud KKR
ini tidak lain hanyalah untuk PI. Dan jika ada yang bertobat,
maka akan diarahkan ke local churches di Fresno. Ide ini tidak
disetujui oleh Pdt. Phebe mengingat kesiapan ICF mengadakan KKR
dan follow up nya. Namun mereka ngotot minta diadakan. Ahirnya
mereka mengadakan sendiri dan Pdt. Phebe tidak hadir malam itu.
Setelah KKR berlalu, mereka mengadakan persekutuan hari Jumat
malam (Persekutuan ICF Fresno setiap Sabtu malam). Ketika PDt.
Phebe menelpon salah seorang dari mereka mengapa mereka mengadakan
persekutuan sendiri, jawabnya hanya untuk sementara (beberapa
kali) karena waktu itu mereka kedatangan Yeremia Rim. Namun rupanya
mereka tidak melakukan apa yang mereka katakan. Dan persekutuan
terus berlangsung sampai pada th 1981 mereka mengumumkan berdirinya
gereja IFGF di Fresno.
Setelah IFGF berdiri, mereka berusaha menarik anggota ICF Fresno.
Hal ini menimbulkan perpecahan di ICF Fresno. Bebrapa pemimpin
IFGF datang ke ICF Fresno untuk mendekati orang baru dan mengajak
mereka ke IFGF. Tidak cukup itu, mereka berkata bahwa di ICF,
tidak ada Roh Kudus, tidak ada bahasa lidah. Orang yang ada di
IFGF Fresno dilarang ke ICF. Tahun 1982 berdirilah GII Fresno.
Kalau pimpinan IFGF ditanya mengapa mereka memboikot dengan keluar
dari persekutuan dan membuat perpecahan, mereka menjawab bahwa
mereka akan mendirikan gereja IFGF sebagai perintah Tuhan. Bukankah
ada IFGF dulu baru GII Fresno? Namun salah seorang pemimpinnya
berkata bahwa dia tidak suka membicarakan sejarah. Yang penting
hari ini.
Begitu dulu dari saya.
In Him,
Sendjaya
LAMPIRAN
B. DATA SEATTLE, WASHINGTON
Catatan kasus masuknya IFGF di Seattle
Early 1991
Beberapa orang dari IFGF dan satu dari Bethany memulai Persekutuan
API, yg berwarna karismatik.
Sep 1991
Ekklesia mendapatkan undangan kerja sama dari API utk mengadakan
Indonesian Music Celebration tgl November 7, 1991. Sponsor utamanya
adalah Indonesian Harvest Outreach yg mengirimkan
band ke Seattle. Undangan itu kami terima sebagai salah satu
usaha program outreach kami. Tugas kami adalah mencari tempat,
menyediakan makanan, dan logistics, vocal group, lalu menyebarkan
undangan.
Beberapa minggu sebelum IMC diselenggarakan, undangan yg dicetak
oleh IHO di Los Angeles disebarluaskan. Tanggapan dari masyarakat
Indonesia di Seattle sangat positif. Namun
dalam undangan tsb tdk ada disebutkan KKR sama sekali, bahkan
kata rohani/Injil pun tdk ada. Pihak panitia masih mengira kalau
IMC itu hanya spt malam Puji dan Syukur.
Nov 7, 1991
Kami terkejut sekali wkt tiba2 Pdt. Hanafi kotbah yg kemudian
disusul oleh Jimmy Untoro yg menyatakan rencana mereka mendirikan
IFGF thn depan.
Dari kejadian IMC, orang Islam dan pihak Permias agak tersinggung,
krn mereka merasa tertipu. Kejadian ini sempat membawa amarah
dari pihak tsb. Akhirnya, Sutjipto dari Persekutuan Ekklesia
mengeluarkan
pernyataan maaf atas apa yg terjadi. Melalui surat tsb, kami
berusaha menjelaskan miscommunication yg terjadi.
Di Ekklesia juga menjadi agak tegang, krn sptnya jerih payah kami
disalahgunakan utk membangun gereja IFGF. Bahkan kami sempat
ditegor oleh ISI krn cara penginjilan yg tdk menjunjung etika
kristen.
Persekutuan API pun mulai terpecah, beberapa pionirnya dari
IFGF memisahkan diri. Rupanya, Andy, anggota gereja Bethany juga
sangat kecewa dgn tindakan IFGF.
Tdk lama setelah kejadian IMC, muncul dalam newsletter IFGF yg
memuat berita tdk benar akan sudah berdirinya gereja IFGF di Seattle.
April, 1992
Andy menerima jabatan pengurus departemen puji2an di Ekklesia.
Ekklesia terus bertumbuh dgn sehat.
Nov 7, 1992
Pdt. Hanafie dan beberapa rekan dari IFGF datang berkunjung
ke Seattle. Mereka mengadakan pertemuan di hari Sabtu.
Sat, Dec 5, 1992
Dalam rapat bulanan pengurus Ekklesia, Andy pemimpin Pilar
Pujian-pujian memberitahu akan berdirinya IFGF Seattle di bulan
January. Lalu dia juga mengutarakan niatnya utk melayani disana
mulai bln April 93 yg mana wkt jabatannya di Ekklesia selesai.
Sat, Jan 2, 1993
Kebaktian IFGF yg pertama diadakan di Bellevue (+- 12 Miles
east of Seattle). Hanya ada 3 hadir dari Ekklesia. Christopher
dari Malaysia diutus oleh IFGF pusat utk menggembalakan IFGF Seattle.
Mon, Jan 4, 1993
Brosur IFGF Seattle disebarkan di kampus-kampus Seattle:
UW, Seattle U., Shoreline, dll. Dlm brosur tsb tertulis nama
Andy sbg contact person yg mana banyak menimbulkan pertanyaan,
krn Andy masih pengurus Pilar Puji-pujian di Ekklesia. Beberapa
anggota Ekklesia diminta utk membagikan brosur tsb.
Mon, Jan 11, 1993
Kami mengundang Pdt. Dan Peterson datang dalam pertemuan pengurus
utk membantu memikirkan bgm hal ini disampaikan kepd jemaat tanpa
menimbulkan gosip perpecahan, atau perasaan Ekklesia menutup pintu
bagi karismatik, dsb. Akhirnya diputuskan, Juma'at mendatang,
saya sendiri hrs mengumumkan hal ini, dan minta Andy utk menjelaskan
posisi dia. Andy setuju, dan Pdt. Dan akan tutup dgn Perjamuan
Kudus.
Fri, Jan 15, 1993
Pengumuman mengenai kebaktian IFGF muncul di brosur acara
Ekklesia, tanpa sepengetahuan 5 pengurus yg mana agak disesalkan.
Pdt. Dan membawakan topik "Pokok anggur yg benar", dari
Yoh 15. Setelah penjelasan sedikit mengenai brosur IFGF, saya
persilakan
Andy utk menceritakan visinya membangun gereja IFGF di Seattle.
Sbg penutup saya kutip Joh 15:12-14 mengenai perintah Tuhan Yesus
utk saling mengasihi. Akhirnya ditutup dgn Perjamuan Kudus. Respon
yg saya dpt cukup positif, walaupun ada beberapa yg masih blm
puas.
==============================================================
Catatan tambahan dari seorang pengurus ICF-eklesia waktu itu.
(Dalam laporan ini sdr. A adalah sdr. Andy Tjokro)
November 1991.
IFGF for the first time , diperkenalkan ke Ekklesia di Seattle,
lewat seorang teman/pengurus yg juga melayani di Ekklesia. Waktu
itu, sebutlah si A, mengundang semua pengurus Ekklesia untuk rapat.
Rapat nya adalah untuk membicarakan sebuah program yg akan diadakan
di Seattle. Si A mengatakan dia baru saja berbicara dgn pihak
IFGF, dan IFGF bersedia "membantu" Ekklesia untuk mengadakan
sebuah acara di Seattle. IFGF mengatakan mereka akan mengirimkan
team musik mereka, Harvest Outreach ... (saya lupa nama teamnya),
ke Seattle berikut semua peralatannya. Dan yg hebatnya (tawaran
yg menggiurkan) mereka akan subsidi semua biaya penerbangan team
mereka, jadi Ekklesia tdk perlu mengeluarkan sepeserpun utk biaya
penerbangan ini. (yang kalau dihitung mungkin mencapai ratusan
dollar)
Mereka mengatakan akan mengadakan acara yg berjudul
"Indonesian Music Celebration". Waktu panitia dibentuk
untuk acara ini,90% pekerja/panitianya dari Ekklesia, termasuk
saya. Saya menjadi panitia acara waktu itu. Si A menjadi ketua
panitia IMC (Indonesian Music Celebration) nya.
Waktu rapat berjalan, kita mengundang wakil dari Permias, utk
turut serta dalam program ini. Si A, memberikan gambaran jalan
nya acara sbb:
- Sebagian besar berisi hidangan musik kontemporer
- Makan malam/ ramah tamah.
Terus kita (dari pihak Ekklesia) bertanya bagaimana dgn penginjilannya?
Si A mengatakan, penginjilan nya terjadi lewat persahabatan/ perbincangan
di saat ramah tamah, jadi kita mencoba utk melakukan penginjilan
pribadi lewat persahabatan. Si A mengatakan tdk ada kotbah. Jadi
acara akan berlangsung seperti yg di atas. Kita, dari pihak Ekklesia,
percaya dgn si A, karena dia
adalah org yg baik.
Saya sbg panitia acara, hanya mengetahui bhw acaranya akan spt
yg disebutkan diatas. Undangan mulai dibagikan di kalangan mahasiswa
di seluruh Seattle. Yg hadir waktu itu lebih dari 200 org, ada
rombongan anak2 muslim pun hadir,yg biasanya tdk pernah ke gereja/
ekklesia.
TETAPI:
Sore hari itu, sebelum IMC night dimulai, IFGF merubah semua acaranya.
Mereka take over semua acaranya, perubahan acara pun tdk dikomunikasikan
ke saya (yg sbg panitia acara).
Acara nya berisi:
- lagu2 rohani kontemporer ( +- 30 - 45 menit)
- 2 kesaksian dari pengurus IFGF (+- 1 1/2 jam total)
- kotbah tantangan / penginjilan + pemanggilan ( 1 jam)
- ramah tamah.
Result:
Acara di luar kontrol saya, saya hanya kaget, koq tiba2 bisa ada
kesaksian dan kotbah di atas panggung (panjang lagi).
Acara jadi berubah KKR. Org Islam kecewa. Saya ditegur keras dari
pihak permias, karena saya panitia acaranya.
Saya hanya bisa minta maaf, walaupun itu bukan saya yg buat.
Nama saya jadi jelek di Permias (sebelumnya saya punya nama baik
dan cukup dipercaya di permias). Sejak peristiwa itu, Ekklesia
jadi kena getahnya, dan hubungan Ekklesia dgn Permias jadi kurang
baik.
Jawaban dari pihak IFGF:
Mereka menyalahkan si A, yg menurut mereka memberikan informasi
yg salah ke Ekklesia dan Permias. Mereka bilang, mereka tdk tahu
kalau kita tdk tahu bahwa acaranya akan berupa KKR. Jadi IFGF
mengkambing hitamkan si A.
Lalu si A pun meminta maaf ke Ekklesia akan keteledorannya.
Tetapi nama baik Ekklesia telah rusak.
Note:
IFGF waktu itu berminat mendirikan gerejanya di Seattle.
Malam IMC itu ditutup dgn doa untuk berdirinya gereja IFGF di
Seattle. (yg sempat membuat kaget beberapa pengurus Ekklesia)
Waktu itu Ekklesia dan segenap pengurusnya sama sekali buta dan
tdk pernah mengenal IFGF dan backgroundnya. Kami begitu naif,
percaya saja kepada mereka. Kami mengira bahwa mereka adalah malaikat
penolong.
Tetapi mereka mempunyai agenda tersembunyi yg tdk dikomunikasikan
sama sekali kepada pengurus Ekklesia.
===============================================================
Strategi Pelayanan Kampus IFGF
(ditulis oleh Sendjaya, awal tahun 1995)
1. Para pekerja lapangan IFGC (Indonesian Full Gospel Club)
berkata kepada para mahasiswa di kampus bahwa klub ini tidak ada
hubungan nya dengan gereja IFGF. Tidak ada ikatan apa-apa dengan
IFGF. Jadi, semua orang boleh datang. Beberapa mahasiswa sempat
kecewa karena jelas-jelas seluruh pekerja IFGC adalah aktifis
gereja IFGF.
Hal ini menurut saya telah mencemarkan nama Kekristenan dengan
melakukan PI dengan sembunyi-sembunyi. Padahal dalam buku perkenalan
IFGF (yang saya dapat sewaktu pembukaan IFGF di Seattle) jelasjelas
ditulis demikian, "Pelayanan kampus IHO (Indonesian Harvest
Outreach yang adalah badan misi IFGF/GISI) ini adalah untuk meraih
pelajar-pelajar Indonesia dengan mendirikan jaringan IFGC (Indonesian
Full Fospel Club) di Amerika." Yang menjadi pertanyaan saya,apakah
pekerja kampus IFGC tidak pernah membaca pernyataan di atas dan
hanya menurut omongan Pak Pendeta untuk mengumumkan bahwa IFGC
tidak ada kaitannya dengan IFGF. Ataukah mereka tahu tapi cuek
asalkan ada jiwa datang dan bisa "dibina" di IFGF?
Aksi semacam ini tentunya akan mematikan pelayanan kampus pada
masa yang akan datang.
2. Aksi mengajak mahasiswa yang sangat gencar dilakukan.
Bahkan seorang pernah share ke saya bahwa dia merasa dipaksa
ikut ke persekutuan IFGC di kampusnya. Ada yang ditawari ikut
pelayanan kampus padahal yang ditawari adalah pekerja GII. Rupanya
mereka tidak pandang bulu, semua orang Indonesia diajak termasuk
mereka yang sudah punya pelayanan di gereja lain. Sungguh mengecewakan....
Mestinya kalau mau memancing ikan, mancinglah di samudera yang
luas, jangan memancing di kolam orang lain. Namun memancing di
kolam orang lain sudah menjadi pattern (menurut saya) IFGF, baik
itu di Purdue, Vancouver, San Fransisco.
Bicara soal ikan, saya teringat perkataan Pak Sahetapy bahwa ikan
busuk dimulai dari kepalanya. Apa benar semua strategi pelayanan
ini sudah direkayasa oleh para leaders IFGF? Terus terang saya
dengan tulus menghargai dan yakin bahwa pekerja-pekerja lapangan
IFGF adalah orang-orang yang mencintai Tuhan. Mereka dengan setia
melayani Tuhan. Sayang, mereka ada di bawah pengarahan yang salah.
Saya berdoa untuk mereka suatu hari mereka mulai terbuka pikirannya
dan menganalisa pelayanan mereka di IFGF selama ini. Agenda Tuhan
atau agenda organisasi? Seperti yang sudah dikatakan yang lain,
kalau agenda Tuhan, mengapa setiap IFGF berdiri selalu ada perpecahan
di ICF lokal?
Saya bersama dengan Bp. Kim Fu dan segenap rekan-rekan lain terus
mengundang para pekerja IFGF Seattle untuk bergabung berdiskusi
dalam net ini.
LAMPIRAN
C. DATA BOSTON, MASSACHUSSETS
Catatan pengurus ICF-Boston ttg awal
mula aktivitas IFGF masuk ke Boston. KKR IFGF akan berlangsung
sore ini di Boston.
Hari-hari belakangan ini begitu meletihkan dengan pembicaraan2
ke berbagai pihak di Boston & New York & beberapa anggota
persekutuan kami. Semua tenaga saya terserap habis kesana. Dalam
waktu2 spt itu, saya benar2 merasakan suatu ketergantungan ke
Tuhan yg sungguh. Saya berdoa untuk Wisdom dr Tuhan, sehingga
kami bisa melakukan sesuatu yang BENAR. Bukankah Allah adalah
Maha Kuasa...
Situasi yang ada:
o KKR IFGF dicover dgn istilah 'Seindah KasihNya'.
Mereka pakai nama 'Ind.Full Gospel Fellowship' without 'Church'.
Orang2 Boston so far tahu cuma ada 1 Fellowship yaitu ICF, jadi
mereka pikir itu program ICF.
Juga org IFGF yg contact(?) mereka adalah org2 yg aktif di ICF.
o Saya pribadi SUDAH BICARA dgn Benny JAUH SEBELUM undangan IFGF
disebarkan.
Tentang Cover-Up istilah KKR (Deceitful).
Tetapi itu tidak digubris sama sekali (apakah oleh IFGF-NewYork,
ataukah oleh org2 yg pro IFGF di Boston saya sama sekali tdk
tau). Juga NANAN, Indonesian lulusan Gordon-Conwell Seminary
&
sekarang full timer Int'l Ministry di Campuss, secara tegas bila
ng ke Benny mengenai 'Deceitful Way' kalau IFGF berusaha
cover KKR.
Itupun jauh sebelum undangan disebarkan.
Jadi, kalau Benny bilang bhw itu sudah terlambat .. saya rasa
itu
TIDAK BENAR, kalau dihandle properly.
Hal2 yg ICF sudah lakukan:
o Informed ketua PERMIAS & Persekutuan Katholic bahwa Sponsor
adalah IFGF.
Dan kalau mereka tanya, saya beri tau acara sebenarnya.
o Bicara langsung ke New York mengenai pendapat kami ttg undangan
tsb.
Well, the decision is theirs.
o kami & beberapa orang memutuskan tidak akan datang utk acara
tsb
Hal2 yg dilakukan NANAN:
o Informed Gereja Assembly of God. IFGF memakai gereja Assembly
of God
utk tempat kebaktian mereka di Boston & Nanan adalah org yg
menolong IFGF dlm memperoleh ijin. For your info, Nanan adalah
anggota Assembly of God Church.
Senior Pastor Gereja tsb pun berpikir bahwa cara tsb adalah Deceitful
& bertentangan dgn rule gereja mereka.
Nah sekarang, apakah pendapat IFGF sendiri...
o IFGF TIDAK melihat bahwa cara cover-up itu sesuatu yg Deceitful.
Saya quote ucapan mereka:
"Kami sudah melakukan cara tsb sejak 14 tahun yg lalu, &
TIDAK PERNAH ada masalah.
Apakah dalam mengumpan ikan kita memperlihatkan kaitnya?
Tidak 'kan. Kait itu akan disembunyikan dibalik umpan.
Kalau istilah KKR dipakai, sudah pasti orang2 Islam tidak akan
mau datang.
Mengenai Seattle, itu adalah kesalahan Persekutuan Eklesia karena
mereka penyelenggara & kami cuma membawakan kotbah.
IFGF tergantung fully kpd Holly Spirit.
IFGF tidak mau di'control' oleh Assembly of God hanya karena IFGF
pinjam tempat A.o.G.church
IFGF akan pindah tempat kalau harus abide di dalam rule A.o.G
church.
Menyadari sikap IFGF seperti itu, kami(ICF) menyadari bahwa IFGF
TIDAK
AKAN PERNAH mendengarkan concern org2 lain.
Saya katakan ke Pastor IFGF di NewYork bahwa itu adalah program
mereka & Decision is theirs. ICF & IFGF akan carry program
masing2.
Well, mungkin in the future ICF & IFGF bisa bekerja sama dalam
konotasi yg benar.
Saya membayangkan kalau pada saat ini Tuhan Yesus ada di Boston,
Dia
pasti sedang menangis. Melihat orang2 yg mengaku diri mereka
anak2 Allah saling ribut. Saya pribadi pun diajar untuk Humble
di hadapan Tuhan & menyadari ketidakmampuan sbg seorang manusia
& berkata
"KehendakMulah yang jadi..."
How good to know that others pray for us while we are struggling.
Thank you all.
LAMPIRAN
D. DATA PURDUE, INDIANA
Terjadinya ICF dan IFGF di Purdue
adalah sbb:
Laporan Rina dan Ita:
Pertengahan Fall 1993;
Rina bertemu dgn Muliady diperkenalkan oleh teman dari Campus
Crusade for Christ (CCC). Lalu waktu di welcoming party Permias,
Rina mulai mengajak Mul ngomong2 untuk mengadakan kumpul2 untuk
berfellowship dgn teman2 Indonesia di Purdue. Lalu kita mulai
ngumpul sekitar pertengahan fall 1993. Sekitar 8 org terkumpul.
Waktu Rina dan Mul berunding ttg having a fellowship, Rina sudah
menyatakan ke Mul bahwa sifat fellowship ini interdenominasi,
dan Mul cuma mengiyakan dan tdk berkomentar banyak. Lalu setiap
minggu Rina dan Mul ganti2an mimpin bible study dan puji2an. Dan
Rina bilang ke Mul untuk discussed sama2 ttg topik2 yg akan di
bawakan setiap minggu dan juga lebih baik kalau tanya teman2 apa
yg mereka mau pelajari bersama. Dan Mul setuju akan usul ini.
Tapi lama2, kok kayanya apa yg Mul dan Rina discuss per telpon
soal bahan diskusi, jadi lain dgn apa yg Mul bawakan di persekutuan.
Dan Rina sudah mulai merasa aneh. Tapi selama topik nya masih
nggak salah, ya nggak apa-apa. Dan ini berlangsung sampai Dec.
dan selama itu, Mul tdk keberatan dan seakan2 offer untuk mimpin
bible study terus berhubung Rina yg mulai kesibukan dgn research.
SPRING 1994
Kita bertambah anggota dr LA, Muliady juga namanya, tapi kita
nick
named sbg Mil yg ternyata juga org ifgf. Rina mengajak Mul untuk
rapat sama 8 teman yg hadir semester sebelumnya ttg program buat
semester ini. Dan spy kita siap juga menerima teman2 baru yg mau
join. Tapi Mul selalu menghindar untuk rapat ini. Dan dia mulai
cerita misi ifgf nya. Sampai akhirnya suatu rapat diada kan juga,
tapi pada saat rapat itu Mul sudah mengambil pimpinan fellowship
dgn mendeclare itu sbg ifgf dan dia tdk mau kompromi dgn teman2
yg ada. Teman2 yg lain bingung krn mereka tdk mengerti apa yg
Rina dan Mul debatkan. Teman2 yg lain itu adalah either new born
baby christian atau juga yg lagi mau mencari2 Tuhan. Dan mereka
nggak tahu menahu soal apa itu icf dan ifgf. Rina dan Mul yg mendominir
rapat malam itu, krn teman2 yg lain pada bingung. Dan tdk sampai
kesepakatan ttg nama ifgf atau icf. Semester itu Rina juga banyak
bertanya ke Jurianto soal fellowship. Dan Juri dan teman2 Madison
terbeban untuk menolong kita solved problem ini krn Juri sudah
banyak tahu juga soal ifgf di tempat2 lain. Lalu dtglah rombongan
Madison cs ke Purdue. Dan tetap juga pertemuan soal misi ifgf
dan icf tdk mencapai titik temu. Dan akhirnya Rina dan Ita decided
untuk backed off dari pertemuan Mul dan Mil.
Laporan Leo:
>-------------------------------------------------------------------
> Minggu ke-2, Desember 1993, hari Sabtu sebelum final exam:
> Untuk pertama kalinya saya (Leo) datang persekutuan Indonesia.
> Masih belum ada separation antara ICF, IFGF. Ini acara persekutuan
> yang terakhir buat tahun 1993.
>
> Januari-1st half of Februari 1994.
> Saya masih datang setiap minggu ke persekutuan Indonesia.
Masih
> belum ada perbedaan nama ICF, IFGF. Dalam kurun waktu ini,
ada satu
> acara IFGF, Valentine Day. Semua orang diundang, termasuk
ketua
> Permias yang muslim. Karena waktu ini pesan-pesan IFGF diberikan
> dalam bentuk skit (drama kecil, humor), kelihatannya sang
ketua > Permias senyum-senyum saja. Saya sendiri pikir acara
ini nggak
> ada apa-apanya kecuali pesan cinta kasih yang sejati.
> 2nd half of Februari-1st half of Maret 1994.
> Sdri Ita membicarakan tentang ketidaksamaan pendapat tentang
ICF-IFGF. > Baru kali ini saya dengar istilah 'ICF' dan 'IFGF',
dan pada saat
> itulah baru saya sadari bahwa sdri. Rina dan Ita sudah dari
awal tahun > nggak pernah nongol lagi di persekutuan Indonesia.
Saya lalu bicara
> dengan Ita dan Rina lebih mendetail lagi. Yang saya ingat
reason
> mereka berdua nggak ikut persekutuan Indonesia lagi: Persekutuan
> Indonesia sudah didominasi bahan-bahan IFGF (jadwal agenda,
bahan > bible studi, dlsb). Rina juga bercerita tentang 'some
damage' yang > dilakukan IFGF di kota-kota lain. Termasuk di
antaranya beberapa
> pendekatan keimanan ala IFGF:
> a) Kadang-kadang menggunakan kelemahan seseorang untuk
menarik > masuk jemaat, i.e.: dosa di masa lalu.
> b) Jika ada penyembuhan tidak berhasil, maka itu pasti
dosa
> si pasien yang belum terungkap.
> c) Memakai bahasa roh keseringan, padahal sebagian besar
para > anggota persekutuan nggak ngerti artinya. Saya lihat
ke
> Alkitab (di surat Paulus), jika ada yang pakai bahasa roh
> dalam persekutuan, harus ada satu orang lain yang mengerti,
> supaya bisa memberi tahu yang lain.
> d) Para pekerja lapangan IFGF itu sepertinya terikat
sekali,
> lahir batin. Saya dengar dari Rina katanya Muliady (ketua
IFGF)
> merasa berdosa kalau di Purdue/Chicago ini sampai gagal
> mendirikan gereja IFGF (bukan sekedar pos PI).
> Rina juga bercerita tentang beberapa teman ICF yang datang
berkunjung
> ke Purdue, salah satunya adalah sdr Jurianto dan Matius.
Maka ketika > beberapa pekerja IFGF mulai memancangkan bendera
IFGF di Persekutuan > Indonesia, mereka berdua memilih untuk
tidak terlibat. Saya sendiri, > diberitahu panjang lebar begini,
sulit mengerti. Selama periode satu > bulan berikutnya saya
masih ke Persekutuan Indonesia yang pelan-pelan > ganti nama:
IFGF.
>
> 2nd half of Maret-awal Mei 1994.
> Sepulang dari Spring Break kita (saya, Ita, Rina) membentuk
sebuah
> persekutuan lain yang independen dari IFGF. Kita putuskan
untuk
> memberi nama yang generik: ICF. Saya beberapa kali masih
pergi ke
> acara IFGF. Namun karena kesibukan saya yang meningkat, yaitu
> pelajaran2 sekolah dan juga kegiatan2 di gereja lokal saya,
saya
> jadi stop pergi ke IFGF, dan hanya ke ICF. Di sini saya berpendapat:
> selama IFGF masih low profile terhadap Permias, saya masih
ok-ok saja, > karena saya BELUM melihat ada 'damage' terjadi
di Purdue (kecuali
> pecahnya persekutuan). Maksud saya belum ada rasa ketidaksukaan
> teman2 Islam yang saya sense.
> Awal Mei ada KKR. Saya sebut KKR, karena ada khotbah dari
pendeta
> (Pak Daniel kalau saya nggak salah ingat). Hadir juga rombongan
band
> dari Boston, juga mbak Lanny. Ada juga seorang mas yang witness
bahwa > dia pernah masuk penjara Bronx (NY) tetapi karena Yesus
Kristus dia
> sekarang terselamatkan. Ada juga acara pemanggilan ke depan
hadirin, > dan bagi yang maju kepalanya ditumpangkan tangan.
Acara ini diumumkan > melalui jalur Permias. Sampai saat ini
belum ada yang protes. Sang
> ketua Permias datang lagi. Tapi kali ini dia pulang dengan
geleng-
> geleng kepala. Sebabnya? Bukan hanya acara ini diumumkan
lewat jalur
> Permias, tapi juga namanya disamarkan: Graduation Party.
Buat kami
> yang Kristen, diberi tahu sebelumnya susunan acaranya, tapi
bagi yang > muslim hanya disebut Graduation Party, dan pesta
makan-makan. Dalam
> pesta ini ada beberapa teman muslim yang datang. Mereka merasa
tertipu > dan 'provoked'.
> Sementara itu, persekutuan ICF masih berjalan dengan tenangnya,
dan
> mengusahakan kontak sejarang mungkin dengan teman2 IFGF jika
label
> ICF-IFGF yang jadi topik utama. Sekali waktu teman-teman
IFGF datang > ke persekutuan ICF. Muliady sempat
> ngomong dengan saya katanya dia kasihan melihat anggota ICF
jadi
> sedikit, dan nggak ada pemimpin yang terlatih. Jumlah anggota
ICF
> Purdue waktu itu sekitar 6 atau 7 orang, yang bisa memimpin
renungan > cuma Rina. Saya sendiri masih di persekutuan sekitar
5 bulan.
> Sehabis pertemuan ini teman-teman IFGF nggak pernah lagi
datang ke
> pertemuan ICF.
>
> Mei-Agustus 1994.
> Saya lagi di Florida. Silakan Rina/Ita yang mengisi.
Selama summer ini, tdk banyak org yg tinggal di Purdue.
Awal2 summer, krn Leo sudah minggat ke office nya Bill Bright
di Florida, Rina dan Ita cuma ketemu seminggu sekali dan prayer
meeting. Kita mencari2 tahu ttg siapa aja yg ada di Purdue.
Lalu akhir2 summer, Rina, Ita, Andy, Natalie, Berlina, mulai ngumpul
lagi untuk berfellowship.
Akhir summer, kunjungan ministry dr teman2 Ohio juga membuat acara
icf lebih semarak dan kita lebih menggebu2 untuk terus berfellowship.
Dan selama itu, org2 ifgf masih terus menelpon dan mengajak kita2
untuk bergabung dgn mereka.
> > Akhir Agustus - 1st half of Desember 1994.
> Sepulang dari Florida kita langsung keep pace. Jumlah anggota
ICF makin > besar, demikian pula dengan IFGF, bersama dengan
masuknya beberapa
> anggota Permias yang baru datang. Dalam beberapa pertemuan
ICF, nama
> IFGF kini mulai dibahas, karena sejak Graduation Party, ada
lagi
> satu hal yang terjadi yang cukup besar menurut saya. Pada
suatu hari
> Muliady (ketua IFGF) pergi ke perpustakaan (yang terbesar)
di Purdue. > Di sana dia menjumpai dua kawan Indonesia yang
muslim (satu laki-laki > satunya lagi wanita) sedang belajar.
Seperti biasanya orang Indonesia, > percakapan yang bersahabat
segera terjadi. Setelah beberapa menit,
> Muliady membelokkan arah pembicaraan menjadi pertanyaan:
apa itu konsep > Trinity? Apa itu Roh Kudus? Pertanyaan mendadak
ini tidak ditanggapi.
> Dari dua kawan ini, seluruh masyarakat Indonesia di Purdue
yang muslim
> jadi tahu peristiwa ini. Satu kawan anggota ICF kita ikut
ditegur mereka. > Dia ini yang menceritakan kejadiannya di
pertemuan ICF. Kita hanya
> bisa menghela napas. Untungnya kawan ICF yang ditegur ini
segera
> memberikan latar belakang secukupnya kepada kawan-kawan muslim
tentang
> perbedaan IFGF dan ICF. (ingat, sebelumnya tidak ada yang
mengenal
> perbedaan ICF dan IFGF) Kawan ICF ini juga memberitahukan
ciri-ciri > undangan IFGF supaya tidak ada yang terjebak lagi.
Sedangkan kepada > IFGF, mereka dihimbau kalau mau mengirimkan
undangan supaya jangan > pakai label Permias (pakai saja IFGF),
dan tolong cantumkan juga
> daftar acara lengkap KKR. Beberapa teman muslim ada segan
ikut acara > kegiatan Permias gara-gara undangan KKR sebelumnya
dikirim atas nama > Permias.
> Nah, sekarang ini ada 2 konvensi pengiriman undangan KKR:
> 1. Pakailah account pribadi untuk mengirim, supaya nama
Permias jangan terbawa-bawa.
> 2. Silakan diumumkan ke semua anggota Permias, asalkan jelas
disebut
> itu acara disponsori oleh IFGF, dan sebutkan pula mata
acara lengkap. >
> 2nd half of Desember 1994 - sekarang.
> Ada satu KKR lagi bulan Desember 1994, dan satu lagi KKR
Valentine 1995. > Kedua-duanya saya absent. Ada beberapa teman
ICF yang hadir di KKR
> Desember 1994. Salah satu menceritakan: Ada beberapa yang
dipangggil
> ke depan, dan di antanya ada yang jatuh ketika ditumpangi
tangan. Teman
> ICF ini kemudian bertanya kepada pendeta IFGF yang ada di
situ: apa
> yang menyebabkan orang bisa jatuh? Pak pendeta mengutip ayat:
'Aku > MEMBARINGKAN engkau di padang rumput yang hijau.' Itulah
alasannya.
> Teman ICF ini semakin ingin tahu. Dia lalu bertanya kepada
teman-teman > yang sudah maju ke depan, jatuh ataupun nggak
jatuh. Yang jatuh bilang: > begitu kepalanya ditumapngi tangan,
dia merasa ringan, nggak bisa
> mengontrol dirinya, dan menjadi lemas, dan jatuh. Yang nggak
jatuh
> bilang: pada saat ditumpangi tangan, dia juga merasa ringan
sedikit,
> tapi karena rasa ingin tahu yang besar, dia nggak sampai
jatuh. Merasa > kurang puas, teman ICF ini kembali bertanya
pada pak pendeta: mengapa > ada yang jatuh dan ada yang tidak?
Jawabnya: itu ada beberapa power
> yang berlawanan dalam dirinya (yang nggak jatuh). Sampai
sini teman > ICF ini berhenti bertanya, karena terlalu kebingungan
dan merasa
> tidak mungkin mendapat jawaban memuaskan dari sang pendeta.
> Keterangan tambahan: Sekarang ini ada sekitar 14 anggota
ICF. Yang > rajin show up cuma sekitar 9 orang.
Dan icf dan ifgf sampai skg masih berdiri masing2.
Tapi setiap ada acara kkr, org2 icf juga masih selalu ditelpon
untuk bergabung. Org2 yg tahu soal perpecahan icf-ifgf, jadi enggan
untuk join ke either one of those. Sedangkan yg belum tahu soal
adanya fellowship, cenderung menganggap bahwa yg namanya fellowship
itu cuma kegiatan ifgf. Rina juga pernah dituduh memberitakan
kejelekan2 ifgf ke org2, yg membuat Mul concern dan takut kerjaan
Tuhan terhalang di ifgf. Sdgkan teman2 yg tdk mau join ifgf, sebenarnya
mereka kebanyakan tahu soal ifgf itu dr Fresno (CA) atau Seattle.
Berhubung udah kepanjangan, sampai disini saja dulu
laporan dari Rina, Ita dan Leo. Kalau ada yg tdk jelas dan ada
pertanyaan, don't hesitate to ask.
LAMPIRAN
E. DATA HOUSTON, TEXAS
SAya (Richard Saudale) ikut icf houston
di may 91,
dalam acara retreat yg diadakan.
ICF baru berdiri selama kurang lebih 3 bulan waktu itu.
Pembimbing utama adalah Sindhu Prawira dan istrinya Susy (Susy
adalah alumni icf wisconsin, dan adik dari John Prawiromaruto=>
an old timer of icf wisconsin). ICF juga mendapat support dari
pak alm. Daniel Marantica dan Jonathan Winata. Sekitar summer
91 itu juga pak David mulai
ikut icf (betul pak?).
Pada summer 91 ini juga beberapa teman yg beraliran karismatik
join dengan icf. Dengan adanya kawan2 ini, puji2an mulai bersemarak,
dan hampir semua orang enjoy the praise and worship di icf.
Pernah attendant list icf mencapai 60 an orang.
Demgan kehadiran teman2 karismatik ini, kebaktian2 pribadi yg
diadakan
oleh kawan2 ini juga mulai ada. Kebaktian2 pribadi ini sifatnya
independent dengan entity icf. Kebaktian2 ini berisikan antara
lain:
- doa kesembuhan
- doa penumpangan tangan
- doa u/ berbahasa lidah
- doa supaya bisa jatuh ke lantai (slain in the spirit?)
- doa u/ mendapat karunia2 roh yg lain.
- puji2an
Sementara kebaktian2 ini berjalan terus, Shindu Prawira dan keluarga
diharuskan pulang ke indonesia (fall 91)
oleh perusahaannya, sehingga kami sedikit merasa unguided.
Perlu di ingat bahwa icf waktu itu tidak punya statement of faith
secara tertulis. Pengkotbah2 di icf secara lisan diberi tahu bahwa
icf ini interdenominasi, jadi harap tidak membawa denominasi bapak/ibu
ke icf.
Kebaktian2 pribadi itu membawa impak antara lain sebagai berikut:
- ada nya kamu exclusive (rohani) => practitioners di kebaktian2
ini.
Dan otomatis ada juga kaum non exclusive. SAya sendiri pernah
ikut kebaktian2 pribadi ini dan sering merasa sebagai kaum exclusive.
Tapi juga sering merasa nonexclusive juga at times.
- Sifat2 kebaktian2 pribadi ini mulai dibawa ke icf. Pernah pada
satu kebaktian icf, salah seorang teman kami (Dwi Putra) di doakan
oleh teman2 karismatik. Dan dalam kebaktian itu, Dwi terjatuh
dan muntah2 (saliva, bukan muntah seperti yg kita bayangkan).
Melihat kejadian ini, salah seorang activist icf (Philip Tjangnaka)
quit u/ datang ke fellowship, dengan alasan "takut".
Kata2 ini
saya quote langsung dari beliau.
Tension antara the exclusive dan non exclusive ini pun dimulai.
Despite the tension, kami waktu itu adalah panitia icc 8 (aug
92),
bisa managed
u/ kompak mengadakan icc 8 dibantu oleh pembimbing kami (pak David,
Kie Eng, Eman dll).
Setelah icc 8 ini, icf mulai terasa lesu, mungkin karena merasa
sudah mencapai something big, lalu kehilangan goal dan challange
lagi. Again kebaktian2 pribadi itu masih terus berjalan.
Sekitar akhir 92 atau awal 93, salah seorang teman kami yg beraliran
karismatik (Arif Latif) di hubungi oleh pihak ifgf stillwater
(Harminto). Dan sejak itu juga issue2 di icf tentang akan berdirinya
ifgf houston semakin santer. Teman2 yg beraliran karismatik seemed
pretty happy
dengan issue ini karena mereka mendambakan satu gereja indonesia
yg sealiran dengan mereka. Meenurut saya ini baik sekali, karena
gereja indonesia yg available hanya gereja baptist.
Pada satu kebaktian icf, saya sempat ngobrol2 dengan beberapa
teman
di meja makan (ada Arif, pak David, dan yg lain). Saya bertanya2
tentang gereja ifgf ini. Dan Arif berkata, saya quote, "kalau
ifgf ini berdiri, mereka akan mencari org kristen yg lain, tidak
akan memakai pekerja2 kristen yg sudah unavailable". Entah
ini di turunkan dari pemimpin2
ifgf (stillwater, saya presume) atau hanya pendapat Arif pribadi
saja. Statement ini cukup hurt and confused the rest of the icf
nantinya.
Saya juga sempat tanya dengan pak David mengenai ifgf ini. Pak
David seemed to support u/ berdirinya gereja ini. Dan beliau berkata,
"Jika doktrin2nya melenceng, maka saya akan mundur".
(ini juga sudah diceritakan oleh pak David sendiri di email2 beliau
sebelumnya).
Dari akhir spring 93 ini juga, bible study yg diadakan oleh pak
David dengan beberapa teman ifgf supporters (kebanyakan dari teman2
karismatik) di mulai. Pak David memberi komentar bahwa dalam bible
study ini kami mengupas doktrin2 ifgf dan sekaligus menanamkan
doktrin2 dasar kepada the supporters.
Obersvasi saya tidak demikian. Menurut saya, bible2 study ini
adalah persiapan pekerja2 ifgf jika gereja itu nanti berdiri.
Bedanya sangat simple:
- yg pertama implies "saya belum tentu bantu ifgf jika ifgf
berdiri". - yg terakhir implies "saya pasti bantu ifgf
jika ifgf berdiri".
Dengan dimulainya bible2 study ini, attendant list icf menurun.
Kami, the rest of icf pertamanya tidak tahu akan existance bible
study ini. Hal ini mengakibatkan tension antara the rest of the
icf dengan kawan2 ifgf supporters ini.
Untuk mengatasi tension2 ini, pihak ifgf supporters mengajukan
u/ kerja sama dengan icf u/ satu seminar in which pembicara utamanya
adalah pak Jonathan Trisna (a quite known christian in indonesia),
adik kandung dari pak David. Salah seorang dari kami mendapat
berita dari salah seorang ifgf supporters, bahwa in case icf setuju
atau tidak setuju u/ membantu seminar ini, seminar ini akan tetap
berjalan. Karena ingin resolve the tension, kami setuju u/ bantu.
Tetapi hasil dari seminar ini tidak nyata (tension masih saja
ada). Would icf feel used? Yeah, kami merasa terpakai (used) sekali.
Observasi saya adalah seminar ini ditujukan u/ mengumpulakan data
(nama, alamat dan nomer telpon) org2 kristen yg ada di sini u/
persiapan ifgf nanti (karena waktu itu ada buku tamu yg diisi
oleh setiap peserta seminar yg datang).
Dan juga dalam beberapa waktu itu, pemimpin2 ifgf dari stillwater
dan fresno datang ke houston dan kulonuwun u/ mendirikan gereja.
Saya kira ini sangat baik. Dan ini saya tidak akan ceritakan lagi
karena sudah di ceritakan oleh pak David, dan menurut saya
itu sudah cukup akurat.
Kemudian ada kkr di sekitar akhir summer 93, dan ifgf pun berdiri.
Setelah berdiri, ternyata pekerja2 ifgf bukan org2 baru semua.
(compare dengan quote diatas "jika ifgf berdiri, maka mereka
akan mencari pekerja2 baru" => this confused icf to tears!)
Dan juga, teman2 yg sudah aktif melayani di fibc (i.e., santi)
sering di telpon u/ bantu menjadi song leaders di ifgf.
Menurut saya ini sangat tidak etis. Tapi rasanya pak David
sadar akan hal ini, dan bisnis telpon menelpon itu pun stop. Saya
appreciate gagasan bapak dalam mengatasi bisnis telpon ini, karena
menurut saya bapak juga setuju kalau hal ini tidak etis.
Di fall 93 itu, icf semakin sepi dan sangat lesu. Lalu kami mengadakan
meeting dan mengundang semua teman2 ifgf kami, dan semua yg pernah
aktif di icf dulu. Tujuan meeting ini adalah u/ mendapat konsensus,
masihkah kita perlu u/ menjalankan icf ini, jika tidak bubar saja.
Mayoritas dari teman2 ifgf yg datang di situ (di rumah keluarga
Suganda) setuju kalau icf diteruskan lagi; kita setuju bahwa itu
adalah tempat bertemu antara denominasi2 yg berbeda. The rest
of the icf juga setuju jija icf masih berjalan.
Tetapi dalam kebaktian2 icf berikutnya, teman2 ifgf kami tidak
pernah datang lagi. (this again hurt and confused the rest of
the icf).
ICF terus dengan lesu berjalan; kadang dihadiri oleh 8 orang,
kadang hanya 3 orang saja.
Mulai spring 94, icf mulai mendapat support dari Batara Simandjuntak
dan istri; Ellen.
Kami mulai dikuatkan lagi. Dan karena masih berkerinduan berfellowship
dengan
kawan2 ifgf kami, maka kami kembali mengadakan meeting di guest
house
di apt batara (akhir spring 94). Di meeting ini, kami memberikan
statement of faith of the icf. Kami mengundang fibc (gereja baptist
indonesia), ifgf, permias dan icmi (ikatan cendikiawan muslim
indonesia). Isi dari statement of faith icf antara lain:
- tidak percaya akan keharusan dibaptis selam (w/ regard to fibc
=> gereja baptist indonesia yg ada di houston)
- tidak percaya akan keharusan berbahasa lidah (w/ regard to ifgf).
- icf sebagai tempat berbaktinya teman2 antar denominasi.
- icf houston adalah bagian dari paguyuban icf's texas.
Hasil dari meeting ini juga nihil. Teman2 dari ifgf sudah tidak
datang lagi
ke icf.
Melihat hasil2 dari semua yg icf sudah coba dan juga merasa fed
up dan frustasi, kami (ICF) mengambil attitude demikian:
LEAVE THEM ALONE, AND LET US CONCENTRATE
ON WHAT WE ARE DOING. Kami merasa sudah buang2 energy dan waktu
dalam usaha reconciliation.
Saya kira demikian dulu laporan dari icf houston. Maafkan kalau
ada kata2 yg kasar.
God bless y'all
Richard Saudale
LAMPIRAN
F. DATA AUSTIN, TEXAS
Catatan pinggir:
(data di Austin ini kurang begitu detail.
IFGF Austin baru terbentuk sekitar Fall 1994, dimana keberadaan
ICF Austin sendiri sedang dalam masa transisi, sehingga kepemimpinan
ICF masih dalam masa transisi pula).
Shalom,
Ada permintaan yang dilayangkan oleh seorang Brother kita kepada
saya untuk menceritakan sedikit tentang IFGF di Austin (karena
I am one of their regular attender).
IFGF - Austin, dimulai kira2 bulan Oktober (??) 1994.
Pada waktu itu Pastor Somi dan Pak David bersama beberapa teman2
dari IFGF Houston datang ke Austin. Sebelum kedatangan mereka,
saya sudah sempat mendengar bahwa akan ada rencana pembentukan
gereja Indonesia di Austin ini. Hal ini saya dengar dari seorang
teman saya. Teman saya inilah yang menjadi salah satu kontak
person IFGF di Austin. Pada saat meeting itu mereka (IFGF) menyatakan
hendak membangun gereja Indonesia di Austin. Mereka menekankan
hal *gereja*, hal ini karena mereka tidak ingin terjadi "gesekan2"
dengan persekutuan yang ada di Austin. Saya sendiri saat itu
diminta kesediaannya untuk membantu IFGF ini. Akan tetapi saya
secara halus menolak permintaan ini. Kepada teman saya tersebut
saya katakan "untuk saat ini saya belum siap untuk berkomitment
dengan IFGF, tetapi saya akan bersedia membantu setiap pelayanan
IFGF selama saya dapat membantu".
Pada pertemuan itu akhirnya ditetapkan bahwa Kebaktian IFGF Austin
untuk sementara akan diadakan dalam bentuk Home Service (sambil
menunggu tersedianya gedung gereja) dan ditetapkan pada hari Sabti
sore. Hari Sabtu dipilih karena pengkotbah (Pak Somi/Pak David)
harus pelayanan di Houston pada hari Minggu dan juga diusahakan
agar kebaktian IFGF tidak "bertabrakan" dengan persekutuan
ICF. Dengan demikian orang-orang yang ingin pergi ke IFGF tidaklah
diharuskan memilih antara IFGF dan ICF.
Sampai hari ini saya belum pernah mendengar adanya keluhan atau
perselisihan antara IFGF dan ICF di Austin ini (please give me
some confirmation, I think Steven Lucky -- ICF leader -- also
in this list). Malah ada pada suatu kesempatan IFGF dan ICF mengadakan
kebaktian/persekutuan gabungan (As far as I know, ini bukan prakarsa
dari IFGF, tetapi ICF sendiri pada saat itu meminta diadakan kebaktian
gabungan karena ICF pada saat itu tidak ada pembicara -- kalau
tidak salah pembicara yang mereka undang tiba2 berhalangan untuk
datang).
Jadi so far saya lihat hubungan antara IFGF dan ICF di Austin
ini ok-ok saja (kalau tidak bisa dibilang baik).
Pengunjung IFGF
===============
Menurut pengamatan saya, pengunjung IFGF selama ini adalah orang-orang
non-ICF. Memang ada orang-orang yang pernah ke ICF, tetapi saya
tahu (dengan positif) bahwa mereka tidak datang (jarang) ke ICF
pada saat ini, reasonnya juga bukan karena IFGF hadir di Austin;
karena mereka sudah lebih dahulu meninggalkan ICF sebelum IFGF
datang ke Austin. Pekerja-pekerja tetap di IFGF Austin, juga bukan
merupakan pekerja-pekerja ICF (satu dari mereka memang pernah
melayani di ICF, dan mengundurkan diri dari pelayanan ICF jauh
sebelum IFGF hadir di Austin).
Acara IFGF:
===========
Selama ini bila IFGF mengadakan acara, undangan disebar secara
umum. Di sini saya akan coba jelaskan kata "umum" ini.
Umum di sini dimasudkan ialah mahasiswa/orang Indonesia di Austin.
Mereka berikan undangan kepada orang2 yang mereka rasa tidak
akan merasa tersinggung menerima undangan tersebut. Hal ini saya
ketahui ketika IFGF mengadakan KKR akhir Januari lalu. Mereka
berusaha mengirimkan undangan kepada orang Indonesia di Austin.
Sebelum mereka kirim undangan tersebut, mereka sort daftar orang2
yang akan mereka undang. Apakah ada diantara mereka (pekerja2)
dan saya (yang waktu itu ikut sedikit membantu) kenal dengan orang
tersebut dan yakin bahwa undangan itu tidak akan offense mereka
(seperti mereka yang berlatar belakang Budha yang kuat atau saudara2
kita yang menganut agama Islam, dsb.). Lalu mereka juga buat
undangan yang sifatnya umum (pamflet yang ditempel di sekitar
kampus, did they do this since I did see one???), yang tujuannya
untuk mereka tidak terima undangan pribadi (mungkin anak2 Indonesia
yang jarang bergaul dengan sesama anak Indonesia atau anak2 yang
baru datang di Austin).
Jadi menurut kesimpulan saya, kejadian di Purdue itu sebenarnya
adalah tanggung jawab pekerja2 Purdue (bukan IFGF Pusat ???).
Saya katakan ini bukan berati saya ingin "menutup-nutupi"/"melindiungi"
pemimpin2 IFGF Pusat, tetapi ini dari kenyataan yang saya lihat
sendiri di Austin. Mereka (pekerja2 IFGF Austin) sendiri yang
berinisiatif cara apa yang mereka lakukan untuk menyebarkan undangan
tersebut. Mungkin Pastor Somi dan Pak David memberikan saran
dan masukan, tetapi keputusan akhir toh ada di tangan para pekerja
lapangan.
Saya rasa ini yang saya ingin sampaikan pada saat ini. Bila ada
pertanyaan dan komentar silahkan (lewat jalur umum atau pribadi).
However, mungkin saya tidak bisa menjawab langsung (I am so busy
this semester). Dan satu permintaan saya, komentar dan pertanyaan
itu tolong dibuat pendek, jadi saya bisa jawab. (sebab saya punya
kecenderungan
membalas e-mail2 yang pendek terlebih dahulu, karena mudah untuk
dibaca :-) apalagi kalau sedang sibuk. JAdi kalau pertanyaannya
banyak tolong dibuat more than 1 email.
Catatan:
Tulisan ini saya tulis berdasarkan sepengetahuan saya dan tidak
ada unsur paksaan dari pihak manapun.
--
{~._.~} Edy Susilo | Computer Science
Department ( Y ) P.O. Box 8521, Austin, TX 78713 | The Univ.
of Texas - Austin
()~*~() Internet: susilo@cs.utexas.edu | Ph : 512-441-0649
(H)
(_)-(_) =-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=
Lampiran
G. DATA PERMIAS BOSTON
Catatan pinggir:
sekitar Fall 1994, terjadi konflik antara masyarakat Indonesia
di daerah Boston Massachussets. Konflik ini disebabkan karena
adanya posting-posting tentang KKR dan seminar-seminar Kristen
yang disponsori oleh IFGF, dan diumumkan di network Permias Boston.
Ada beberapa anggota Permias yang merasa bahwa posting2 tsb.
bernada "offensif". Konflik ini sempat melebar sedikit,
dimana sepertinya ada konflik antara masyarakat Kristen dengan
masyarakat Islam di Boston, yang mana sesungguhnya bukan demikian
adanya, hanya kelompok IFGF saja sebenarnya. Sampai pada rumusan
dialog sfu ini dibuat, peristiwa Boston ini tidak pernah diselesaikan
dengan
cara yang bertanggung jawab, khususnya dari pihak pimpinan IFGF.
Bapak Pdt. Daniel Rahmat, yaitu Pdt pembimbing dari IFGF NY,
pada awal tahun 1995, dikabarkan melaporkan kasus ancam-mengancam
yg terjadi kepada pribadi Benny Tjahjono kepada pihak KJRI NY.
Tindakan inisiatif ini sangat disesalkan oleh banyak orang, karena
selain dirasakan tidak perlu juga bisa memperluas konflik yang
terjadi di Boston.
Posting 1.
(ditulis oleh Benny Tjahjono)
Secara kronologisnya, kejadian konflik perihal posting yang terakhir
(bila kita ingin lebih fokuskan ke peristiwa baru2 ini) bermula
pada bulan Oktober 1994 dimana IFGF Boston menyambut kedatangan
Ev. Danny Hanafi yang bertindak
selaku koordinator IHO (Indonesian Harvest Outreach) di Los Angeles.
Perlu diketahui bahwa IHO ini adalah sebagai motor dari program
church-planting dari IFGF global, jadi dapat saya katakan bahwa
Danny adalah orang yang bertanggung jawab atas didirikannya gereja2
IFGF di USA khususnya, karena dari dialah segala sumber dana dan
strategi itu dihasilkan. Pastor Daniel Rachmat (IFGF New York-Boston)
kebetulan meminta saya untuk mempostingkan undangan tersebut lewat
jalur Permias-MA network (baca: global). Sehari sesudahnya, saya
menerima undangan pengajian ditujukan ke nama saya pribadi oleh
seorang teman (Islam) di postingkan lewat jaringan Indonesia di
kampus (baca: lokal).
Pada bulan November lalu, IFGF Boston kedatangan seorang pendeta
bernama Abraham Yuwono, dari Padang. Menyadari bahwa saya sudah
diintimidasi lewat e-mail oleh pihak Islam, pihak IFGF Boston
setuju untuk menugaskan seorang sdri (IFGF Boston) untuk mempostingkan
undangan tersebut lewat jalur Permias-MA network, lagi. Pada sore
harinya sekitar jam 5pm, sepulang saya dari kampus, pihak administrasi
Permias-MA yang kebetulan kenal dengan saya pribadi dan satu kampus
dengan saya, kontak saya dan lewat pembicaraan di telepon tersebut
dia marah2, menuduh saya pribadi yang melakukan posting itu, mulai
menyinggung2 masalah kristenisasi secara lokal (Boston) dan juga
global (Permias seluruh USA), dan sempat mengancam saya secara
fisik kalau terjadi posting serupa lagi. Sesudah kejadian ini,
pihak IFGF New York-Boston memutuskan untuk (sementara) tidak
posting undangan dulu.
Menyadari bahwa dampak tuduhan kristenisasi di Boston ini juga
menyangkut pihak ICF Boston,
atas inisiatif bersama oleh pihak Darmadi dan saya sendiri, saya
mengundang pihak ICF Boston dan IFGF Boston untuk menganalisa
bersama kejadian konflik tersebut dan mencoba untuk memformulasikan
langkah2 selanjutnya bersama. Dengan penerimaan oleh semua peserta
diskusi,
saya bertindak sebagai moderator diskusi dan bersifat netral disitu.
Sayang sekali, bahwa hasil pertemuan tersebut tidak membuahkan
adanya keserasian dalam prinsip2 (yang sebenarnya ini yang saya
kehendaki) sebagaimana yang dari ICF Boston maupun dari IFGF Boston.
Catatan pinggir:
Karena dampak keributan IFGF-Permias Boston meluas, sehingga panasnya
dirasakan oleh warga Kristen lainnya di Boston, maka beberapa
teman
dari ICF dan IFGF sepakat untuk mengadakan pertemuan dan mencoba
mengevaluasi situasi dan mencari jalan keluarnya. Pertemuan ini
diinitiatif oleh sdr.Benny Tjahjono (aktif melayani di IFGF, tapi
merasa tidak punya hak untuk mewakili IFGF, karena bukan anggota
penuh di IFGF) dan sdr. Darmadi Darmawangsa (dari ICF-Boston).
Menurut laporan dari pertemuan ini, pihak IFGF yang dianggap sebagai
"pemimpin" IFGF Boston (yang masih di bawah bimbingan
dan
pengawasan bapak Pdt Daniel Rahmat) hadir dalam pertemuan ini
tapi sangat terlambat, sehingga mengganggu tujuan awal dari rapat
ini. Dalam posting ke-2 di bawah inilah sdr. Benny mencoba menjelaskan
lebih detail ttg sikap IFGF dan kesimpulan yang dipegang oleh
pihak IFGF.
Posting 2.
(ditulis oleh Benny Tjahjono)
Menanggapi pertanyaan Juri mengenai "ketidak-serasian dalam
prinsip" yang timbul pada akhir dari pertemuan tersebut dapat
dijelaskan dengan melihat dari saat konflik ini sedang terjadi
sbb; (untuk memudahkan kalian dapat melihat kembali jalur kejadian
seperti yang telah saya posting sebelumnya)
Setelah adanya tanggapan dari pihak Islam berupa undangan pengajian
ke saya pribadi yang diposting di jaringan kampus dan juga terjadinya
keresahan diantara mahasiswa2 Indonesia di lingkungan kampus karenanya,
saya pribadi
berinisiatif (dan juga karena dorongan kuat dari hati saya) untuk
omong2 dengan si pihak Muslim ini pribadi lewat e-mail. Disitu
saya jelaskan bahwa rupanya sehubungan dengan undangan pengajian
tsb dengan terang2an menyebut nama saya disitu, para mahasiswa2
lain menyangka adanya suatu permusuhan antara saya dengan dia.
Karenanya, saya ingin meyakinkan antara saya dan dia tidak ada
persoalan pribadi (langkah ini juga disetujui oleh pihak ICF Boston).
Pihak Islam bisa diyakinkan saat itu, namun pihak IFGF Boston
tidak menyukai tindakan saya karena mereka sudah mengambil keputusan
dan (menyuruh saya juga) untuk tinggal diam saja dan tidak usah
menanggapi pihak Islam khususnya dalam masalah undangan ini, dengan
anggapan bahwa undangan
lewat internet ini adalah sah adanya. Oleh karena itu pihak IFGF
Boston sempat menyalahkan saya dengan akibat konflik yang berkepanjangan
adalah akibat dari tanggapan saya pribadi ke pihak Islam; hingga
dengan adanya saya dikontak sendiri lewat telepon oleh pihak Islam
tersebut adalah semata2 kesalahan saya sendiri sebelumnya dan
bukan tanggung jawab
pihak IFGF Boston.
Perbedaan pendapat diatas itulah yang menjadi inti dari ketidaktemuan
dalam pengambilan keputusan meeting IFGF-ICF Boston lalu. Selanjutnya
saya sudah minta pastor Daniel selaku pembina IFGF Boston untuk
memperkenalkan group IFGF Boston ke Permias-MA yang sampai saat
ini saya belum melihat adanya realisasi dari tindakan tersebut
(saya akan coba periksa lagi dengan mereka-IFGF Boston selanjutnya).
Lampiran
H. DATA PERMIAS MADISON
Catatan pinggir:
Di tengah hangatnya dialog sfu-net ini, dimana kalau kita ingat
disebabkan oleh incident ributnya masyarakat Boston (permias-Boston)
yang dikarenakan tayangan-tayangan "iklan" aktivitas
IFGF, tiba-tiba ada tayangan tentang program aktivitas IFGF di
Permias-Madison. PermiasMadison termasuk salah satu permias yang
aktif baik
di Amerika Serikat. Tayangan ini dikirim oleh seorang IFGF yang
berada di Purdue, Indiana, yang mana jelas bahwa ybs. bukan anggota
atau warga di Permias Madison. Dalam istilahnya, ini merupakan
tayangan "gelap", dimana pengertian "gelap"
itu bisa masuk dalam kategori yg
masih didebatkan segi "legal"nya. Namun pada prinsipnya,
ini menggambarkan cara-cara dari IFGF yang srudag-srudug, dan
kalau dibaca kembali Lampiran G, dimana disitu sdr.
Benny Tjahjono (aktif melayani di IFGF, walau bukan anggota IFGF)
menjelaskan bahwa memang ada suatu "mandat"
strategi "marketing" IFGF utk memakai segala macam network-network
yang ada di internet, tanpa menghiraukan atau tepatnya menimbang
matang-matang "tata-krama" yang ada (tertulis atau tidak
tertulis). Lampiran ini akan berisi beberapa email yang sempat
terdokumen (masih banyak email-email yang barkaitan dengan poating
iklan ini), dan
silakan diambil konklusinya sendiri. Yang jelas warga Permias
Madison merasa "diperkosa" sedikit teritorinya dan sangat
kecewa, walau cara protes yang mereka lakukan tidak sefrontal
warga Permias Boston.
Posting 1.
(dikirim oleh sdr. Togu Manurung, warga Permias Madison)
Kepada Yth.: Teman-teman Fica-netter yang menjadi anggota IFGF,
Malam ini saya membaca undangan KKR di "mailing list"
Permias-Madison-Net ("networking" khusus untuk para
mahasiswa Indonesia di Madison, Wisconsin, USA; pesertanya orang
Kristen dan Islam).
Entah mengapa dan apa maksud si pengirim (sdr. Martono; apakah
ybs.
memang benar anggota IFGF ?) dengan mengirim undangan KKR ini
ke jalur Permias-Madison-Net. Apalagi ybs. (dari Purdue University:
West Laffayette, Indiana) bukanlah anggota Permias-Madison).
Melalui kejadian ini, saya mohon perhatian yang sebesar-besarnya
dari teman-teman anggota IFGF (gereja dan atau organisasi IFGF/GISI)
untuk **memperhatikan** cara-cara dan *etika* dalam hal mengumumkan
(mengundang ke) acara KKR. Baiklah kita tidak *sembarangan* dan
"main tabrak* (at any cost),
khususnya dalam hal yang berhubungan dengan teman-teman kita yang
beragama Islam. Banyak *perkara* yang akan timbul (bahkan sesungguhnya
telah timbul/ada) dengan "main seruduk" seperti yang
dilakukan oleh sdr. Martono ini (bila ternyata sdr. Martono bukan
anggota IFGF,
saya mohon maaf; namun mohon diperhatikan oleh teman-teman dan
atau organisasi IFGF mengenai kejadian ini. Semoga tidak diulangi
lagi.
Sekali lagi, saya sudah banyak mendengar berbagai *tindakan* dan
*masalah* yang telah terjadi sehubungan dengan berbagai kegiatan
teman-teman (gereja) IFGF di AS ini. Banyak *keluhan* dan *masalah*
yang telah terjadi (yang pernah saya ketahui). Alangkah baiknya
bila berbagai permasalahan ini dapat segera "dimengerti"
dan *"diobati"*.
Terima kasih untuk perhatian dan kerjasama Anda, teman-teman dan
organisasi/gereja IFGF.
Salam dalam kasih Kristus,
Togu Manurung
P.S. "E-mail" ini saya Cc-kan kepada Sdr. Martono dan
"mailing list" IFGF.
-----
Date: Tue, 7 Feb 1995 22:12:30 -0500
From: Martono <martono@ecn.purdue.edu> Reply-To: permias@cae.wisc.edu
Sender: sianipar@cae.wisc.edu
To: permias@cae.wisc.edu
Expansion-Of: permias-mad@wigate.nic.wisc.edu
Hadirilah KKR :
T H E
TTTTTTTTTTTT RRRRRRRRRR UUU UUU EEEEEEEEEEE
TTTTTTTTTTTT RRRRRRRRRRR UUU UUU EEEEEEEEEEE
TTT RRRR RRR UUU UUU EEEE
TTT RRRR RRR UUU UUU EEEE
TTT RRRRRRRRRRR UUU UUU EEEEEEEEEE
TTT RRRRRRRRRR UUU UUU EEEEEEEEEE
TTT RRRRRRR UUU UUU EEEE
TTT RRRR RRR UUU UUU EEEE
TTT RRRR RRR UUUUUUUUU EEEEEEEEEEE
TTT RRRR RRR UUUUUUU EEEEEEEEEEE
LLLL OOOOOOO VVV VVV EEEEEEEEEEE
LLLL OOOOOOOOO VVV VVV EEEEEEEEEEE
LLLL OOO OOO VVV VVV EEEE
LLLL OOO OOO VVV VVV EEEE
LLLL OOO OOO VVV VVV EEEEEEEEEE
LLLL OOO OOO VVV VVV EEEEEEEEEE
LLLL OOO OOO VVV VVV EEEE
LLLL OOO OOO VVV VVV EEEE
LLLLLLLLLLL OOOOOOOOO VVVVV EEEEEEEEEEE
LLLLLLLLLLL OOOOOOO VVV EEEEEEEEEEE
Hadirilah acara menjelang hari kasih sayang
bersama Pdt. Harminto Ongko
dan temukan kasih yang sejati
dengan diramaikan oleh tim musik dari StillWater dan West
Lafayette
Indiana University
Greggs Lounge, Eastern Center
Bloomington, IN 47406
Jumat, 10 Feb'95 8:00pm
Chicago
Skokie Valley Baptist Church 1050 Skokie Blvd (Route 41) Wilmette,
IL 60091
Sabtu, 11 Feb'95 6:00pm
Purdue University
Lily Hall 1105
West Lafayette, IN 47906 Minggu, 12 Feb'95 6:00pm
dengan acara
Ramah Tamah bersama, Pujian dan Penyembahan,
Kesaksian dan Pemberitaan Firman Tuhan, dan Makan Malam Bersama
Untuk keterangan lebih lanjut, silahkan hubungi Muliady (317)
743 4601
Indonesian Full Gospel Fellowship
-----
Date: Tue, 7 Feb 1995 22:45:24 -0600 From: manurung@calshp.cals.wisc.edu
Subject: Re: (??? Martono di Purdue Univ.) To: permias@cae.wisc.edu
Cc: Martono <martono@ecn.purdue.edu> Expansion-Of: permias-mad@wigate.nic.wisc.edu
>Date: Tue, 7 Feb 1995 22:12:30 -0500
>From: Martono <martono@ecn.purdue.edu>
>Reply-To: permias@cae.wisc.edu
>To: permias@cae.wisc.edu
....
>Hadirilah acara menjelang hari kasih sayang
>
> bersama Pdt. Harminto Ongko
>
> dan temukan kasih yang sejati
>
> dengan diramaikan oleh tim musik dari StillWater dan
West Lafayette
...
>Indonesian Full Gospel Fellowship
Saudara Martono Yth.,
Apakah Anda tidak salah mengirim "pesan" ke jalur Permias-Madison-Net
?
Apa maksud Anda dengan "nyelonong" dan mengumumkan acara
KKR ini ?
Saya minta agar Anda tidak *sembarangan* (sembrono) dan
cari perkara.
Saya sangat menyesalkan dan *protes* terhadap tindakan (kesalahan?)
Anda ini. Mohon untuk tidak diulangi.
Salam,
Togu Manurung
Posting 2.
(dikirim oleh sdr. Andri Sianipar, warga dan admin Permias Madison)
Salam semuanya,
kemarin permias-madison net kami 'dihinggapi' artikel promosi
Kebaktian Kebangunan Rohani(KKR) yang berasal dari saudara Martono
di Purdue. KKR ini sendiri disponsori oleh Indonesian Full Gospel
Fellowship(IFGF).
Sebenarnya saya pribadi agak enggan menulis mail ini karena sudah
banyak teman2x lain(dari Madison maupun bukan) yang telah menulis
di fica-net mengenai hal ini dan AMAT MENYESALKAN tindakan saudara
Martono yang se-
cara SENGAJA/TIDAK SENGAJA telah mengirim artikel tersebut ke
permias-net kami.
Seperti juga sudah dijelaskan oleh Bang Togu sebelumnya, permias-net
itu adalah net untuk semua orang Indonesia. Jadi anggotanya terdiri
dari teman2x yang beragama Islam, Kristen, Katolik, dlsb...
Oleh karena itu, amatlah dimengerti bahwa artikel2x yg berbau
keagamaan seperti KKR, acara2x mingguan ICF, acara2x mingguan
pengajian dan acara2x lain yang bukan acara permias, tidak seharusnya
dimasukkan ke permias-net. Tujuannya ada
lah untuk menjaga keharmonisan, tenggang rasa antar umat beragama
Indonesia. Saya rasa etika tenggang rasa di atas berlaku untuk
semua permias-net di Amerika ini!!
Sebagai administrator dari permias-madison net, beberapa teman2x
beragama Islam telah menge-mail saya secara pribadi menanyakan
sebab musabab dari 'jatuhnya' artikel KKR Purdue tersebut ke permias-net
kami. Sayapun telah menjawab dan menjelaskan bahwa artikel tersebut
dikirim seluar pengetahuan daripada ICF-Madison dan saya pribadi.
Lebih lanjut, saudara Martono bukan seorang anggota dari permias-madison
net.
Bukan maksud saya untuk memojokkan Mas Martono melalui mail ini,
tapi biarlah kejadian2x seperti ini **TIDAK TERULANG LAGI** dimanapun
juga. Juga utk saudara/i dalam Kristus yang ada di IFGF, marilah
kita menjaga semua tingkah dan laku kita dalam menyebarkan injil.
Sehingga janganlah nantinya bukan menjadi saksi yang baik untuk
Kristus, tapi malah menimbulkan pertengkaran2x di antara umat
beragama.
Etika pengikut Kristus yang baik, yang dapat menjaga perasaaan
teman2x dari agama lain dengan tidak melakukan hal2x yg dapat
menimbulkan amarah mereka, dapat ada dalam kita semua dengan pertolongan
Roh Kudus.
salam dalam Kristus,
andri sianipar
Lampiran
I. Universitas - Yohannes Somawiharja
LATAR BELAKANG ICF UNIVERSITAS,
PUTERA GEREJA YANG HILANG
_________________________________________________________
Yohannes Somawiharja
SEJARAH PENDIRIAN UNIVERSITAS DAN TUJUANNYA
Universitas seperti yang kita kenal sekarang ini adalah
salah satu dari tujuh institusi penting ciptaan peradaban barat,
yaitu : Keluarga, Profesi, Gereja, Economic Enterprise, Negara,
Media Massa dan Universitas. Universitas, lebih dari yang lainnya,
merupakan institusi yang paling berpengaruh dewasa ini dalam pembentukan
nilai dan prilaku masyarakat (Malik, 1982). Salah satu kenyataan
yang jarang mendapat perhatian yang selayaknya adalah fakta bahwa
Universitas itu lahir dari Gereja. Ia adalah putera Gereja.
Universitas seperti yang kita kenal sekarang ini pertama-tama
didirikan pada abad 12 di Oxford di Inggris, Paris di Perancis
dan Bologna di Italia utara. Tujuan pendirian universitas pada
waktu itu adalah (meminjam istilah dari Pasquier ) : batie en
hommes, yang artinya "built of men" (identik dengan
"pembangunan manusia seutuhnya"). Pada waktu itu semua
orang belajar teologi sebagai ilmu pokok sedangkan ilmu-ilmu lain
merupakan aplikasi dari prinsip kekristenan yang dipelajari dalam
teologi itu.
Pendirian Universitas-Universitas besar selalu berlandaskan semangat
Injil. Universitas Harvard, misalnya, yang didirikan pada tahun
1646 memiliki lambang perisai (tanda iman) dengan tulisan veritas
(kebenaran) dan dikelilingi tulisan Pro Christo et Ecclesiae
(bagi Kristus dan GerejaNya). Sedangkan tujuannya adalah : "Every
one shall consider the main end of his life and studies to know
God and Jesus Christ which is eternal life." Universitas
Freiburg di Jerman memiliki motto Die Wahrheit wirt euch freimachen
(kebenaran akan membebaskan engkau, Yohanes 8:34). Bahkan Universitas
Chicago didirikan pada tahun 1890 dengan aspirasi : "An institution
. . . loyal to Christ and his Church, employing none but Christians
in any department of instruction; a school not only evangelical
but evangelistic, seeking to bring every student to Jesus Christ
as Lord."
PENYELEWENGAN DARI TUJUAN SEMULA
Namun mulai abad ke 18, rasionalisasi mulai menggerogoti tujuan
Universitas dengan cara menggantikan jiwa universitas itu dengan
jiwa humanisme sekuler, yang mengganggap rasio manusia sebagai
ukuran tertinggi kebenaran. Universitas sebagai produk utama
cendekiawan, saat ini telah menyimpang dari tujuannya semula,
yaitu dari membina manusia yang utuh sebagai representasi Allah
di dunia ini, menjadi hanya mengajarkan dan mengembangkan ilmu,
dengan manusia dan fakta empiris sebagai ukuran tertinggi kebenaran.
Motivasi penyelenggaraan Universitas tersebut tidak lagi dijiwai
oleh kekristenan. Unsur supernatural yang merupakan kontak dengan
Allah sudah disingkirkan. Universitas bagaikan anak yang hilang,
pergi dari Gereja, Bapanya yang sah dan diadopsi oleh filsafat
humanisme-sekuler yang bercokol dalam rongga otak tiap cendekiawan
"modern" (boleh percaya atau tidak : Universitas-Universitas
yang punya label "Kristen"-pun ternyata sama sekali
tidak imun terhadap problem ini). Hal itu bukan berarti universitas-universitas
tersebut tidak lagi mampu membuahkan pengajaran yang bernilai
akademis tinggi atau hasil-hasil riset yang bermutu (know-how),
melainkan telah kehilangan arah : untuk apa ilmu-ilmu itu ? (know-why)
Penyelewengan tujuan itu sangat berbahaya karena penerapan pengetahuan
itu ternyata tidak pernah netral. Artinya penerapan ilmu itu
akan selalu sesuai dengan nilai hidup dan world view dari orang
yang akan mengaplikasikannya. Dapatkah manusia yang dicemari oleh
dosa dijadikan ukuran tertinggi ? Jika begitu, maka penerapan
ilmu itu akan dijiwai oleh semangat kejatuhan manusia atau dosa,
yang bagaikan gaya sentrifugal yang selalu cenderung untuk menjauh
dari pusatnya yaitu Yesus Kristus. Betapa banyaknya contoh yang
menunjukkan penyalahgunaan ilmu dari kaum cendekiawan : semakin
pandai seseorang, semakin canggih pula modus-operandi kejahatannya.
Julien Benda menyebut hal ini sebagai La Trahison des Clercs,
penghianatan kaum cendekiawan. Martin Luther pernah mengatakan
: Your reason is like a whore. Cendekiawan adalah "istri"
sang kebenaran. Namun pada kenyataannya ia sering lebih suka bercinta
dengan yang bukan kebenaran, sehingga tepatlah jika Luther mengatakannya
sebagai "whore".
Kemudian, kita juga telah mewarisi tradisi dimana ilmu telah kelewat
dikotakkan demi spesialisasi. Teologia sebagai ilmu dasar telah
digeser dari perannya yang seharusnya dan hanya dijadikan salah
satu ilmu alternatif saja. Teologia yang seharusnya melandasi
dan mengarahkan semua ilmu lainnya telah diturunkan dari tahtanya.
Ilmu-ilmu lain itu sebenarnya hanyalah upaya untuk mengolah alam
fisik sekitar dalam rangka mandat budaya (Kejadian 1:28), dan
mereka secara tidak bertanggung jawab telah dilepas kepadang-belantara
tanpa motivasi dan arah yang jelas dari pemahaman tentang maksud
sang pencipta dunia.
Sehingga tidaklah mengherankan jika banyak dari kita yang berpikir
bahwa tiap ilmu dapat berdiri sendiri dan pemahaman iman yang
mendalam itu merupakan spesialisasi dan tugas para pendeta saja.
Padahal sebenarnya para rohaniwan tidak boleh dan tidak dapat
menggantikan awam dalam pemahamannya tentang iman. Bukan berarti
bahwa fungsi para rohaniwan itu terus bisa ditiadakan dan digantikan
oleh awam; melainkan bahwa awam itu perlu dilatih dan ditingkatkan
pemahamannya karena pergumulan, penghayatan dan penerapan iman
itu tidak dapat dibebankan kepada orang lain.
PERANAN UNIVERSITAS MASA KINI
Bahwa masadepan suatu masyarakat itu akan sangat ditentukan
oleh seberapa banyak ilmu yang dimilikinya, sudah menjadi amat
gamblang. Ini sejalan dengan pemikiran Francis Bacon : nam et
ipsa scientia potestas est (yaitu bahwa Knowledge is Power).
Ilmu pengetahuan, terutama sejak lima ratus tahun terakhir ini
telah membentuk dan mengarahkan kegiatan masyarakat serta merubah
permukaan bumi. Pemikiran-pemikiran serta ideologi-ideologi telah
menciptakan nilai-nilai masyarakat baru. Sains dan teknologi
telah memenuhi muka bumi dengan benda-benda ciptaannya : gedung,
jalan raya, jembatan, mesin.
Itu semua merupakan kontribusi para cendekiawan, yang sebagian
besar (jika tidak boleh dikatakan semua) adalah produk Universitas.
Karena ternyata sifat Universitas itu dapat menstimulasi dan
mengkultivasi salah satu sisi dari gambar Allah yang ada pada
diri manusia, yaitu kemampuannya untuk berpikir dan mencipta.
Pemikiran-pemikiran yang diproduksi oleh Universitas itu kemudian
mendominasi semua institusi yang ada. Diantara tujuh institusi
yang disebut pada awal tulisan ini : Profesi, Gereja, Economic
Enterprise, Negara, Media massa dan bahkan keluarga, mana yang
dapat lepas dari pengaruh Universitas masa kini, baik secara langsung
maupun tidak langsung ?
PENTINGNYA MEMENANGKAN UNIVERSITAS
Namun kita dapat menilik fakta sejarah : Dengan ilmu pengetahuannya,
manusia telah berhasil mengembangkan dunia (ilmu pengetahuan,
budaya, teknologi, dll), kecuali satu : dirinya sendiri, manusianya.
Usaha-usaha untuk menghasilkan manusia yang lebih baik melalui
ilmu pengetahuan tanpa melibatkan Yesus Kristus, hanya menghasilkan
pemolesan-pemolesan luar, seperti moral etik atau sopan-santun
saja. Aspek-aspek dasar kemanusiaan seperti cinta, cemburu, nafsu
berkuasa, iri hati, dosa, ternyata tidak berkembang. Itu sebabnya
kita yakin bahwa isi berita Alkitab itu, yang walaupun ditulis
lebih dari 2000 tahun yang lalu, tidak pernah out of date, karena
ternyata manusia itu pada dasarnya sama. Kita boleh lebih pandai
dan lebih kaya dari nenek moyang kita pada jaman dulu, namun pada
dasarnya kita tidak pernah mampu berkembang menjadi lebih baik,
lebih jujur, lebih rendah hati, lebih mau berkorban, lebih mau
menolong orang lain. Imago Dei -yang telah rusak- yang ada dalam
dirinya itu membisikkan pada dirinya bahwa ada suatu standar yang
selalu mendesak dirinya untuk mencapainya. Namun yang ia mampu
kembangkan hanyalah segala sesuatu diluar dirinya dan bukan yang
ada dalam dirinya sendiri. Kejatuhan manusia di Eden ternyata
telah merusak pemahaman epistemologis manusia. Ia, misalnya,
kehilangan orientasi tentang mana yang harus disembahnya : Tuhan,
dirinya sendiri atau benda ciptaannya (mis. uang dan ilmu pengetahuan).
Tetapi terpujilah Tuhan ! karena penebusan sempurna dalam Kristus
yang telah memberi kepada manusia yang telah dilahirkan baru untuk
menyembuhkan pengetahuan manusia dari noda dosa sehingga kemudian
dapat dipakai bagi kemuliaan Tuhan. Rekonsiliasi dengan sang Pencipta
telah memulihkan standar epistemologi dan orientasi hidupnya kembali.
Dengan demikian, jika kita memahami bahwa : (1) Universitas itu
demikian berpengaruhnya; (2) Dosa telah merusakkan rasio manusia
dan membelokkan peran Universitas; dan (3) Keselamatan dalam Kristus
merupakan satu-satunya kuasa yang mampu memperbaiki, maka kesimpulannya
adalah : merupakan tugas kitalah untuk memenangkannya bagi Kristus.
Memenangkan Universitas punya dua sisi : (1) memenangkan para
cendekiawan yang sedang belajar didalamnya, sehingga suatu waktu
nanti akan (2) memenangkan sistem berpikir Universitas tersebut.
Merubah hati dan merubah pikiran, keduanya sama pentingnya, sebab
jika seseorang cendekiawan dipertobatkan, tapi nilai Kristen tidak
sampai menguasai cara berpikirnya dan mampu mengaplikasikan imannya
melalui profesinya, ia tidak akan menjadi seorang cendekiawan
Kristen yang utuh. Charles Habib Malik, cendekiawan Kristen dari
Lebanon yang bekas presiden PBB, mengatakan :
The problem is not only to win souls, but to save minds.
If you win the whole world, but lose the mind of the world,
you will soon discover that you have not won the world.
Indeed it may turn out that you have actually lost the world.
(Malik, C.H. 1980. The Two Task, Crossway.)
Memenangkan cendekiawan dan membinanya menjadi seorang prajurit
Kristus yang mampu mendayagunakan seluruh kemampuannya untuk pekerjaan
Tuhan, jelas bukan merupakan tugas yang mudah. Namun jika kita
menyadari betapa pentingnya tugas ini, maka dengan kekuatan dan
penyertaan Tuhan, kita akan mampu melaksanakannya ! Difficult,
but not impossible : Memang sulit, namun bukannya tidak mungkin
!
_________________________________________________________________
YS.Universitas
Lampiran
J. Peran ICF - Yohannes Somawiharja
PERAN ICF UNTUK MEMBINA CENDEKIAWAN
KRISTEN DI DALAM UNIVERSITAS Yohannes
Somawiharja
Walaupun sebagian orang mengharapkan ICF dapat menjadi wadah persekutuan
seluruh masyarakat Indonesia di USA, nampaknya hal tersebut sulit
dilakukan. Bacaan dibawah ini ditulis dengan asumsi bahwa ICF
adalah persekutuan
para mahasiswa. Mengapa kejelasan ini perlu ? pertama-tama adalah
kenyataan bahwa dalam ICF, hampir semua partisipannya adalah mahasiswa.
Kedua, ICF tidak mungkin menangani seluruh masyarakat Indonesia
di USA karena keterbatasan waktu dan sumber daya. Kesimpulan dari
kedua alasan tersebut adalah bahwa ICF perlu mempertajam upaya
pelayanannya, sehingga resource yang terbatas itu dapat digunakan
secara efektif dan efisien.
KELEBIHAN ICF
ICF mempunyai kelebihan yang memungkinkannya untuk lebih
mudah menjangkau mahasiswa di kampus dan mempersiapkannya sebagai
generasi pemimpin masyarakat.
Kelebihan itu adalah :
1.
Indigenous. Artinya berasal dari inisiatif mahasiswa, sehingga
relatif lebih mudah menjangkau mahasiswa lainnya.
2. Anggotanya relatif homogen.
a. Tingkat intelektual relatif sama.
b. Usia relatif sama.
c. Kebutuhan dan pergumulan relatif sama.
Anggota yang homogen ini memudahkan penyusunan program dan pemilihan
materi yang akan disajikan dalam acara ICF.
3. Mahasiswa adalah calon pemimpin masyarakat dalam skala
tertentu.
4. Sebagai kaum muda, mahasiswa punya energi yang RluarbiasaS.
5. ICF adalah suatu LSM, yang memungkinkan terjadinya partisipasi
yang tinggi.
a. Partisipan bersama-sama mendefinisikan kebutuhannya sendiri.
b. Partisipan bersama-sama mengidentifikasi dan mengkelola sumber
yang ada untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
KEUNIKAN ICF
Sebagai persekutuan para mahasiswa, ICF memiliki keunikannya
sendiri. Ia adalah milik bersama dari dua institusi : Gereja dan
komunitas intelektual. Ia adalah bagian tak terpisahkan dari Gereja
yang kudus dan am. Tapi dipihak lain sebelah kakinya berpijak
pada Universitas, yaitu komunitas intelektual yang sangat berpengaruh
didunia saat ini. Saat ini, kedua institusi ini seolah-olah saling
bertentangan sebagai hasil dari proses sekularisasi komunitas
intelektual tiga abad terakhir ini.
Pertentangan diatas menimbulkan ketegangan dalam tiap cendekiawan
Kristen. Untuk mengatasi ketegangan itu, ada dua sikap yang umumnya
diambil : Pemisahan atau rekonsiliasi. Pemisahan adalah cara
yang paling mudah, dan kenyataannya ini memang sikap yang umumnya
dipilih. Penganut pemisahan berpendapat bahwa komunitas intelektual
itu sudah begitu parahnya, tidak tertolong lagi (atau pada dasarnya
: kita sudah tidak sanggup menolongnya) sehingga satu-satunya
upaya kita adalah untuk memperbaiki diri kita sendiri, membentuk
suatu komunitas terpisah dan membentengi diri dari pengaruh komunitas
intelektual yang jahat itu. Sikap ini, yang mungkin sekali dipilih
secara tidak sadar (mungkin karena ketidak-tahuan) akan menuntun
kita ke alienasi atau eksklusivisme.
Penganut rekonsiliasi berpendapat bahwa dengan melayaninya, komunitas
intelektual akan memperoleh "jiwa" dan orientasi nya
yang benar kembali, yang secara falsafah sekarang ada dalam
tawanan kaum rasionalis dan humanisme-sekuler. Rekonsiliasi
memang sulit, tetapi akan membuahkan dampak luarbiasa bagi kekristenan.
Universitas sebagai institusi, pada kenyataannya sangat sulit
ditembus oleh Gereja yang akan dianggap sebagai "alien".
Sehingga nampaknya ICF (sebagai gerakan pribadi-pribadi yang
telah dimenangkan oleh Kristus) yang berasal dari dalam tubuh
institusi itu sendiri, menjadi alternatif yang penting untuk membina
dan melengkapi para cendekiawan yang sedang mempersiapkan diri
untuk karier tertentu. ICF tentu saja bukanlah gereja dan lebih
tepat disebut sebagai gabungan antara para-church dan grass-root
movement. Sejarah para-church seperti IVCF, CCC atau Navigators
merupakan suatu kenyataan akan pentingnya peran para-church dalam
menggarap ladang kampus.
UNIVERSITAS SEKULER + ICF = UNIVERSITAS KRISTEN INJILI
Kita mengharapkan bahwa seorang partisipan yang belajar
disuatu Universitas (walau Universitas sekuler sekalipun) jika
ia juga dibina di ICF setempat, seakan-akan ia belajar pada sebuah
Universitas Kristen yang Injili, yaitu suatu institusi yang :
1. Tidak hanya mempersiapkannya untuk meningkatkan karir
saja, melainkan mempersenjatainya guna berinteraksi seumur-hidup
dengan kebudayaan dunia yang jahat ini.
2. Tidak hanya disiapkan untuk profesinya, melainkan juga
dibina dan diperlengkapi untuk menjadi warganegara, suami-istri,
orangtua, wanita dan pria milik Tuhan dalam kebudayaan yang akan
menolak dia karena sistem nilainya berbeda.
3. Pada waktu ia lulus ia akan melaksanakan profesi dan
karirnya dengan cara pikir yang berbeda dari hanya sekedar lulusan
Universitas sekuler.
(Nigel Cameron, Christianity Today, July 1994, pp.18-19)
Jadi, untuk itu ada dua tugas penting ICF : (1) mempertobatkan
cendekiawan dan membawanya pada komitmen kepada Kristus.; dan
(2) mendorong mereka untuk secara kreatif mengolah dan menerapkan
potensi kecendekiawanannya bagi pekerjaan Tuhan secara komprehensif
dalam lingkungan profesi dan masyarakatnya.
ICF HARUS MENYADARKAN PARTISIPAN AKAN POTENSI DAN TANGGUNG-JAWAB
KECENDEKIAWANANNYA
Untuk itu, para partisipan dalam ICF perlu disadarkan tentang
potensi kecendekiawanan yang telah dikaruniakan Tuhan kepadanya.
Ia harus disadarkan bahwa ia punya potensi lebih daripada hanya
sekedar sebagai seseorang yang pandai + mau "berbuat baik"
(jujur, rendah hati, sabar, rajin ke persekutuan, meng-konsel
teman). Lebih lanjut ia harus dibukakan wawasan pandangnya, bahwa
panggilan Tuhan dan profesi itu jauh lebih luas daripada dunia
bisnis saja, yaitu dunia pendidikan, budaya, politik, kesenian,
linguistik, medis dan sebagainya.
Potensi kecendekiawanan itu, misalnya
dapat untuk merombak dan memperbaiki sistem nilai masyarakat.
Potensi itu adalah suatu resource, talenta yang dipercayakan
Tuhan kepada kita yang menuntut suatu tanggung jawab. Adalah
jelas bahwa seorang cendekiawan itu punya kemampuan lebih dari
saudara-saudara seiman lainnya. Ia diberi 5 talenta oleh Tuhan,
bukan hanya 1. Tuhan dalam kitab Lukas telah mengatakan bahwa
siapa yang diberi lebih, akan dituntut lebih. Oleh sebab itu,
ia harus mengembangkannya sampai 10, bukan hanya sampai 6 atau
7. Ini adalah konsekuensinya. Pada saat yang tak terduga nanti,
Tuan sang empunya talenta itu akan datang untuk meminta pertanggung-jawaban
kita tentang apa yang telah kita lakukan dengan talenta itu (Matius
25 :14-30).
Jadi penyadaran tentang kecendekiawanan disini sama sekali jauh
dari usaha untuk mencari pengakuan atribut (seeking for recognition)
atau kesombongan (pride). Sebaliknya, kecendekiawanan yang kita
bicarakan disini dikonotasikan pada tanggung-jawab.
1
PENERAPAN KECENDEKIAWANAN = KARYA-NYATA SEBAGAI HASIL INTEGRASI
IMAN DAN KECENDEKIAWA-NAN
Dengan menyadari arti rohani dari kecendekiawanannya, seorang
diharapkan akan berusaha untuk meng-integrasi-kan iman dan kecendekiawanannya
tersebut yang nanti akan diaplikasikan dalam karya nyatanya.
Ini adalah kemempuan untuk menterjemahkan dan mengaplikasikan
prinsip Kristen kedalam tindakan kongkret. Kita sama sekali tidak
tertarik untuk menjadikan kekristenan sebagai suatu pelarian psikologis,
dimana seseorang merasa aman masuk dalam lingkungan eksklusif
"orang baik-baik" saja. Contoh bagi kita adalah Tuhan
Yesus sendiri, yang meninggalkan surga untuk berinkarnasi untuk
bekerja bagi manusia.
Dalam ICF para mahasiswa harus di-encourage untuk mempercakapkan
dan mengenali arti profesinya. ICF harus memberi tempat lebih
banyak untuk persoalan yang akan mereka hadapi di masyarakat nanti
dan bergumul untuk mencari jawabnya dengan cara pikir Kristen
yang dijiwai oleh semangat Injil. Dengan demikian, pada waktu
ia bekerja nanti, hidupnya tidak akan terkompartemen/ terkotak.
Hidup yang terkotak adalah suatu pseudo -integrasi dan merupakan
suatu kegagalan integrasi.
Mengapa ICF merupakan wadah yang tepat untuk ini ? karena ICF
merupakan upaya inisiatif awam (swakarsa). Umumnya, gereja-gereja
punya kecenderungan untuk menghasilkan "clergy kecil"
(yang kemampuannya adalah : bisa khotbah, memimpin Bible discussion,
counselling dll - ini bukannya salah, namun lebih merupakan tugas
seminari) . Sedangkan sasaran ICF lebih kearah untuk membentuk
pekerja Kristus di lapangan, yang bergumul dengan dunia yang "kotor,
kejam, tidak nyaman" tapi yang dikasihi oleh Tuhan. Untuk
bisa begitu, seseorang dalam ICF lalu dibekali dengan wawasan
ipoleksosbudhankam dan meningkatkan kepekaan dan kemampuan melaksanakannya.
TUGAS TERBERAT ICF : TRANSFORMASI
VISI DAN NILAI HIDUP
Motivasi yang menjadi motor
pelaksanaan integrasi adalah visi. Seseorang harus mengalami
transformasi nilai-nilai hidup, dari nilai-nilai hidup dunia
(misalnya saja materialisme) menjadi nilai hidup Kristen. Seseorang
yang telah mengalami transformasi akan memiliki sikap militan
untuk melaksanakan kehendak Tuhan. Satu formulasi bagus untuk
sikap seperti itu adalah motto yang dipilih oleh reformator Johannes
Calvin : prompte et sincere in opere Dei (with readiness and
whole-heartedness in God's work).
Ia pertama-tama harus memandang dirinya sebagai seorang Kristen,
seorang prajurit Kristus, yang siap melaksanakan panggilan sang
panglima untuk diterjunkan dalam situasi apa saja. Prajurit,
tidak pernah mendahulukan interest pribadinya. Prajurit, selalu
memiliki kesiap-sediaan dan kesungguhan.
Berhasil tidaknya ICF membina seseorang akan sangat ditentukan
apakah ICF itu sanggup menyadarkan seseorang akan pentingnya transformasi
ini, serta berpartisipasi dalam prosesnya. Ia harus dapat menyangkal
dirinya. Dalam memilih profesi, misalnya, dapatkah seseorang bersedia
untuk pertama-tama melupakan impian dan cita-citanya serta memikirkan
dengan serius, membuka diri terhadap semua kemungkinan ? Dan
bahwa kriteria pemilihan profesi itu adalah efektifitas pelayanan
dan bukan uang ? Pertanyaan apakah yang menguasai pemikirannya
: Pekerjaan apa yang dapat menghasilkan banyak uang ? Perusahaan
apa yang paling menjanjikan peningkatan karier ? atau Apa fungsi
spesifik saya dalam rencana Tuhan ? Bagaimana saya dapat melayani
Tuhan melalui profesi saya ? Seseorang biasanya tidak dapat melihat
adanya banyak peluang lain selain apa yang sesuai dengan nilai
yang ditanamkan oleh masyarakat, karena ia tidak bersedia menyangkal
dirinya. Ia tidak bersedia membuka kacamata dunia dan mempersilahkan
Tuhan untuk menganugerahkan visi baginya.
Kemudian ia harus memikul salibnya.
Jika Tuhan memilihkan baginya suatu profesi yang lain dari impiannya,
bersediakah ia menuruti kehendak Tuhan dan melaksanakannya ?
Tuhan memang tidak pernah menjanjikan kemewahan dan kesuksesan
yang sesuai dengan ukuran dunia. Mengikut Tuhan berarti menyadari
adanya resiko untuk menderita karena namaNya. Tetapi berbeda
dengan ukuran dunia, penderitaan bagi Tuhan adalah anugerah (Filipi
1:29). Pekerjaan Tuhan adalah suatu kesempatan bagi Tuhan untuk
menerima mahkota kekal, sebab mahkota yang diterima tanpa alasan
adalah meaningless.
Terakhir ia harus mengikuti Tuhan setiap hari. Artinya, secara
terus-menerus ia harus berhubungan dengan Tuhan yang adalah sumber
inspirasi dan sumber kekuatan. Tuhan tidak pernah menjanjikan
bahwa jika kita mengikut Dia, maka semua problem lalu hilang.
Yang Ia janjikan adalah penyertaan, kekuatan, ketahanan dan kemenangan.
Setiap hari, jika ia harus melawan arus nilai-nilai dunia yang
dahsyat, ketergantungan kepada Tuhan adalah syarat mutlak untuk
meraih kemenangan.
PERAN ICF
Untuk melaksanakan tugas tersebut diatas, secara praktis
ICF diharapkan dapat
berperan sebagai :
1. Wadah Perkabaran Injil.
Memenangkan mahasiswa bagi Kristus dalam arti seluas-luasnya.
Tiap partisipan ICF harus dapat melihat hubungan yang jelas antara
aktivitas-aktivitas keorganisasian spesifik yang dilakukannya
dengan tujuan utamanya, yaitu untuk mengabarkan Injil kesukaan
kepada semua orang. Agar para pengurus tidak kehilangan arah aktivitasnya,
maka visi tentang tujuan ICF harus diulang-ulang secara periodik.
2. Wadah pembentukan Kerangka Pikir Kristen (Christian
Mind).
Transformasi nilai dimulai dengan diperkenalkannya suatu sistem
pikir dan nilai baru. ICF membantu para partisipan untuk memahami
kerangka pikir Kristen ini secara mendalam dengan cara mempertanyakan,
mendiskusikan dan mencari model penerapannya.
3. Wadah Cultivating Christian Character & Life
sebagai model alternatif masyarakat "ideal".
Mengembangkan diri dalam atmosfer kekristenan, dilatih mandiri
dalam kebersamaan, belajar mengenali kebutuhannya, memikirkan
cara untuk memenuhinya dan menerapkannya secara kongkret.
4. Wadah latihan kepemimpinan dan berorganisasi.
Dalam ICF, partisipasi adalah kata kunci. Peserta didorong
untuk mengambil suatu peran aktif yang melibatkan tanggung jawab
dan yang dapat mengembangkan ketrampilan kepemimpinannya.
5. Wadah latihan bermasyarakat dalam pluralitas (sosialisasi)
dan merupakan "soft power" gerakan moral dan hati
nurani masyarakat. Mempengaruhi masyarakat dengan nilai kekristenan
tanpa memisahkan diri dengan dunia.
"Didunia, tapi bukan berasal dari dunia".
Menjadi warganegara yang aktif-partisipatif.
6. Wadah latihan untuk menerapkan prinsip Kristennya
secara praktis dalam profesinya dengan mendayagunakan seluruh
kemampuan kecendekiawanannya.
7. Wadah untuk membangun network antar intelektual Kristen
.
Pekerjaan pelayanan Kristen, jelas merupakan suatu kerja besar
dan harus dilakukan bersama-sama. Network/jaringan, akan sangat
membantu untuk saling menguatkan dan efisiensi daya dan dana.
___________________________________________________________________
1 Dalam Kekristenan tidak dikenal kelas rohani dari jenis profesi.
Artinya, menjadi pendeta atau pekerja sosial atau dokter itu belum
tentu berarti punya kelas rohani yang lebih tinggi daripada menjadi
business-man atau ahli matematik. Cendekiawan Kristen itu juga
tidak lebih penting peranannya daripada pekerja bangunan Kristen.
Yang menentukan tingkat rohani itu hanyalah apakah pada pelaksanaan
profesi itu, pribadi yang bersangkutan selalu Rfully awareS bahwa
ia sedang menjalankan rencana Tuhan dalam dunia ini dalam tugas
spesifik yang telah Tuhan percayakan kepadanya, serta menjalankannya
dengan baik.
_____________________________________________________________________
YS. Peran
Lampiran
K. Pelayanan Kampus Di Amerika - Kie Eng Go
Saya ingin mencoba mengajukan pengertian
dan pemikiran saya tentang pelayanan kampus di Amerika. Artikel
tulisan sdr. Yohannes Somawiharja, "universitas" dan
"Peran ICF", banyak membantu memberikan masukan. Juri
dan kawan lainnya pernah mulai membicarakan kampus, lalu saya
ingat saya mengusulkan utk kita mengerti dulu ttg kampus. Saya
kira hal ini sangat penting sekali dan sangat fundamental. Salah
satu kegagalan (kalau ingin dikatakan demikian) atau kendala dalam
pelayanan Kristiani di Barat dan juga di Indo (yg mana kalau saya
perhatikan dan amati, seringkali terlalu cepat meniru pola2 Barat),
yaitu kita terlalu cepat gembargembor "We know the answer
to your problem", tanpa terlebih dahulu mengambil sedikit
waktu utk meneliti dan mengerti apa "problem" yg sebenarnya
yang dihadapi oleh masyarakat setempat dalam kondisi yg ada pada
saat itu (sesuai dengan waktu, jaman dan budaya yang ada).
Utk mengembangkan suatu pola pelayanan yg baik, saya melihat ada
perlu 3 hal yang harus dijadikan proses pemikiran dan doa dan
riset (pola ini bisa dibaca dengan lebih detail dalam buku "Sharpening
the Focus of the Church oleh Dr. Gene Getz; walaupun dalam buku
tsb. difokuskan pada pelayanan "gereja", saya temukan
prinsip dasar dari pola yang dipakai sangat applicable bagi pelayanan
kampus, khususnya kalau kita mau mengerti dan melihat bahwa pelayanan
kampus tidak bisa dipisahkan dari konteks pelayanan gereja [dhi
gereja tidak usah melulu diartikan one-single local church; yach
bisa saja diartikan seperti itu; tapi berikan dulu kesempatan
utk kita meninjau kampus, dan kemudian melihat
pola yg mudah2an nanti jelas. Yg jelas ICF harus ada dalam konteks
pelayanan gereja, dalam pengertian gereja sbg ORGANISM, yi kumpulan
atau komunitas dari orang-orang kudus.]). Tiga proses pengembangan
pola pelayanan itu disebut proses Tiga Lensa:
1. Lensa Firman Tuhan
2. Lensa Sejarah
3. Lensa Budaya dan situasi
Jadi kalau bisa dibayangkan, kita mencoba melihat suatu "objek"
melalui suatu single-tube corong pembesar, dan dalam tube itu
ada 3 lensa, yg seharusnya membantu kita utk bisa melihat dengan
lebih tajam, lebih fokus, dan lebih detail "objek" yg
ada diseberang sana. "Objek" yang ada diseberang sana
itu, tidak lain dan tidak bukan adalah pola-pola pelayanan kampus
yang baik, kontekstual, efektif, dan Alkitabiah. Utk kita bisa
mengerti "objek" tsb., kita harus tahu dengan jelas
spesifikasi dari setiap lensa yg ada tsb.
Lensa Firman Tuhan
Singkatnya dari lensa ini, kita bisa dapatkan dari Firman Tuhan
PRINSIP2 dan FUNGSI2 yg ada dalam Alkitab yang bersifat ABSOLUT
atau MUTLAK. Maksudnya yi prinsip dan fungsi yang harus ada mewarnai
suatu pola pelayanan sbg pola yang Kristiani, dan juga yang bersifat
absolut. Absolut mengandung pengertian dan implikasibahwa kalau
memang prinsip dan fungsi tsb. absolut, berarti itu harus bisa
diaplikasikan dalam setting budaya dan jaman apa saja dan dimana
saja. Kalau memang Allah kita itu Esa dan Maha Kuasa dan kekal,
berarti Dia sanggup berkomunikasi pada manusia dalam segala jaman
dan budaya dan peradaban. Kemampuan Dia berkomunikasi pada manusia
tidak harus terikat pada suatu setting budaya atau peradaban,
seperti halnya kita temukan dalam ajaran2 lain di dunia ini.
Dengan begitu kita juga harus yakin bahwa Alkitab yang sempurna
isinya itu, adalah Firman Allah yang kekal, yang sanggup mengkomunikasikan
hati Allah dan pikiran Allah pada manusia di abad dulu dan abad
modern ini. Jadi dari lensa ini kita dapatkan PRINSIP dan FUNGSI
yang MUTLAK yg SUPRAKULTURAL sifatnya.
Secara bersamaan, berarti juga ada dalam Alkitab hal-hal yang
tidak absolut atau tidak mutlak atau lebih tepat mungkin hal2
yang bersifat kultural. Kalau hal-hal tsb. kita bisa identifikasikan
dalam Alkitab, biasanya hal2 tsb. berhubungan dengan METHODE atau
STRUKTUR atau ORGANISASI. Jadi dari lensa Firman Tuhan ini, kita
juga bisa bedakan hal2 yg NON-ABSOLUT yaitu hal-hal yang KULTURAL
dan merupakan METHODE atau STRUKTUR atau ORGANISASI.
Oh ya, hal-hal yang tidak absolut ini kalau diteliti lebih lanjut,
secara menyeluruh dalam Alkitab, sifatnya tidak konsisten, selalu
berubah dari setting yang satu ke setting yang lain, tidak dijelaskan
atau diuraikan secara tuntas dan detail (penjelasannya seringkali
tidak lengkap dalam Alkitab).
Dalam bentuk matrix:
Hal-hal ABSOLUT Hal-hal TIDAK ABSOLUT =======================================================
PRINSIP METHODE
FUNGSI STRUKTUR
ORGANISM ORGANISASI
SUPRAKULTURAL KULTURAL
Sebagai orang-orang yang kritis, kita bertanya, jadi artinya apa
informasi tsb.? Paling tidak bagi saya, dalam membangun pola
pelayanan (METHODE, ORGANISASI, STRUKTUR dlsb.) yang mempunyai
warna Kristiani, hal-hal yang ABSOLUT tidak bisa diabaikan atau
dihilangkan, karena hal-hal tsb. sangat elementer sifatnya. Sementara
itu, Alkitab atau tepatnya Allah memberikan kebebasan dan freedom
yang besar pada manusia dalam mengembangkan pola-pola pelayanan
yang bisa menampung hal-hal yang ABSOLUT tsb.
Juga segera akan jelas, bahwa kalau hal yang ABSOLUT dan TIDAK
ABSOLUT itu kita campur adukkan, maka akan ada kebingungan dan
imbalances dalam pola2 pelayanan yang ada nantinya. Contoh yg
jelas adalah misalnya kita lihat ajaran2 non-Kristen, dimana hal
yang kultural dijadikan ABSOLUT, sehingga kehidupan beribadah
para umat menjadi kaku dan legalistik, dan seringkali ini dipakai
oleh kaum "elite" (entah itu penguasa atau agamawan)
untuk mengontrol umat. Tentunya hal ini terjadi juga dalam pelayanan
Kristen, misalnya David Koresh contoh yang jelas.
Untuk lebih jelas, coba pelajari dan renungi misalnya Kisah Rasul
pasal 2:41-47, dan dari ayat-ayat ini coba disarikan hal-hal
yang ABSOLUT dan yang TIDAK ABSOLUT. Lalu coba bayangkan kalau
hal-hal yang TIDAK ABSOLUT dalam perikop itu dijadikan ABSOLUT
pada jaman dan budaya saat ini, bagaimana kira2 jadinya. Juga
sebaliknya kalau hal-hal yang ABSOLUT dijadikan "optional",
nanti apa bedanya kumpulan orang percaya dengan acara arisan.
Lensa Sejarah
Saya lupa pelajaran bahasa Indonesia saya dulu, tapi seingat saya
ada satu pribahasa yang menyatakan bahwa tidak mungkin tupai tersandung
kakinya untuk kedua kalinya. Juga waktu di SMA dulu, salah satu
hobby saya adalah mengumpulkan naskah-naskah drama atau sandiwara,
dan ada satu naskah dari satu group drama punyanya kelompok Katolik
yang terkenal yang sering tampil di TV dulu (akhir tahun 70an),
kalau nggak salah namanya Sanggar Pratiwi (?!?!?), dan judul dari
dari naskah tsb. kurang lebih "Kegagalan Adalah Guru Yang
Baik".
Dari artikel mas Yo, kita bisa lihat sedikit data-data sejarah
yang sangat penting dalam pelayanan kampus, dan juga kehadiran
Universitas sebagai center utk pendidikan, bagaimana erosi dan
evolusi terjadi.
Jelas bahwa sejarah adalah hal yang penting utk kita amati dan
mengerti, karena itu perlu kita pelajari sejarah. Alkitab sendiri
mengandung banyak catatan sejarah, darisana kita bisa pelajari
banyak hal. Kita bisa pelajari juga sejarah-sejarah Middle-age
(dari enlightment misalnya) dan kita telusuri sampai lahirnya
gerakan liberal, lalu neo-liberalisme, lalu masuk menjadi gerakan
sekuler dst...
Kita bisa pelajari juga sejarah peran umat Kristen dan kaum "minoritas"
lainnya di Indonesia, dan melihat misalnya apa sungguh ada itu
kaum "minoritas" di Indonesia. Kita bisa lihat dan
pelajari bagaimana misalnya Islam bisa masuk ke Indonesia, yang
pada waktu itu di "dominan" oleh ajaranajaran Hindu
atau Budha, dan dalam jalannya waktu ternyata Islam bisa mendominan
kepercayaan rakyat disana.
Kita bisa pelajari juga misalnya dari catatan-catatan kampus atau
journal-journal aktivist-aktivist kampus, baik di amrik atau di
Indonesia. Seharusnya kita harus banyak bertanya dan minta informasi
dari rekan-rekan seperti mas Yo yang banyak melayani di Perkantas
di Indonesia. Juga kita bisa bertanya pada teman-teman yang aktif
di GMKI misalnya, dan mengenal sejarah gerakan GMKI dst...
Kita bisa juga misalnya mencoba cari tahu ttg apa yang terjadi
dalam HKBP, atau kalau di amrik sini dengan misalnya Presbyterian
pecah menjadi dua, atau tentang kemelut dalam Southern Baptist
Convention, dst....
Demikian juga kasus-kasus antara ICF dan IFGF ini sendiri penting
untuk kita lihat lebih teliti dan coba dimengerti faktor-faktor
yang relevan dalam kasus-kasus tsb.
Sangat disayangkan kalau ada "pemimpin" atau dalam jargon
Kristen "pelayan", yang tidak mau peduli dengan sejarah,
misalnya dengan membuat pernyataan-pernyataan bahwa "untuk
apa kita ungkit-ungkit sejarah dan masa lalu...,
yang penting adalah apa yang terjadi saat ini..." (padahal
apa yang akan terjadi saat ini dalam 5 detik lagi akan menjadi
suatu "sejarah"). Saya percaya kasus kerusuhan antara
ICF dan IFGF ini kalau bisa diteliti dengan kepala dingin dan
objektif, akan memberikan pelajaran dan
makna yang sangat penting, berharga dan berguna, baik untuk ICF
maupun IFGF.
Jadi dari Lensa Sejarah ini, kita melihat KEJADIAN dan kita ambil
PELAJARAN dari dalam kejadian tsb. Yang buruk kita usahakan utk
tidak terulang, yang baik kita lihat pattern dan kegunaannya.
Lensa Budaya
Dari lensa ini kita belajar tahu lebih teliti tentang konteks
budaya setempat, tentang "bahasa" yang dipakai. Dan
dari lensa ini kita dapatkan situasi keadaan.
Misalnya, di beberapa tempat di dunia ini, karena keadaan konteks
budaya dan situasi yang ada sedemikian rupa, maka gereja tidak
disebut gereja, melainkan "home fellowship".
Atau misalnya kalau kita bandingkan 1 Timotius pasal 3 dengan
Titus 1, disana pada dasarnya Rasul Paulus memberikan pesan yang
sama, yaitu kriteria pemilihan pemimpin-pemimpin rohani,
kita akan menemukan beberapa hal yang menarik sehubungan dengan
lensa budaya ini. Perhatikan dalam 1 Timotius itu, Paulus menggunakan
kata "elders" dalam menyebutkan pemimpin2; sedangkan
di Titus 1, paulus memakai kata "bishops". Saya percaya
bahwa Paulus mengerti akan konsep budaya ini, dalam masyarakat
yang orientasi konteks budayanya Yahudi, Paulus memakai "bahasa"
yang bisa dimengerti atau diterima oleh masyarakat Yahudi, dalam
hal ini "elders"; sedangkan dalam system masyarakat
yg orientasi konteks budayanya Yunani, Paulus memakai kata "bishops".
Padahal secara PRINISP dan FUNGSI, kedua "label" itu
dalam komunitas orang kudus, mempunyai isi yang sama. (Menarik
sekali kalau kita amati, yaitu ada kecenderungan dari
beberapa umat Kristen di Indonesia untuk "membakukan"
label-label tsb., dan menghilangkan pengertian PRINSIP dan FUNGSI
yang terkandung di dalamnya yang sebetulnya lebih penting, sehingga
dalam beberapa system organisasi gereja, masih kita temukan sebutan2
"elders" atau "bishops"; padahal secara kontekstual
banyak sebutan "pemimpin" dalam budaya dan bahasa kita
yang juga baik utk dipakai.)
Juga tentunya kita ingat pernyataan Paulus dalam 1 Korintus pasal
9, disana Paulus menyatakan bahwa dengan orang Yahudi dia menjadi
seperti orang Yahudi, dengan orang Yunani dia menjadi seperti
orang Yunani, dengan orang yang tak mengenal hukum dia seperti
mereka juga walau dia tidak lepas dari hukum Allah.
Juga tentunya kita ingat dalam Galatia, dimana Paulus marah dan
meng-confront Petrus di depan umum terhadap sikap Petrus yang
munafik, yi Petrus makan bersama dengan "gentiles" dengan
cara "gentiles", tapi begitu datang orang2 Yahudi, petrus
menjadi "sok suci". kemarahan Paulus mungkin bisa dilihat
dari suatu sisi dan bisa diartikan sbb: Petrus, kalau anda ingin
melayani dan menjangkau orang Yunani ini, anda harus tahu dan
menerima budaya hidup mereka, dan jangan menjadi "legalistik";
terlebih karena kita tahu bahwa Firman Tuhan memberikan banyak
freedom bagi kita yang sudah percaya (It is for freedom that Christ
died for us, kata Paulus). Kalau anda munafik dan tidak mau mengerti
budaya setempat, anda akan lebih menjadi batu sandungan, dan berita
yang anda sampaikan hanya sebagai cliche saja, karena orang akan
impressed dengan corak hidup kebanding "pidato" anda.
Budaya dan "bahasa" ini yg memberikan pada kita suatu
SITUASI atau KONTEKS, ternyata juga sangat dinamik sifatnya.
Misalnya, saya perhatikan teman-teman ICF di Madison, dengan di
Seattle dan dengan di Dallas, punya "budaya" dan "bahasa"
yang cukup berbeda. Beberapa waktu yang lalu saya coba menceritakan
joke dengan teman ICF di Seattle, ternyata tidak ada yang ketawa;
padahal sama-sama orang Indonesia. Bahkan budaya dan bahasa dari
ICF di Dallas dengan ICF di Arlington (yang cuma 50 miles jaraknya)
juga berbeda, dan akibatnya di Arlington dan Dallas ada 2 SITUASI
yang cukup berbeda.
Message dan target akhir yang ingin dicapai oleh ICF Dallas dan
ICF Arlington bisa sama, tapi METHODE pengaplikasiannya akan berbeda,
karena SITUASI yang berbeda. Nach dari ketiga lensa itu (lensa
FirmanTuhan, lensa Sejarah, lensa Budaya) seharusnya kita bisa
fokus dan mengembangkan METHODE atau POLA pelayanan yang mengena
dan efektif, dan masih tetap ada dalam gambaran rencana agenda
Allah.
etelah membaca ulang buku "Sharpening the Focus of the Church",
saya sungguh mengerti akan pentingnya kaitan antara ketiga lensa
tsb., dan susunan hubungan antara ketiga lensa tsb. Dengan kata
lain, kalau elemen-elemen dasar dalam lensa-lensa yang ada itu
menjadi tidak fokus dan kacau, akan ditemukan pola pelayanan yang
juga membingungkan dan tidak balance dan tidak bisa efektif.
Misalnya karena bingung memisahkan hal2 yang absolut dari yang
tidak absolut dari lensa Firman Tuhan, maka akan mengacaukan fokus
lensa sejarah dan juga lensa budaya, sehingga misalnya "label-label"
atau "bahasa" yg sangat umum di kehidupan gereja Barat,
dipaksakan dalam kehidupan gereja Timur, dan akibatnya kabar Injil
tidak bisa jauh menjangkau masyarakat dalam budaya tsb. Masyarakat
merasa dan melihat bahwa untuk menjadi Kristen, mereka harus mengadoptasi
suatu budaya baru. Bagi orang Timur, dimana budaya sangat peka,
ini merupakan hal yang sangat penting.
Ketiga lensa ini merupakan TOOLS yang sangat powerful, menurut
saya. Entah disengaja atau tidak, sebetulnya jatuhnya negara Eropa
timur, dikarenakan seorang pemimpin yang bisa melihat dari ketiga
lensa ini, yaitu Gorbachev. Bedanya beliau tidak berpijak dari
lensa Firman Tuhan sebagai dasar utama, tapi dari lensa ideologi
beliau pribadi sebagai seorang komunis. Dari lensa komunis, kemudian
beliau melihat sejarah, dan kemudian beliau melihat situasi masyarakat
Soviet pada waktu itu. Selanjutnya terjadilah glasnost dan prestoika
(pembaharuan). Keberanian Gorbachev utk melihat dan membongkar
"dunia-nya" melalui tiga lensa itu telah mengakibatkan
suatu perubahan mendasar dalam system negara tsb.
Dengan ketiga lensa ini, coba kita lihat dan cerobong kampus di
luarnegeri.
Pelayanan Kampus di Amerika
Pelayanan kampus merupakan suatu topik yang besar karena banyak
sekali aspek dan dinamika yang memerlukan pembahasan tersendiri.
Demikian juga tak kalah kompleksnya pembahasan topik pelayanan
kampus di Amerika. Namun demikian dalam kupasan ini, kita batasi
saja pada ciri-ciri pelayanan kampus di Amerika dan kenapa penting
pelayanan kampus di Amerika ini.
Methode pengembangkan pola-pola methode dan strategi pelayanan
melalui 3 lensa bisa dipakai dalam mengembangkan pola pelayanan
kampus di Amerika. Adalah penting untuk ICF secara progresif
terus mencoba menganalisa basis-basis dasar pelayanannya dari
kacamata Firman TUhan. Saya katakan progresif, karena saya percaya
proses pertumbuhan iman dan pengenalan akan Tuhan melalui Firman-Nya
merupakan suatu kejadian yang tidak sekali matang, melainkan suatu
proses. Ketidak jelasan atau keguraman dalam lensa ini, akan
menghilangkan atau mematikan banyak dinamikadinamika potensi pelayanan
kampus di Amerika. Dengan kata lain ICF akan menjadi kaku, kehilangan
kebebasannya dalam mengkontekstualisasikan Firman Tuhan untuk
membangun dan membentuk kehidupan murid-murid Kristus.
Lensa sejarah juga harus merupakan bagian yang sangat penting
dalam mengembangkan pola strategi pelayanan kampus. Banyak orang
yang mengatakan bahwa kita harus belajar dari YMCA misalnya, yang
pada awalnya merupakan suatu gerakan Kristiani, tapi mengapa saat
ini menjadi luntur dan tidak mempunyai warna Kristianinya sama
sekali. Kita juga harus belajar melihat pada fakta-fakta yang
pernah terjadi dalam pelayanan-pelayanan kampus, misalnya konflik
kasus bentrokan-bentrokan antara IFGF dan ICF, kasus bentrokan
antara IFGF dengan masyarakat Permias di beberapa tempat dst.
Semua catatan-catatan itu penting dan wajib kita perhatikan,
khususnya sebagai pelajaran dimana kita bisa mendapat hikmahnya.
Memang betul bahwa kita tidak bisa memperbaiki kerusakan-kerusakan
yg sudah terjadi dimasa lampau, dan itu bukan maksud tujuan dari
kita mempelajari sejarah. Ada yang bilang bahwa orang yang melupakan
masa lalunya, adalah orang yang tidak tahu cara melangkah ke masa
depannya. Bahkan sangat menarik sekali misalnya kalau bisa dipelajari
dinamika pelayanan kampus di Amerika dimana disitu ada gereja
Indonesianya.
Lensa Budaya merupakan lensa yang sungguh sangat penting dalam
membangun pelayanan kampus di Amerika. Bahkan mungkin perlu
diadakan suatu diskusi dimana secara bersama dijawab pertanyaanpertanyaan
dasar tentang kampus:
o Dimana kampus itu?
o Siapa kampus itu? o Apa kampus itu?
o Mengapa kampus?
o Kapan kampus itu? o Bagaimana kampus?
Tulisan sdr. Yohannes Somawiharja, "Universitas" dan
"ICF",
akan banyak membantu memperjelas pentingnya pertanyaan-pertanyaan
di atas.
Dari lensa budaya ini, kita akan temukan suatu situasi (konteks)
masyarakat:
1. Kenyataan bahwa kampus ini berada di Amerika bukan di
Indonesia, merupakan suatu situasi yang sangat penting untuk disimak
dan dimengerti dinamika serta implikasi-implikasi sosial yang
ada.
2. Kenyataan bahwa kampus yang di Amerika ini dihuni oleh
masyarakat Indonesia yang sangat terbatas jumlahnya dan selalu
mengalir (serta datatng dari latar belakang yang berbeda, baik
dari segi warna iman, atau budaya suku asal, atau latar belakang
pendidikan dan keluarga), merupakan suatu situasi yang perlu dimengerti
dan disimak dinamika dan implikasi-implikasinya.
3. Kenyataan bahwa komunitas Kristen di kampus tsb. terdiri
dari orang-orang Kristen Indonesia yang datang dari latar belakang
gereja dan denominasi yang berbeda, merupakan suatu situasi yang
penting untuk disimak dan dimengerti dinamika-dinamikanya serta
implikasinya.
4. Kenyataan bahwa majoritas dari penghuni ini akan kembali
ke Indonesia setelah selesai membekali dirinya di kampus, dan
membangun hidupnya masing-masing bahkan membangun masyarakat dan
bangsa Indonesia, merupakan suatu situasi yang penting untuk disimak
dan dimengerti dinamika-dinamikanya serta implikasinya.
5. Kenyataan bahwa budaya masyarakat lokal sangat berkaitan
erat dengan budaya masyarakat dunia dalam kemajuan teknologi saat
ini dan berjalan dengan sangat amat cepat, merupakan suatu situasi
yang perlu dimengerti dinamika dan implikasinya.
Setelah kurang lebih situasi-situasi itu dimengerti, dan tetap
dalam suatu konteks penglihatan melalui lensa Firman Tuhan dan
lensa sejarah, segera akan disadari bahwa pelayanan kampus di
Amerika sangatlah penting dan kritikal. Dari semua itu, mudahmudahan,
bisa ditarik suatu denominator dasar yang sangat penting, dan
dari situ mudah-mudahan bisa dibentuk suatu pola pelayanan kampus
di Amerika yang efektif, mengena, dan berkenan di hati Tuhan.
Sebaliknya mengabaikan dinamika dan implikasi situasi budaya dari
suatu masyarakat kampus di Amerika, akan membuat suatu pelayanan
macet, tidak balance, atau tidak nyata relevansinya dalam kehidupan
yang sangat cepat ini. Apakah pelayanan semcam itu akan survive?
Kenyataan bahwa David Koresh masih mempunyai banyak pengikut
yang setia, membuat pertanyaan di atas suatu pertanyaan yang tidak
relevan. Pokok pikiran yang seharusnya ada dalam pikiran kita
adalah bagaimana 10 talenta yang kita miliki ini bisa berkembang
biak menjadi 10 lagi, tidak cuma berbuah menjadi 1 atau 2 atau
bahkan 9 talenta.
Ditengah budaya yang semakin sekuler, semakin liberal, semakin
arogan (dimana nilai-nilai budaya "tradisionil" mulai
luntur; ikatan-ikatan institusi dasar seperti keluarga, gereja
dan negara, makin melemah), sangat diperlukan murid-murid Kristus
yang berakar kuat dalam imannya pada Kristus, mengerti panggilan
Tuhan dalam masyarakatnya, dan bertekad penuh untuk hidup taat
suci dan saleh.
--ooOoo-