|
PEMBANTAIAN KEMBALI TERJADI DI KM BUKIT SIGUNTANG
Setelah terjadi pembantaian terhadap EDWIN NANAERE beberapa waktu yang lalu dan beberapa korban lainnya, pembantaian serupa kembali terulang pada hari Sabtu dini hari tanggal 18 September 1999 terhadap satu keluarga Kristen terdiri dari wanita dan anak anak yang sementara melakukan perjalanan dari Jakarta menuju Tual. Menurut keterangan salah seorang korban, THELMA DANGEUBUN kepada Tim Investigasi Kami bahwa, pada Hari Rabu tanggal 14 September 1999 ia bersama-sama dengan saudara-saudaranya, yaitu :
Menurut saksi, walaupun mereka telah mendengar berita bahwa di KM Bukit Siguntang sering terjadi pembantaian terhadap warga Kristen sebagai akibat dari kerusuhan Ambon dan bahkan mereka telah diperingati oleh pihak keluarga yang ada di Ambon untuk tidak menggunakan KM Bukit Siguntang jika ingin pulang ke Ambon, namun karena kakaknya, Ir. JOICE DANGEUBUN, MSc (Dosen Fakultas Perikanan Unpatti yang sementara mengikti program S-3 di Canada), yang saat ini sedang mengejar waktu untuk melakukan penelitian di Tual sehubungan dengan thesis yang akan diselesaikannya, maka merekapun memilih naik kapal laut. Selain itu menurut saksi, dengan jumlah 9 orang, tidak mungkin untuk pulang ke Ambon dengan menggunakan pesawat. Untuk itu mereka sepakat untuk menggunakan KM Bukit Siguntang dan memilih klas ekonomi. Menurut keterangan saksi bahwa selama dalam perjalanan dari Jakarta-Surabaya- Ujung Pandang-Bau Bau tidak ada tanda-tanda bahwa akan ada pembantaian terhadap warga Kristen. Sekitar jam 17.00 WITA, kapal bertolak dari pelabuhan Bau Bau menuju ke Ambon. Menurut saksi, sekitar jam 24.00 WITA, terdengar keributan yang terjadi di dek yang mereka tempati, tanpa diketahui apa penyebabnya. Namun sekitar jam 00.30 WITA, hari Sabtu dini hari, tanggal 18 September 1999, terlihat sekelompok pemuda (kira-kira 10 orang) memasuki dek dimana mereka tempati. Para pemuda tersebut kemudian melakukan pemeriksaan terhadap barang-barang milik para penumpang. Mereka kemudian mendekati saksi beserta saudara-saudaranya, dan salah seorang dari mereka kemudian bertanya kepada kakak saksi, JOICE DANGEUBUN : "apakah ibu dosen Perikanan ?", jawab JOICE, "ya benar", mereka kemudian bertanya : "mana KTP ibu", jawab JOICE, saya tidak punya KTP, tapi ini ada pasport saya. Salah seorang diantaranya kemudian mengambil dan meneliti paspor tersebut. Setelah itu secara tiba-tiba mereka melakukan pemukulan terhadap JOICE, bahkan ada yang menendang dan menyeret tubuh JOICE ke arah pintu. Pada saat itulah muncul beberapa orang Polisi. Kesempatan ini dipakai oleh saksi untuk meminta pertolongan kepada para polisi tersebut, namun mereka hanya melirik saja dan kemudian berjalan meninggalkan tempat itu. Setelah itu para pemuda tadi, terlihat berunding sebentar sambil berbisik-bisik, dan setelah itu salah seorang diantaranya sengaja berbicara keras-keras : "pukul saja, dorang parangpuang saja" (diindonesiakan : "pukul saja, mereka perempuan semua"). Bahkan menurut saksi beberapa orang penumpang (tinggal berdekatan dengan saksi dan saudara-saudaranya di dek tersebut) yang selama dalam perjalanan dari Jakarta - Surabaya, mengaku bahwa mereka adalah rombongan yang akan memberikan bantuan bagi korban kerusuhan Ambon, turut mengeluarkan kata-kata : "pukul dong, nanti dong pung Tuhan Yesus tolong dong" (diindonesiakan : "pukul mereka, nanti mereka punya Tuhan Yesus yang tolong mereka") . Setelah itu mereka mendekati salah seorang keponakan saksi, AYU DANGEUBUN (4 Thn), sementara yang lainnya berkata : "perkosa dia saja". Mereka kemudian beramai-ramai merobek baju anak di bawah umur tersebut, namun niat tersebut dihalangi oleh neneknya, Ny. SARA WANTAAN. Bersamaan dengan itu kembali terlihat beberapa orang pemuda yang membawa pisau, memasuki dek dimana saksi dan saudara-saudaranya tempati. Mereka kemudian menyarungkan kain ke tubuh saksi beserta saudara-saudaranya dan melakukan penusukan terhadap saksi dan saudara-saudaranya dengan pisau dan benda tajam lainya (garpu, potongan besi). Setelah itu mereka dibawa dan disekap selama 30 menit di suatu sudut dek, baru kemudian dilepaskan. Saat itulah baru saksi mengetahui bahwa kakaknya, Ir. JOICE DANGEUBUN, MSc tidak lagi bersama-sama dengan mereka. Saksi kemudian menuju klinik kapal dan melaporkan kejadian ini kepada aparat keamanan (Marinir) yang ditugaskan khusus untuk menjaga keamanan di kapal. Salah seorang Marinir yang teridentifikasi bermarga NOYA, kemudian bersama-sama saksi menuju ke dek dimana mereka tempati dan kemudian membawa saksi dan saudara-saudaranya untuk dilindungi di klinik tersebut. Kepada aparat keamanan tersebut saksi meminta untuk mencari saudaranya dan para pelakuknya. Namun aparat keamanan mengatakan bahwa terlalu sulit untuk mencari pelakunya, karena penumpangnya terlalu banyak, biar kita (aparat keamanan) yang melakukan penyelidikan secara diam-diam. Namun sampai kapal merapat di pelabuhan Ambon siang tadi, jangankan untuk menemukan JOICE, mendengar kabar tentang keadaanya saja tidak mereka dapatkan. Menurut saksi bahwa, pada saat itu, kejadian yang sama juga menimpa beberapa keluarga yang beragama Kristen yang kebetulan berada di dek tersebut. Menurut keterangan JEFRY DANGEUBUN (kakak saksi) yang berada di Ambon bahwa, ia juga bersama dua orang saudaranya bermaksud berangkat dari Ambon pulang bersama-sama ke Tual. Setelah kapal tiba di dermaga Yos Soedarso Ambon, ia kemudian menuju ke ruang informasi di kapal dan menyodorkan nama-nama saudaranya untuk dipanggil ke ruang informasi. Namun oleh petugas dikatakan bahwa : "keluarga ini sementara diamankan, karena salah satu anggota kelurganya sementara hilang". Saksi kemudian minta dipertemukan dengan mereka, karena ia mengaku bahwa ia adalah saudara kandung mereka. Setelah saksi dipertemukan dengan saudara-saudaranya, mereka kemudian menceritakan kejadian yang mereka alami. Saksi kemudian mengambil keputusan untuk melaporkan kejadian ini ke kepolisian Resort Pulau Ambon dan P.P Lease. Namun setelah dilaporkan ke pihak kepolisian, tidak ada tanggapan yang baik, dengan alasan :
Mendapat jawaban seperti itu, JEFRY kemudian kembali ke kapal untuk melakukan pencarian di kapal. Namun sampai tiba waktunya untu kapal berangkat ke Tual, JOICE tidak berhasi ditemukan, dan sampai saat ini belum ada informasi resmi mengenai nasib JOICE. JEFRY kemudian melaporkan kejadian ini kepada orang tuanya di Tual, untuk memeriksa ke kapal sekali lagi, jika kapal tiba di pelabuhan Tual. Dan kepada 7 orang saudaranya (kecuali THELMA) yang masih turun di dan belum melanjutkan perjalanan ke Tual, ia berpesan untuk tetap mencari informasi di kapal mengenai kejadian ini. Akibat kejadian ini THELMA mengalami luka pada batang hidungnya (ditikam dengan garpu dan dipukul dengan lempengan besi), LINDA (ditikam dengan pisau di tangan dan dipukul pada wajahnya), HENDERINA (dipukul pada bagian muka sampai babak belur), Ny SARA (ditikam di tangan dan paha). Bagaimana nasib JOICE, bujangan kandidat Doktor ini kita serahkan pada Tuhan, kiranya ia masih hidup dan selalu dilindungi oleh yang maha kuasa. Namun sebegitu jauh tindakan aparat keamanan baik yang ada di kapal maupun Polres Pulau Ambon dan P.P. Lease yang tidak menanggapi laporan tentang kejadian ini patut dipertanyakan. Karena sebagai pengayom aparat keamanan harus melindungi rakyat bukan sebaliknya membiarkan peristiwa ini dengan alasan yang tidak masuk akal. YAYASAN SALA WAKU MALUKU |
|