Dusun Papora adalah sebuah dusun yang terletak didalam petuanan
Desa Luhu, Kecamatan Seram Barat Piru. Walaupun jumlah penduduknya hanya hanya 24 Kepala
keluarga atau 116 jiwa masing masing 17 Kepala Keluarga atau 84 jiwa beragama Kristen
Protestan dan 7 Kepala Keluarga atau 32 jiwa beragama Kristen Katolik,namun kehidupan
mereka dengan para warga lainnya yang pada umumnya beragama Islam berjalan cukup harmonis
terutama dengan warga Desa Luhu yang merupakan Desa induk mereka. Namun setelah terjadinya
kerusuhan Ambon pada tanggal 19 Januari 1999, ternyata hubungan tersebut menjadi renggang
yang berdampak pada timbulnya sentimen agama yang diperlihatkan oleh masyarakat sekitarnya
yang beragama Islam kepada warga masyarakat Dusun Papora yang beragama Kristen itu.
Hal tersebut adalah sangat beralasan, karena menurut saksi mata setelah
terjadinya kerusuhan Ambon pada tanggal 19 Januari 1999, maka pada hari Rabu tanggal 20
Januari 1999 kira-kira jam 17.00 WIT., masyarakat Dusun Papora mulai dihebohkan dengan
adanya isu yang disebarkan oleh 2 (dua) orang anak muda dan seorang Bapak warga Dusun
Papora yang diidentifikasikan masing masing bernama JUBAIR, NYONG ONNOLY dan
BAPAK BUHARI bahwa : "nanti malam akan ada serangan dari orang Luhu, yang juga
akan membumi hanguskan seluruh rumah maupun gereja".
Dengan adanya informasi ini, maka seluruh warga Kristen yang bermukim
di Dusun Popora mulai merasa ketakutan dan was-was dan tanpa berpikir panjang mereka
mengambil keputusan untuk segera mengungsikan semua wanita dan anak- anak serta orang tua
lanjut usia untuk menuju / memasuki hutan meninggalkan Dusun Papora kira kira pada jam
18.00 WIT.
Menurut saksi mata setelah wanita, anak anak dan orang tua lanjut usia
diungsikan naik / masuk hutan, maka yang tinggal di dalam Dusun Papora tersebut hanya 8
orang laki laki (Bapak-Bapak) dan saat itu mereka semua berkumpul di Pastori (rumah
pendeta) dengan maksud menjaga gedung gereja dan pastori (rumah pendeta) tersebut, serta
dapat menginformasikan adanya isu-isu penyerangan dimaksud melalui HT ke kota kecamatan
Piru. Namun usaha mereka untuk menginformasikan adanya isu penyerangan tersebut ke kota
Kecamatan Piru akhirnya mereka batalkan, karena bersamaan dengan itu datang beberapa orang
yang diidentifikasi berasal dari Banda Eli yang juga bermukim di Dusun Papora serta
memberikan jaminan kepada mereka bahwa : "jangan lagi sampaikan isu ini ke Piru,
tetapi sebaliknya khabarkan saja bahwa kondisi di Papora aman-aman saja", malah
mereka kemudian menjamin bahwa tidak akan terjadi apa apa. Dengan adanya jaminan tersebut,
maka kedelapan orang laki laki (bapak) tersebut langsung kembali kerumah mereka masing
masing untuk tidur.
2. Saat Terjadinya Kerusuhan (Penyerangan)
Ketika mereka telah berada dirumah mereka masing masing,maka tepat jam
02.00 WIT., tanggal 21 Januari 1999, para saksi mata mengatakan bahwa mereka dikagetkan
oleh suara-suara "Allahu Akbar..." secara berulang kali yang datang dari
arah pantai Dusun Papora yang jaraknya kurang lebih kira kira 200 meter dari pastori.
Karena jumlah mereka (warga Dusun Papora) yang masih tinggal dilokasi
Dusun Papora hanya berjumlah 8 orang yang tidak berimbang dengan masa yang datang, maka
mereka tidak melakukan reaksi apa apa pada malam itu.
Menurut saksi mata, kira-kira 5 menit berselang, 2 (dua) buah rumah
milik warga Kristen Dusun Papora yang teridentifikasi rumah milik keluarga J. WATRATAN
dan keluarga S. SASRATU, yang letaknya di daerah tepi pantai Dusun Papora dibakar
oleh masa penyerang.
Setelah itu muncul ratusan masa menuju ke gedung gereja dan pastori
(rumah pendeta) GPM dan setelah mereka mematikan lampu listrik, masa penyerang kemudian
membakar gedung gereja dan pastori tersebut.
Ketika gedung gereja dan pastori dibakar oleh penyerang, maka warga
Dusun Papora yang masih bertahan di lokasi hanya tinggal 2 (dua) orang masing masing Bapak
J. METANFANUAN dan Bapak H.EFRUAN, sedangkan warga lainnya telah melarikan
diri masuk kehutan karena ketakutan. Walaupun hanya tinggal berdua Bapak J. METANFENUAN
dan Bapak H. EFRUAN masih sempat melakukan perlawanan terhadap masa penyerang. Hal
mana mengakibatkan Bapak H. EFRUAN sempat dipotong sebanyak 3 kali oleh masa
penyerang, namun yang bersangkutan tidak mengalami luka yang berat.
Karena penyerangan yang dilakukan oleh masa penyerang yang begitu
brutal dengan jumlah masa penyerang kurang lebih 100 orang, akhirnya kedua warga Dusun
Papora tersebut menjadi terdesak dan mundur serta melarikan diri masuk ke hutan untuk
bergabung bersama warga Desa Papora lainnya yang sebelumnya telah mengundurkan diri masuk
kehutan.
Masa penyerang kemudian membumi hanguskan Dusun Papora dengan membakar
habis seluruh rumah rumah warga Desa dan Gedung gereja Dusun Papora.
Warga Dusun Papora yang mundur dan menyembunyikan diri kedalam hutan
tersebut, kemudian terpecah menjadi 2 (dua) rombongan. Rombongan pertama pada tanggal 22
Januari 1999, pagi hari menuju ke Dusun Uhe, Desa Iha yang penduduknya beragama Islam dan
mereka ditampung di sana, sedangkan rombongan kedua tetap berkeliaran di dalam hutan.
Pada tanggal 23 Januari 1999, mereka kemudian dijemput ole petugas
keamanan yang datang dari Piru dan bersama-sama dengan rombongan pertama yang
menyelamatkan diri ke Dusun Uhe - Desa Iha, kemudian di evakuasi ke Desa Loki.
Akibat penyerangan tersebut, warga Dusun Papora mengalami kerugian
sebagai berikut :