Hari-hariku di LP Tanjung Gusta
Sabtu, 5 Nopember 1994.
-----------------------
Paginya jam 10.00, kakakku mamak Solo datang membesukku. Ia
memberitahukan
ia baru saja menemui Ketua Majelis Hakim V.D
Napitupulu sesuai
dengan pesanku. Kakakku kuminta menghadap Ketua
memperjelas permintaankn
agar aku kembali dipindahkan ke LP dari
Rutan. Alasanku
ada tiga: 1. Di LP ada kebaktian tiap hari. Bagi
orang seperti
aku, beribadah ke Tuhan paling perlu. 2. Di Rutan
walau bangunannya
belum diserah terimakan, tetapi lampunya tiap
malam mati, dan
bangunnanya sudah retak-retak. Sering aku lagi
membaca atau menulis,
lampunya mati. 3. Di LP sarana olah raga
yang cocok Badminton
ada, di Rutan tidak ada. Jawaban Napitupulu
kepada kakakku
"sabarlah tinggal vonis, hari Senin, mana tahu
entah bebasnya
dia". Dan sebenarnya, ia kami tempatkan di Rutan
adalah demi keamanan
dan kenyamanannya. Mendengar jawaban itu,
sama kakakku ku
katakan "jawaban Napitupulu itu persis seperti
jawaban intelijen
polisi. Memang iapun dalam persidangan sudah
memperlihatkan
ketidak netralannya, ia juga mesin penghukum".
Sorenya aku menulis surat ke Direktur PT. Industri Pembung-
kus Internasional
(PT IPI), dimana Junior Tumanggor bekerja.
Sebab besok Minggu,
ia akan mengakhiri masa hukumannya 6,5 bulan.
Aku minta agar
Direktur PT IPI dapat menerimanya bekerja kembali.
Aku persiapkan
juga surat ke Kol. Agus Utara Effendi, Asisten.
Intel Kodam I/BB,
agar junior dan yang lain-lain dibantu menelpon
perusahaan.
Dari beberapa teman kudengar bahwa Agus Utara Effendi
ini, perduli akan
nasib orang kecil, itulah yang memberanikan
diriku menyuratinya.
Malam harniya aku benar-benar bertekad, mulai malam ini
hingga besok malam,
aku akan puasa. Seharian pekerjaan ku adalah
memuji Tuhan dan
berdoa. Dari pembinaan pun kupinjam gitar, agar
gitar itu dapat
kupakai sebagai alat memuji Tuhan.
(sumber: Jurnal Muchtar Pakpahan, INDONESIA-L: apakabar@clark.net)
(Hari-hariku di LP Tanjung Gusta)