------------------------------------------------------------------------
Minggu, 13 Oktober 1996
------------------------------------------------------------------------
Menteri Agama Tarmizi Taher :
Sudah Saatnya Indonesia Memiliki Undang-Undang Kerukunan Beragama
Ambon, Kompas
Menteri Agama (Menag) RI, H Tarmizi Taher menegaskan sudah saatnya
Indonesia memiliki Undang-undang kerukunan beragama agar peristiwa
kekerasan agama seperti yang terjadi di Timtim, NTT, Surabaya, dan
Sitobondo tidak terulang lagi. Kerukunan sama sekali tidak boleh bersifat
taktis atau politik. Tak boleh ada sekelompok agama bersifat agresif, tidak
tenggang rasa terhadap masyarakat yang berlainan agama.
"Konflik intern agama, apalagi yang melahirkan korban di antara jemaah
harus dicegah. Karena itu, kita perlu mencari akar permasalahan dan
menyelesaikannya menurut hukum yang berlaku di Negara Pancasila. Sebab
hidup jadi kering kalau kita membedakan antarpemeluk agama," tandas Tarmizi
Taher di depan peserta silaturahmi dengan Pemuka Agama di Ambon, Sabtu
(12/10).
Sementara itu, Mensesneg Moerdiono dan Menko Polkam Soesilo Soedarman, yang
ditemui di Institut Teknologi Bandung (ITB), pada hari yang sama, saat
pemberian gelar Doktor Honoris Causa kepada Ir Hartarto, Menko Prodis,
meminta agar kerusuhan di Situbondo di usut tuntas, dan yang bersalah agar
ditangani sesuai prosedur hukum yang berlaku.
Menurut Soesilo Soedarman, pemerintah menyesalkan terjadinya kerusuhan itu.
"Masyarakat diimbau untuk tidak terpengaruh oleh isu-isu, dan menjaga
kerukunan di antara umat beragama. Dan, pers jangan membesar-besarkan
kerusuhan itu," ujarnya.
Sedangkan, Gubernur Jawa Timur Basofi Soedirman di depan sekitar 2.000
anggota Karang Taruna se-Jatim di lapangan Tembak SKIP Kodam, Sumber Alur,
Malang, menegaskan, kerusuhan di Situbondo harus ditangani bersama secara
kompak. Ia mengingatkan agar tidak ada pihak yang membuat pernyataan
membela para perusuh. Pernyataan seperti itu seakan-akan membenarkan
tindakan perusuh yang jelas-jelas melanggar hukum.
Pimpinan harus terjun
Menag Tarmizi Taher yang hari Senin (14/10) akan membuka lomba Seleksi
Tilawatil Qur'an (STQ) Nasional XII di Ambon, menegaskan, kekerasan di
lingkungan umat beragama yang merosotkan wibawa agama adalah tantangan bagi
masing-masing pemuka dan pemimpin agama. Wujud kekerasan menunjukkan bahwa
para pemuka agama kurang dapat menyelami dan memimpin umatnya dengan baik.
"Karena itu, pemimpin harus lebih sering terjun ke bawah menangkap dan
memahami aspirasi masyarakat pada level akar rumput dan selanjutnya
mempejuangkannya dengan pemerintah daerah dan ABRI," katanya.
Tarmizi Taher, yang juga melantik dan mengukuhkan Lembaga Pengkajian
Kerukunan Umat Beragama (LPKUB), mengungkapkan, trend konflik di dunia
cenderung bernuansa dari agama. Agama sebagai dimensi paling sakral dalam
kehidupan umat manusia karena itu jangan dipermainkan. Dan jangan main-main
dengan agama. Hormati manusia seutuhnya, termasuk kepercayaan dan keyakinan
agamanya. Arogansi keagamaan akan melahirkan rasa kecewa, tak berdaya dan
pada akhirnya menimbulkan ledakan yang tidak lagi rasional.
Kemajemukan agama, lanjutnya, adalah fenomena dan sekaligus keharusan zaman
yang akan datang. Karena itu, masing-masing agama diharapkan lebih
memusatkan perhatiannya bagaimana semakin taat beribadah, mengamalkan nilai
agama seperti kejujuran, kebersihan diri, menjauhi korupsi, pungli, kolusi.
Ditambahkan, "Diharapkan dapat mengerem laju materialisme dan hedonisme
yang membuat manusia hanya sekadar alat yang dipermainkan oleh nafsu hewani."
Diingatkan oleh Menag, dalam kitab suci agama Islam tersirat, selain
ayat-ayat tentang kebebasan beragama, ada ayat tentang pengakuan akan umat
agama lain, selalu dzikir, dan mengingat asma Allah. Dan, Menag berharap
surat Haj ayat 40 yang secara implisit melarang umat manusia merusak rumah
ibadah, dari semua agama, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah, perlu
lebih di masyarakatkan.
Menag Tarmizi Taher mengakui, bingkai kultural kerukunan seperti "Pela" di
Maluku perlu terus dihidupkan dan diteladani daerah lain. Begitu juga
bingkai teologis, firman Tuhan dalam kitab suci-masing-masing agar makin
dihayati dan dimasyarakatkan.
Kembali normal
Dari Situbondo, kemarin, dilaporkan, keadaan kota telah normal kembali.
Suasana mencekam, yang diakibatkan oleh kerusuhan yang mengakibatkan lima
orang tewas, beberapa bangunan kantor, sejumlah gereja, kelenteng, gedung
sekolah, pertokoan, panti asuhan, rusak atau terbakar, nyaris tak terasa lagi.
Kegiatan belajar di sekolah kembali normal, kecuali sekolah-sekolah yang
rusak karena amukan massa. Pusat perbelan-jaan di kawasan Pasar Mibaan
Situbondo, tampak mulai ramai seperti semula, meski belum seluruh toko
dibuka. Begitu pula di kawasan belanja lainnya, seperti di Jalan Sudirman
dan Jalan Basuki Rahmat. Sebuah bank swasta sudah mulai mela-yani nasabahnya.
Kota-kota lain di Jatim, seperti Surabaya, Jember, Blitar, Malang, dan
Banyuwangi, dalam keadaan normal. Bahkan, sekitar 2.000 anggota Karang
Taruna se-Jatim, kemarin siang sempat berjoget ria bersama Gubernur Basofi
Soedirman dan Kapolda Jatim, Mayjen (Pol) Drs Soemarsono MBA, di Lapangan
Tembak SKIP Kodam, Sumber Alur, Malang. Mereka berjoget diiringi musik
dangdut, turut meriahkan pembukaan bulan bhakti Karang Taruna se-Jatim.
Dalam kesempatan itu, Basofi, didampingi Pangdam Brawijaya, Mayjen TNI Imam
Utomo, dan Kapolda Jatim Soemarsono, sempat memberikan keterangan pers
tetang kerusuhan Situbondo. Basofi mengatakan, pihaknya sedang mencari
penyebab utama timbulnya kerusuhan, sebab tidak tertutup kemungkinan
disulut oleh masalah lain, misalnya kasus Banongan yang belakangan ini
mencuat di media massa.
Debat ponakan-paman
Penyebab yang sementara ini diketahui, kata Basofi, bermula dari perdebatan
masalah pribadi dan soal-soal agama antara Saleh dengan pamannya, yang
sesama muslim. Ujung-ujungnya Saleh diajukan ke pengadilan.
Di pengadilan negeri Situbondo, Saleh yang didakwa melecehkan agama
dituntut hukuman lima tahun penjara. Massa pengunjung tidak mau terima
dengan tuntutan yang dianggap terlalu ringan itu, sehingga mereka marah,
karena mereka menghendaki Saleh dituntut hukuman mati. "Yang menjadi
pertanyaan kenapa, kemarahan itu kemudian ditimpakan kepada orang lain,"
kata Basofi yang mengaku heran karena persoalan ini merembet ke SARA.
Basofi dengan tegas minta agar mereka yang terlibat dalam kerusuhan ini
ditangkap dan diajukan ke pengadilan. Agar masalah Situbondo dapat
ditangani secara tuntas, Basofi minta agar semua pihak benar-benar mampu
mengendalikan diri. Dalam persoalan Situbondo, Basofi juga minta kepada
para ulama untuk berperan aktif meredam gejolak masyarakat.
Sementara Kapolda Jatim Soemarsono yang ditemui Kompas, usai pembukaan
Bulan Bhakti Karang Taruna mengatakan, dalam kaitan kasus kerusuhan itu,
pihaknya sudah memeriksa 40 orang. Dari pemerik-saan itu, kata Soemarsono,
po-lisi berharap dapat mengungkap siapa penggerak aksi kerusuhan. Ketika
ditanya tentang jumlah perusuh yang ditahan, Soemarsono tidak menjawabnya.
(sir/nas/ee/bsp/thy/ast)
Back to articles