From: John MacDougall Subject: IN: PR - Menag: Ada Yang Menghasut To: apakabar@clark.net (John MacDougall) Date: Sat, 28 Dec 1996 14:42:35 -0500 (EST) http://pikiran-rakyat.com/01281203.htm Menag: Ada yang Menghasut JAKARTA, (PR).- Menteri Agama Tarmizi Taher mengecam perbuatan oknum tidak bertanggung jawab, yang melakukan "rekayasa" membangkitkan keberingasan massa, sehing= ga terjadi kerusuhan Kamis (26/12) di Tasikmalaya, Jawa Barat. Berdasarkan laporan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Departemen Agama (Depag) Jawa Barat yang diterima Depag di Jakarta, kerusuhan itu dipicu o= leh hasutan yang disampaikan oknum itu dalam pembicaraannya di hadapan jamaah pengajian di kota tersebut, kata Menteri Agama (Menag) kepada wartawan di Jakarta, Jumat. "Orang yang diketahui bukan penduduk Tasikmalaya itu mengajak jamaah untu= k melakukan perusakan terhadap tatanan yang sudah aman," katanya. Untuk itu, ia mengingatkan agar umat Islam tidak mudah dihasut, apalagi pihak tidak bertanggung jawab itu telah menyalahgunakan tempat ibadah unt= uk kepentingan politik pribadinya. "Saya mengingatkan agar umat beragama mewaspadai tindakan seperti itu," katanya sebagaimana dikutip kantor berita Antara. Dengan menggambarkan umat Islam sebagai penduduk terbesar di Indonsia, Me= nag mengimbau umat Islam waspada terhadap orang yang mengaku baik, tapi kenyataannya tidak, bahkan mungkin mereka itu residivis. "Umat Islam merupakan penduduk terbesar di negeri ini. Jadi, ketenteraman umat ini sangat penting," ujarnya. Semenetara itu, Kepala Biro Hukum dan Humas Depag Muchtar Zarkasyi mengim= bau pengurus mesjid, gereja, vihara dan pura di seluruh Indonesia agar meningkatkan kewaspadaan terhadap penyalahgunaan tempat ibadah itu untuk tujuan yang tidak benar. "Timbulnya unjuk rasa massa di Tasikmalaya itu dimulai dengan adanya pida= to orang tidak dikenal yang dilakukan orang tidak dikenal di halaman Mesjid Agung Tasikmalaya," katanya. Namun, Muchtar Zarkasyi tidak menjelaskan lebih lanjut ketika ditanya sej= auh mana pihak Depag berhasil melakukan identifikasi terhadap oknum yang menghasut itu. Ia meminta masyarakat segera melaporkan kepada aparat keamanan dengan koordinasi dengan instasi terkait jika ada upaya yang mengunakan tempat ibadah untuk pengerahan massa yang mengganggu ketertiban umum. Bukan masalah agama Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH. Hasan Basri menyatakan prihatin a= tas kerusuhan yang terjadi di Tasikmalaya, dan menegaskan bahwa peristiwa itu tidak ada sangkut pautnya dengan masalah agama. "Saya yakin dalam peristiwa tersebut, ada oknum tidak bertanggung jawab y= ang menggerakkan massa untuk melakukan aksi pengrusakan dan kemungkinan merek= a itu adalah organisasi tanpa bentuk (OTB)," kata Hasan Basri menjawab pertanyaan wartawan di Jakarta, Jumat. Menurut Hasan Basri, kerusuhan di Tasikmalaya itu bukan konflik yang timb= ul antara pemeluk satu agama dengan penganut agama lainnya, terutama menyang= kut hal-hal yang prinsip dalam keyakinan. Tapi, katanya, peristiwa itu lebih merupakan gejala sosial yang bisa terj= adi kapan saja dan di tempat lain. "MUI menyesalkan peristiwa yang seharusnya tidak perlu terjadi tersebut serta berharap kejadian seperti ini tidak terulang lagi. Untuk penanganan selanjutnya, kami menyerahkan pada pemerintah dan aparat keamanan," kata Hasan Basri. Kerusuhan di Tasikmalaya terjadi Kamis, diduga terpicu kasus pemukulan terhadap tiga guru pesantren oleh sejumlah oknum polisi setelah anak sala= h seorang oknum tersebut (siswa pesantren) dihukum oleh gurunya karena mengutil. Dalam kerusuhan tersebut, massa yang semula unjuk rasa memprotes tindakan oknum itu kemudian merusak dan membakar sejumlah bangunan, termasuk tempa= t ibadah dan perkantoran, serta kendaraan bermotor. Cari sumbernya Kalangan DPR juga memprihatinkan terjadinya peristiwa Tasikmalaya yang melibatkan oknum polisi dan sejumlah santri, sehingga membawa korban sejumlah bangunan ibadah dan kantor polisi. "Kasus semacam ini jangan sampai terulang di daerah lain. Yang lebih pent= ing lagi, perlu dicari sumbernya untuk mengantisipasi bakal terjadinya perist= iwa serupa. Untuk itu, hendaknya aparat semakin waspada," kata Ketua MPR/DPR = H. Wahono menjawab pertanyaan pers di Jakarta, Jumat. Pendapat serupa disampaikan Wakil Ketua Komisi I Abu Hasan Sazili dan Wak= il Ketua FPDI Budi Hardjono secara terpisah. Keprihatinan serupa juga disampaikan Sekjen DPP Golkar, Ary Mardjono. Menurut Ary, Golkar sangat menyesalkan terjadinya peristiwa tersebut dan mengajak masyarakat untuk terus menjaga persatuan dan kesatuan. Ia mengim= bau semua pihak agar menahan diri dan tidak memanaskan situasi. "Saya prihatin sekali dengan terjadinya peristiwa di Tasikmalaya itu, mudah-mudahan tidak terulang lagi. Kalau ada masalah, hendaknya betul-bet= ul dicari sumbernya. Jangan hanya asal menuduh peristiwa itu ditunggangi pih= ak ketiga," kata Wahono, mantan Ketua Umum Golkar itu. Budi Hardjono menilai, peristiwa itu memberikan gambaran betapa kondisi sosial masyarakat masih begitu eksklusif. Persoalan-persoalan yang sangat sederhana dan masih belum jelas kebenarannya dapat menjadi sumber meletus= nya pergolakan sosial. "Dalam konteks kasus Tasik, berdasarkan beberapa informasi yang dapat kit= a ikuti sumbernya adalah tindakan sejumlah oknum kepolisian yang kurang hati-hati dan terlalu ringan tangan. Itu jelas suatu kekeliruan," katanya. Ia mengatakan, orangtua yang telah menyerahkan anaknya untuk dididik di Pesantren, harusnya tidak ikut-campur mengenai pola pendidikan di tempat tersebut. Sebab, pihak pesantren tentunya tahu betul apa yang dilakukan. Adalah waj= ar saja bila ada siswa atau santri yang melakukan pelanggaran mendapat hukum= an, katanya. "Harus disadari, siapapun tanpa kecuali dalam statusnya sebagai santri ha= rus mengikuti ketentuan disiplin pesantren tempat dia menimba ilmu. Karenanya= , tidak benar bila si anak melakukan kesalahan, pihak orangtua lalu membala= s dengan tindakan main hakim sendiri," kata Budi. Di sinilah, menurut dia, perlunya kehati-hatian dan kemampuan menahan dir= i para oknum aparat pemerintah untuk tidak cepat-cepat mengambil tindakan m= ain hakim sendiri. "Di sisi lain, masyarakat juga harus didorong untuk jangan cepat-cepat mengambil langkah main hakim sendiri. Sebab, bila kasus itu meluas, yang menerima kerugian adalah warga masyarakat, kegiatan ekonomi dan hak-hak asasi warga," kata Budi. Sementara itu anggota FKP Abu Hasan Sazili mengatakan, oknum yang melakuk= an tindakan tidak proporsional dan main hakim sendiri sehingga mengakibatkan tersulutnya peristiwa tersebut hendaknya mendapat tindakan lebih tinggi s= atu tingkat dari yang biasanya, karena akibat ulahnya tragedi tersebut timbul. "Untuk itu, pimpinan ABRI dan Polri harus terus-menerus melakukan pembina= an disiplin terhadap anggotanya, sehingga mereka lebih menjiwai perasaan masyarakat yang gampang tersulut. Jangan malah main hakim sendiri, sehing= ga mengakibatkan warga masyarakat ikut-ikutan," katanya. Untuk itu, menurut dia, DPR minta pihak yang terlibat langsung atau yang menunggangi kejadian tersebut diproses sesuai hukum yang berlaku. "Saya sangat menghargai pernyataan Gus Dur untuk mencegah kejadian yang lebih luas, karena tidak tertutup kemungkinan kelompok-kelompok yang tersulut tersebut adalah warganya Gus Dur, seperti yang diakui Gus Dur sendiri," tegas Sazili. Ketika menanggapi masalah ini hari Kamis, Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid) dan Achmad Bagja, selaku Ketua Umum dan Sekjen PB NU mengeluarkan pernyat= aan yang intinya mengutuk pelaku tindakan kekerasan yang menimbulkan banyak korban materiil. Pelampiasan sejumlah pihak Sementara itu, pengurus HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) Cabang Tasikmalaya menyatakan, kerusuhan yang terjadi pada hari Kamis, 26 Desember 1996 di Tasikmalaya bukan merupakan bentuk protes simpatisan pesantren. Akan teta= pi, hal itu merupakan pelampiasan sejumlah pihak yang tidak bertanggungjawab dengan latar belakang yang berbeda-beda. Dalam siaran persnya yang ditandatangani Ketua Umum dan Sekretaris Umum, Yayan Hendrayani dan Jani Sanjari Taufiq, pengurus HMI Cabang Tasikmalaya menyampaikan keprihatinan yang mendalam atas terjadinya peristiwa tersebu= t dan ikut "bela sungkawa" terhadap mereka yang merasa dirugikan. Dalam kaitan ini, HMI mengimbau umat Islam agar tidak terhasut oleh oknum yang tidak bertanggungjawab, seraya selalu bersikap teguh kepada akhlak islami dalam menghadapi musibah tersebut. HMI Cabang Tasikmalaya juga meminta kepada aparat penegak hukum agar mengusut peristiwa Tasikmalaya dengan mengukum para pelaku penganiyaan terhadap ulama tanpa pandang bulu sesuai dengan hukum yang berlaku. Selai= n itu, diharapkan aparat berwajib memproses peristiwa kerusuhan secara hati-hati dengan mempertimbangkan aspek etika hukum kemanusiaan dan keagamaan. Kepada semua pihak, HMI Cabang Tasikmalaya meminta perlunya memahami peristiwa Tasikmalaya secara proporsional dan pengendalian informasi hendaknya dilaksanakan secara transparan dan objektif. HMI Cabang Tasikmalaya mengharapkan semua pihak untuk berinstropeksi guna mengambil hikmah dari peristiwa tersebut bagi kemaslahatan bangsa dan negara. Dalam kesempatan terpisah, Ketua Umum HMI Badko Jawa Bagian Barat, Zaenal Mukarom mengemukakan, pihaknya sejak Kamis sore (26/12) telah menurunkan = tim kecil untuk mencoba mengumpulkan informasi perihal kasus Tasikmalaya. "Tujuannya dalam rangka membantu pemerintah mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya bagi pengusutan kasus Tasikmalaya," kata Zaenal Mukaro= m. Ketua MUI Jawa Barat KH. Totoh Abdul Fatah mengajak warga Jawa Barat untu= k bersikap tenang menghadapi musibah yang terjadi di Tasikmalaya. Masyarakat hendaknya tidak banyak mendengarkan cerita-cerita kejadian di Tasikmalaya itu sehingga nantinya dikhawatirkan justru akan membingungkan= , katanya, Jumat. Untuk itu, katanya lebih lanjut, masyarakat hendaknya mengikuti dan mendengarkan penjelasan Pangdam III Siliwangi, Mayjen TNI Tayo Tarmadi tentang kejadian ini.=1D =F07=903=01 =1D =8AMenurut Ketua MUI Jawa Barat itu, kejadian tersebut merupakan musibah = bukan siksaan, yang tidak dikehendaki baik oleh pimpinan pesantren maupun polis= i. Dalam kaitan ini, MUI Jawa Barat tidak menyudutkan pihak manapun, katanya= , seraya menambahkan peristiwa tersebut merupakan musibah. Ia mengajak kepada seluruh umat Islam, khususnya di Jawa Barat untuk berd= oa bersama-sama agar musibah ini tidak berkepanjangan. Ketua MUI Jawa Barat minta pengurus MUI di seluruh daerah tingkat II di J= awa Barat untuk mengajak umatnya datang ke mesjid berdoa kepada Allah SWT aga= r musibah ini tidak berkepanjangan. "Kita harus menerima musibah ini dengan penuh ketabahan, sambil meningkat= kan kesadaran beragama kepada Allah SWT," katanya. Ketua MDI (Majelis Dakwah Islamiah) Jabar & Ketua Ikatan Pondok Pesantren Jabar, Drs. KH. Q. Achmad Syaid, mengimbau para kiai, ulama dan pimpinan pesantren menahan diri, dan tidak terpancing hasutan yang mungkin timbul berkaitan dengan kerusuhan di Tasikmalaya. Menurut Achmad Syaid, sudah seharusnya permasalahan yang sudah terjadi it= u diselesaikan oleh pihak yang berwajib. "Kita percayakan saja kepada apara= t untuk menyelesaikan masalah itu dengan tuntas," katanya. Sementara itu, Ketua Komisi A, DPRD Jabar Drs. H. Nanan Sutadipura, menil= ai, oknum polisi yang melakukan pemukulan kepada santri itu harus ditindak te= gas sesuai aturan hukum, termasuk pemberatannya. Bagaimanapun, akibat pemukul= an itu telah timbul kerusuhan. Begitupun yang melakukan kerusuhan dan perusakan, termasuk pihak yang menyebar informasi tidak benar tentang meninggalnya santri korban pemukul= an, perlu ditindak. Meski begitu diingatkan, pemeriksaaan terhadap pelaku perusakan harus dilaksanakan sesuai KUHAP. Sedangkan Pimpinan Pusat Ikatan Remaja Muhammadiyah (PP IRM) dalam pernyataan sikapnya menyatakan, pemicu kerusuhan itu adalah perlakuan yan= g tidak sesuai dengan hak asasi dan etika kehidupan bermasyarakat yang diat= ur oleh norma hukum. Arogansi oknum aparat dalam menangani permasalahan penegakan hukum hendaknya segera diantisipasi agar tidak semakin membuday= a. Pernyataan sikap yang ditandatangani oleh Ketua PP IRM Muhammad Izzul Muslimin dan Sekretaris Iwan Setiawan Ar Rozie disampaikan ke redaksi "PR= " melalui facsimile, Jumat malam. PP IRM juga mengharapkan pemerintah menangani masalah tersebut secara tun= tas dan menegakkan keadilan tanpa memandang perbedaan posisi dan status merek= a yang terlibat dalam peristiwa Tasikmalaya. Kesenjangan sosial Sikap emosional masyarakat, yang belakangan ini sering mencuat dengan kecenderungan menggunakan kekerasan, diyakini sejumlah pakar terjadi akib= at kesenjangan sosial serta krisis kepercayaan terhadap penyelesaian masalah secara hukum. Sikap itu kemudian disulut pihak yang tidak bertanggung jawab, sehingga mencetuskan kerusuhan yang mengorbankan unsur etnis atau agama, seperti terjadi di Situbondo (Jawa Timur), dan Tasikmalaya (Jawa Barat), demikian rangkuman pendapat tiga pakar di Jakarta, Jumat. Ketua Jurusan Ilmu Politik FISIP Universitas Indonesia (UI) Dr. Maswadi Rauf, peneliti LIPI Muhammad AS Hikam dan dosen FISIP UI Dr. Burhan Magen= da, yang dihubungi secara terpisah, sependapat bahwa kerusuhan seperti di Situbondo dan Tasikmalaya sama sekali tidak ada hubungannya dengan masala= h agama. "Orang yang merasa dirinya kekurangan, biasanya mudah tersinggung. Kondis= i ini kemudian dimanfaatkan oleh kelompok yang tidak bertanggung jawab," ka= ta Maswadi Rauf. "Ibaratnya menyiram api dengan bensin, kemarahan gampang berkobar," sambungnya. Sementara itu, peneliti pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Muhammad AS Hikam menambahkan, untuk mencegah kian berkembangnya kecenderungan negatif tersebut, masalah kesenjangan sosial harus mendapat perhatian serius dari semua pihak, kemudian diupayakan penyelesaiannya secara makro. Khusus tentang kasus Tasikmalaya, ketiganya menyatakan bahwa dalam pemicu peristiwa itu nampaknya juga terdapat unsur pelanggaran disiplin aparat dalam melaksanakan tugasnya, yang mengarah pada keangkuhan kekuasaan. Menurut Hikam, pelanggaran semacam itu harus dihindari, karena rakyat sekarang sudah semakin kritis. "Masalah yang menyangkut harga diri, pemukulan, memang sensitif. Aparat harus sabar menanganinya, dengan memperhatikan psikologi massa," kata Bur= han Magenda. Sedangkan sosiolog Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UI Dr. Sardjono Jatiman mengungkapkan, penyebab kerusuhan massa secara umum merupakan akumulasi dari permasalahan yang ada, yaitu perlakuan tidak adi= l antara individu, ketegangan sosial dalam masyarakat serta munculnya kesenjangan sosial. "Sumber-sumber tersebut seringkali tidak disadari sebagai pemicu gejolak sosial. Padahal, jika sudah terakumulasi, masalah kecil pun akan memicu terjadinya kerusuhan," kata Dr. Sardjono Jatiman di Jakarta, Jumat. Kesenjangan yang terjadi bisa berupa kesenjangan sosial dan ekonomi sebag= ai akibat proses pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat ketimbang pemerataan. "Yang kecil makin kecil, yang besar makin besar. Dengan kondisi demikian, jarak sosial antara yang kaya dan miskin juga akan makin lebar," ujar Sardjono. Dua kesenjangan tersebut dapat menjadi salah satu penyulut timbulnya kerusuhan massal, kata staf peneliti Pranata UI itu. Pada bagian lain, Sardjono memberi contoh pertumbuhan ekonomi di daerah Tasikmalaya dan Ciamis. Di dua kota yang relatif kecil itu, pertumbuhan t= oko eceran besarnya pesat sekali tanpa diikuti pertumbuhan ekonomi masyarakatnya. Tampaknya, kata dia, para pengusaha ritel tersebut hanya memperhatikan ka= ji kelayakan ekonomi, tanpa mempedulikan kaji kelayakan sosial. "Padahal, studi kelayakan sosial penting untuk mengetahui kemungkinan ada= nya persaingan dengan toko yang kecil, yang terlebih dahulu sudah ada," kata Sardjono. Kaji kelayakan, katanya, juga dapat mengetahui daya serap konsumen. Ketika menjawab pertanyaan tentang cara pemecahannya, Sardjono menyaranka= n mereka yang mempunyai atribut, dalam hal ini aparat, tidak bertindak sewenang-wenang agar masyarakat merasakan keadilan. Selain itu, tambahnya, perlu ada gerakan pemerataan secara sungguh-sunggu= h untuk mengatasi kesenjangan ekonomi tersebut. "Selama ini, gerakan pemerataan hanya berupa slogan, tidak sekencang gera= kan pertumbuhan ekonomi," kata Sardjono. Ia juga menyarankan aparat yang bertugas langsung di tengah masyarakat dibekali pengetahuan psikologi massa dan pemahaman bahwa kekuasaan adalah amanat. Lebih lanjut, Sardjono melihat bahwa kasus seperti di Tasikmalaya dapat terjadi di mana saja dan sumbernya bukan masalah agama. Masalahnya, katanya, jika terjadi di daerah yang mayoritas penduduknya Muslim, maka ada kesan bahwa peristiwa itu digerakkan oleh orang Islam, begitu juga sebaliknya, jika kerusuhan itu terjadi di daerah mayoritas bu= kan Islam.*** ----- End Included Message -----