From: John MacDougall Subject: IN: PR - Kiai Masih Segar Bugar To: apakabar@clark.net (John MacDougall) Date: Sat, 28 Dec 1996 14:41:31 -0500 (EST) http://pikiran-rakyat.com/01281202.htm Kiai Makmun dan Mahmud Farid: Kami Masih Segar Bugar ... ---------------------------------------------------------------------------- "... simkuring Ajengan Makmun pangasuh Pondok Pasantren Condong, Setianagara, Kab. Tasikmalaya, katut pun anak Drs. Mahmud Farid anu diisukeun maot, aya dina kaayaan sehat wal afiat ..." (Saya Ajengan Makmun Pengasuh Pondok Pesantren Condong, Setianagara, Kab. Tasikmalaya, beserta anak saya Drs. Mahmud Farid yang diisukan meninggal, ada dalam kondisi sehat wal afiat - red.). PERNYATAAN Kiai Makmun (74) itu terdengar berulang-ulang dari radio transistor kecil, yang diputar pengemudi truk di dekat pos penjagaan Sindangkasih, Kab. Ciamis. Pernyataan tersebut diputar berurutan setelah pernyataan Pangdam III/Siliwangi, Mayjen TNI Tayo Tarmadi dan Kapolda Jabar, Mayjen Pol. Drs. Nana Permana. Keterangan Kiai Makmun secara on air, memang menjadi sesuatu yang amat penting pada hari-hari sekarang ini di Tasikmalaya. Karena salah satu pemicu terjadinya unjuk rasa Kamis lalu, adalah tersebarnya isu yang menyebutkan Kiai Makmun dan Ustadz Mahmud Farid (38) meninggal dunia karena dianiaya oknum polisi. Bahkan pihak-pihak tertentu menyebarkan isu itu melalui selebaran gelap. Isu itu pula yang seolah dijadikan sebagai pembenaran bagi segala tindakan anarkis, yang dilakukan sekelompok oknum yang tidak bertanggung jawab. "Saya tidak mengerti mengapa sampai muncul isu seperti itu. Kami berdua ini masih segar bugar. Tidak kekurangan suatu apa pun. Dan sungguh mengagetkan, dari isu menyesatkan itu kemudian menimbulkan huru-hara yang merugikan banyak pihak," ujar Kiai Makmun, ketika ditemui di Ponpes Riyadlul Ulum wa Da'wah di Kampung Condong, Desa Satianagara, Kec. Cibeureum, Kab. Tasikmalaya. Sebagai bukti bahwa isu serupa itu memang berkembang, sampai hari kemarin masih saja ada tamu yang datang ke Ponpes Condong dengan melontarkan pertanyaan, "Palih mana mama kiai anu wales teh." (Di mana kiai yang sakit keras itu). Sedangkan seorang tamu yang datang dari Cikajang Garut, menerangkan bahwa di daerahnya beredar isu yang menyebutkan Ustadz Mahmud Farid kini dalam keadaan parah. Kuku-kuku tangannya sudah tidak ada lagi karena dicabuti saat dianiaya. "Tapi setelah saya melihat langsung begini rasanya plong. Baik Kiai Makmun ataupun Ustadz Mahmud ternyata sehat-sehat saja. Kondisi yang sebenarnya ini kan nanti saya sampaikan kepada warga di sana," ujar tamu tersebut. Hari-hari belakangan ini, memang saat-saat yang amat melelahkan bagi Kiai Makmun. Tamu dari berbagai pelosok Jawa Barat, baik yang punya hubungan khusus maupun sekadar ingin tahu saja, terus berdatangan. Beberapa pertemuan yang diselenggarakan bersama Pangdam dan Kapolda pun diikutinya, sebagai sebuah tanggung jawab moral seorang kiai. "Jumpa pers" berkali-kali dilakukannya, baik dengan media massa elektronik maupun cetak. Sebab dia tidak pernah bisa menolak permintaan-permintaan para tamunya. Meski untuk itu, terkadang ia harus menghadapi pertanyaan serupa yang mungkin membosankannya. Sementara itu Pangdam dan Kapolda juga menyempatkan diri bersilaturahmi Kamis malam lalu ke Ponpes Condong. "Saya sempat berbincang-bincang di sini dengan Pak Pangdam, mengenai kondisi saya. Semuanya beres tidak ada apa-apa," ujar Mahmud Farid. ** PONDOK Pesantren Condong, seperti juga Kiai Makmun, saat ini memang menjadi nama lembaga yang sering disebut orang. Riyadlul Ulum wa Da'wah yang menjadi nama resminya, selama ini kalah tenar dengan sebutan Pesantren Condong saja. Lokasi pesantren berjarak sekitar 6 km ke timur dari pusat Kota Tasikmalaya. Pesantren yang terletak di Kampung Condong, Desa Setianagara, Kab. Tasikmalaya ini, memang tergolong yang berusia cukup tua. Menurut catatan pihak pesantren, diperkirakan lembaga pendidikan keagamaan itu sudah ada sejak tahun 1800-an. "Perkiraan angka tahun tersebut, berdasarkan data tertulis yang ada pada kami. Data itu menyebutkan, kami ini memperoleh tanah wakaf dari Pangeran Kornel dari Sumedang. Dia kan hidup pada tahun 1800-an," tutur Drs. Endang Rahmat, salah seorang staf pengajar. Lokasi awal Pesantren Condong, semula barada di dekat rel KA yang ada di sebelah selatan lokasi yang sekarang. Pendirinya adalah KH. Muhammad Nawawi, berasal dari Sukaruas, Rajapolah. Dia juga dikenal dengan nama Eyang Anwi. Atas petunjuk salah seorang guru pimpinan pondok ketika itu, maka lokasinya pun dipindahkan ke tempat yang sekarang. Muhammad Nawawi punya anak bernama Muhammad Arif yang dikenal dengan nama Haji Adra'i. Tokoh ini merupakan lulusan dari pesantren-pesantren yang ada di Jawa dan Madura. Dialah yang mendirikan pesantren di Sindangmulih, Sukamenak, Cibeureum yang juga terkenal pada zamannya. Salah seorang putra Adra'i, yakni Rokayah kawin dengan Hasan Muhammad. Dari perkawinan ini antara lain melahirkan Najmudin dan Makmun. Dalam usia 15 tahun, sekitar tahun 1930-an, Najmudin telah diberi kepercayaan mengurus pesantren. Salah seorang murid pertamanya adalah KH. Ruchiyat dari Bantargedang. Setelah KH. Najmudin meninggal pada tahun 1986, karena dia tidak memiliki keturunan, maka pengelolaan pesantren diserahkan kepada adiknya KH. Makmun hingga sekarang. Seluruh potensi keluarganya dikerahkan untuk membesarkan pesantren yang letaknya agak tersembunyi dari jalan raya ini. Dari perkawinannya dengan Oyom Maryam (70), Kiai Makmun memperoleh 11 orang anak, 4 putra 7 putri. Dari putranya sebanyak itu, kini terdapat 43 cucu dan 16 cicit. Bagi Kiai Makmun, keturunan sebanyak itu merupakan SDM yang tidak ternilai bagi masa depan pesantrennya. ** SEKARANG ini di Pesantren Condong tercatat tidak kurang dari 300 orang santri. Dengan jumlah santriwan dan santriwati yang hampir seimbang. Santri tetap ini seluruhnya menempati pondokan yang sudah disediakan pihak pengelola. Selain itu, dalam waktu-waktu tertentu juga menerima santri "kalong" (tidak menetap). Sistem pendidikan yang diterapkan, merupakan perpaduan antara sistem salafiyah (tradisional) dan modern. Di situ dilakukan pengkajian agama, pengkajian kitab kuning. Di samping itu, untuk melengkapi pengetahuan umumnya, para santri dianjurkan untuk juga bersekolah dengan kurikulum umum. Seperti halnya kurikulum ponpes lainnya, di sini juga diajarkan tentang tasawuf dan muamalah. Sedangkan ciri khas yang berbeda dengan pesantren sekitarnya, untuk mempermahir dalam bidang bahasa, setiap santri diharuskan untuk berbahasa Inggris dan Arab dalam waktu-waktu tertentu. Walaupun Pesantren Condong kini tengah mendapat 'musibah', namun toh hal itu tidak sampai mengganggu kegiatan pendidikan para santri. "Pada prinsipnya, tidak ada gangguan. Lihat saja mereka tetap melakukan kegiatannya dengan baik," ujar Endang Rahmat. Jika para santri tidak merasa terganggu, lain lagi dengan Kiai Makmun. Kejadian kerusuhan itu, baginya amat merisaukan. Sebab persoalannya sudah membawa-bawa agama. Padahal tindakan para perusuh tidak mencerminkan akhlak kaum beragama. Dalam Islam, kata Kiai Makmun, seorang muslim tidak diperbolehkan melakukan perusakan tempat-tempat ibadah agama lain. Apa pun alasannya. Hal ini telah ditegaskan Rasulullah SAW 15 abad lalu. Seorang muslim, justru harus menjaga keselamatan orang lain dari kejahatan tangan dan ucapannya. "Jadi harus saya tegaskan, tindak kerusuhan itu sudah merusak ketenteraman masyarakat Jabar. Kami saja di sini yang punya persoalan dengan pihak petugas sudah selesai, malah orang lain yang ribut-ribut. Siapa pun pelakunya harus ditindak tegas ...," ujarnya.*** ----- End Included Message -----