Resent-Date: Fri, 27 Dec 1996 18:05:33 -0600 From: John MacDougall Subject: IN: KMP - Kerusuhan Tasik: Makin Serius Peringatan bagi Kita To: apakabar@clark.net (John MacDougall) Date: Fri, 27 Dec 1996 17:59:06 -0500 (EST) http://www.kompas.com/9612/28/OPINI/taju.htm Kompas Online Sabtu, 28 Desember 1996 _________________________________________________________________ Tajuk Rencana Makin Serius Peringatan bagi Kita dengan Kerusuhan Tasikmalaya DI penghujung tahun 1996 ini kedamaian hidup kita sebagai bangsa seperti terkoyak lagi dengan pecahnya kerusuhan di Tasikmalaya. Rasanya kita belum pulih dari trauma akibat insiden Situbondo yang terjadi bulan Oktober - kurang dari tiga bulan - lalu, dan kini sekali lagi kita harus menyaksikan dengan pedih bekas amukan massa pada puing-puing toko-toko, pada pabrik, mobil dan berbagai kendaraan lain, sekolah, dan tempat ibadah. Kita jadi terusik untuk bertanya, lalu apa artinya berbagai anjuran, berbagai nasihat dari para pemimpin agar kita sebagai bangsa hidup baik-baik, rajin membangun, menciptakan kestabilan, dan tak henti menggalang rasa persatuan dan kesatuan, dan menerima perbedaan yang ada di antara sesama? Apabila ada ungkapan yang masih dapat kita sampaikan, ini jauh lebih menyesakkan dada daripada sekadar prihatin. Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai ini jelas dulu didirikan tidak untuk berkembang seperti apa yang terjadi di Situbondo dan Tasikmalaya. Rasa prihatin yang sangat mendalam ini tetap kita sampaikan, karena dengan kejadian di Tasikmalaya - kota cantik berpenduduk sekitar 250.000 di Jawa Barat ini - kita memang kecil hati dengan perkembangan yang ada dalam kehidupan berbangsa kita. Kita melihat, tak di kota besar tak di kota kecil, warga seperti mudah tersulut - bak orang yang sudah lama memendam bara perasaan yang selama ini tertahan-tahan. Jujur pada diri sendiri kita ingin bertanya, apa komentar kita mengenai warga yang tak ragu-ragu turun ke jalan, membakar dan merusak apa yang menurut anggapan mereka mewakili simbol-simbol yang selama ini ikut membuat mereka harus menjalani hidup sulit karena ketidak-adilan? TERHADAP insiden Tasikmalaya, siapa pun dari kita harus berani berkaca dan mengatakan, insiden tersebut terjadi dengan alasan yang lebih serius daripada polisi yang bertindak tidak sepatutnya terhadap para guru agama yang ia percayai untuk mendidik anaknya. Sehari sebelum insiden pecah, kita mengetahui sudah ada upaya penyelesaian persoalan. Sambil menyatakan keprihatinannya, Kapolres Tasikmalaya Letkol (Pol) Suherman seperti dikutip harian Republika (26/12) mengatakan, "Masalahnya sudah selesai. Kita tidak ingin situasinya bertambah parah." Kenyataan bahwa insiden akhirnya pecah memperlihatkan ada aspek yang tidak tertampung dalam upaya penyelesaian di atas. Inilah yang kiranya patut kita renungkan bersama. Dalam situasi yang semakin hangat dan sensitif seperti sekarang ini, introspeksi boleh menjadi langkah pertama untuk melihat insiden tersebut. Bila benar insiden bermula dari perlakuan aparat yang tidak patut, dan keliru, kita tak boleh ragu untuk mengambil tindakan hukum. Selanjutnya pengalaman terakhir di Tasik ini juga harus semakin menyadarkan para aparat bahwa perlakuan tak patut terhadap rakyat bukan saja menghilangkan kepercayaan mereka, tetapi juga bisa menimbulkan reaksi balik rakyat yang semakin sulit diperkirakan bentuk dan tingkatannya. Pada sisi lain, kita juga sulit memahami jalan pikiran pelaku kerusuhan. Mengapa kekesalan pada polisi diluapkan dengan kadar dan lingkup demikian rupa, yang selain sulit diterima akal juga terbukti menimbulkan biaya ekonomi, sosial dan politik yang amat tinggi. Dalam kaitan ini kita ingin ikut menggarisbawahi pandangan yang muncul kemarin, bahwa aksi seperti itu bisa menyulut kerusuhan lebih besar dan mengganggu stabilitas, persatuan dan kesatuan bangsa. SEKALI lagi, kejadian terakhir di Tasikmalaya harus membuat kita lebih dalam merenung dan introspeksi. Bila selama ini kita dapat mengidentifikasi masalah kesenjangan dan ketidakadilan sosial sebagai salah satu problem serius, seberapa jauh kita telah berupaya mengatasinya? Bila selama ini kita mendengar aparat adalah berasal dari rakyat, benarkah hal itu telah dihayati dan dipraktekkan dengan setulusnya? Kita yakin, semua dari kita percaya bahwa respek dan ketaatan terhadap aparat hanya akan muncul manakala aparat juga menunjukkan penghargaan terhadap hak-hak warga yang harus mereka ayomi. Kita memang perlu jujur dalam hal ini, disertai dengan tekad dan tindakan yang konsekuen, yang tidak beda antara ucapan dan perbuatan. Tanpa itu, kita khawatir kejadian serupa Tasikmalaya berulang lagi. KITA tidak menutup mata, bahwa menjelang masa transisi di sana-sini ada perpolitikan. Di satu pihak ini fenomen wajar. Namun, yang kita harapkan, bahwa jangan sampai kiranya perpolitikan meriskir sendi-sendi yang menjadi pilar dan menopang kehidupan berbangsa. Di luar unsur perpolitikan, banyak di antara kita mempercayai, meningkatnya keberingasan massa tak perlu dikait-kaitkan dengan rekayasa politik. Bila suasana hati jadi tak tertahankan karena berbagai soal yang menghimpit, semua emosi akan meluap dengan sendirinya. Kita tidak ingin ada luap-luapan emosi dalam hidup bersama sebagai bangsa. Kesenjangan kita atasi dengan pemerataan dan praktek ekonomi yang fair, adanya pluralitas dan keaneka-ragaman kita jadikan sebagai pemerkaya dan pemerkuat kehidupan, perbedaan kita selesaikan dengan musyawarah, dan persaingan kita praktekkan dengan ksatria. Sekali lagi kita sesali Insiden Tasikmalaya dan semoga Tuhan Yang Maha Kuasa melindungi kita dari terulangnya peristiwa buruk seperti itu. ----- End Included Message -----