From: John MacDougall Subject: IN: KMP - Pres: Umat Beragama Perlu Lebih Menahan Diri To: apakabar@clark.net (John MacDougall) Date: Fri, 27 Dec 1996 17:54:46 -0500 (EST) http://www.kompas.com/9612/28/UTAMA/umat.htm Kompas Online Sabtu, 28 Desember 1996 _________________________________________________________________ Presiden pada Peringatan Natal Bersama 1996 Umat Beragama Perlu Lebih Menahan Diri Jakarta Post ____________________ Jakarta, Kompas Presiden Soeharto meminta umat beragama mendewasakan diri, dengan lebih menahan diri dan menghindari kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan perasaan kurang tenteram bagi umat beragama lainnya. Apalagi, melakukan hal-hal yang dapat melukai perasaan umat beragama yang lain. "Terjadinya berbagai gejolak ini menggugah tanggung jawab kita untuk terus memelihara serta memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa," ujar Kepala Negara dalam sambutannya pada Peringatan Natal Bersama Pegawai Republik Indonesia dan ABRI di Balai Sidang Senayan, Jakarta, hari Jumat (27/12). Acara itu antara lain juga dihadiri Wakil Presiden beserta Nyonya Tuti Try Sutrisno, para menteri Kabinet Pembangunan VI, pejabat tinggi/tertinggi negara, Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Kardinal Julius Darmaatmadja SJ, Sekjen KWI Mgr MD Situmorang OFM Cap, Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja Di Indonesia (PGI) Pdt Dr Sularso Sopater, dan Sekretaris Umum PGI Pdt Dr JM Pattiasina, serta duta besar negara-negara sahabat. Perayaan Natal kali ini dimeriahkan sekitar 120 anak membawakan sendratari Natal Kelahiran Kristus, karya Men-PAN TB Silalahi. Sendratari itu diperkuat sekitar 800 penyanyi yang tergabung dalam 16 paduan suara masyarakat Kristiani daerah, sekelompok anak yang tergabung dalam Paduan Suara Anak Indonesia, serta paduan suara Akademi Perawat RS Sint Carolus. Mereka mengidungkan sekitar 24 pujian Natal. Acara dibuka dengan lagu Great Hallelujah yang dipimpin Men-PAN TB Silalahi selaku ketua umum usai membacakan laporan. Disusul dengan narasi Natal oleh Pendeta Sularso Sopater, yang ditutup dengan alunan lagu Let There Be Peace. Beberapa saat kemudian, Kardinal Julius Darmaatmadja SJ membacakan doa syafaat. Alunan lagu Ave Verum Coprus mempersiapkan seluruh peserta untuk mendengarkan amanat Presiden Soeharto. Seluruh rangkaian acara ditutup dengan persembahan drama Natal. Dalam amanatnya, Presiden mengemukakan, "Semua pihak hendaknya memegang teguh pendirian kita sejak awal kemerdekaan bahwa kita adalah suatu keluarga besar bangsa Indonesia yang majemuk. Sebagai suatu keluarga, kita harus saling menahan diri dan bertenggang rasa. Sebab perasaan senang atau susah yang dialami saudara-saudara kita haruslah kita anggap sebagai bagian dari kesenangan dan kesusahan kita sendiri. Karena itu, sikap saling menghargai, kasih sayang dan tolong-menolong di antara sesama saudara sebangsa harus tetap kita pegang seteguh-teguhnya." Menurut Kepala Negara, sepanjang tahun 1996 yang sebentar lagi akan ditinggalkan, telah terjadi berbagai gejolak sosial dan politik dalam masyarakat. Walaupun ada berbagai faktor yang mendorong terjadinya gejolak itu, namun faktor agama sedikit banyak ikut memainkan peranan. "Kita bersyukur bahwa pada akhirnya gejolak-gejolak tadi berhasil kita atasi dengan sebaik-baiknya," ujarnya. Kepala Negara menambahkan, "Saya percaya bahwa bagian terbesar dari umat beragama di Tanah Air mampu mengendalikan diri dalam menghadapi berbagai isu keagamaan yang berkembang dalam masyarakat. Namun, di balik itu, kita harus tetap waspada terhadap munculnya kelompok-kelompok dalam masyarakat yang dapat memicu timbulnya kerawanan-kerawanan dalam hubungan antarumat beragama." Bagian keluarga bangsa Presiden Soeharto mengingatkan, umat Kristiani di Indonesia adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keluarga besar bangsa Indonesia yang majemuk. Sebagai bagian dari keluarga besar bangsa Indonesia, umat Kristiani turut memikul tanggung jawab mewujudkan cita-cita bangsa, yakni tercapainya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Sumbangan umat Kristiani dalam pembangunan bangsa selama ini, lanjut Presiden, tidaklah kecil. Sumbangan itu hendaknya terus ditingkatkan di masa-masa yang akan datang. Ditegaskan, umat beragama yang beraneka ragam itu harus bahu membahu memecahkan dan menangani persoalan-persoalan bangsa. Perbedaan ajaran-ajaran agama, bahkan perbedaan-perbedaan penafsiran terhadap ajaran yang sama dalam suatu agama, bukanlah penghalang bagi semua umat beragama untuk bersatu-padu membawa bangsa menuju keadaan yang lebih baik di masa depan. Kepala Negara berharap agar perayaan Natal tahun ini juga menggugah kembali kesadaran umat Kristiani Indonesia untuk lebih meningkatkan keimanan dan ketakwaannya. Peningkatan keimanan dan ketakwaan sekaligus berarti diperkukuhnya kesadaran moral kita sebagai suatu bangsa. Sumbangan agama-agama dalam menumbuhkan kekuatan rohaniah dan akhlak bangsa, menurut Presiden, sangatlah besar. Di tahun-tahun yang akan datang, dengan makin derasnya arus globalisasi, maka bukan mustahil sendi-sendi budaya sebagai bangsa akan mengalami goncangan-goncangan. Dalam kaitan ini, maka ajaran agama-agama akan memberikan sumbangan yang besar dalam membentengi akhlak bangsa. Agama Kristen yang telah berkembang di Tanah Air sejak berabad-abad yang lampau tentu akan mampu memberikan sumbangan bagi pembentukan akhlak bangsa tadi, khususnya kepada umat Kristiani sendiri. Kepala Negara menegaskan, akhlak bangsa yang kukuh akan memberikan dorongan untuk membangun bangsa. Pembangunan nasional yang telah dilaksanakan selama ini bukan hanya dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan kebendaan belaka. Kita ingin menjadi bangsa yang sejahtera lahir batin. "Apalah gunanya kita memiliki harta benda yang berlimpah, kalau batin kita menderita. Sebaliknya, apa pula senangnya kita memiliki kesejahteraan batin, jika kita hidup dalam keadaan serba miskin dan kekurangan," tambahnya. Menurut Presiden, untuk mencapai kesejahteraan lahir dan batin itu kita harus bersedia untuk bekerja keras. Pegawai Republik Indonesia dan prajurit ABRI umat Kristiani, hendaknya mampu bekerja keras demi mencapai cita-cita bangsa. Sejak dari zaman pergerakan kemerdekaan hingga sekarang, tidak sedikit jumlahnya para pemimpin bangsa yang lahir dari kalangan umat Kristiani. "Mereka menjadi patriot bangsa, yang bahu-membahu dengan para pejuang bangsa yang lain dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan nasional kita. Tradisi ini hendaknya dapat saudara-saudara teruskan," kata Presiden yang menutup amanatnya dengan mengucapkan "Haleluyah". (rie/ton/ama/pep/jl) ----- End Included Message -----