From: John MacDougall Subject: IN: BIM - Tasik: Tiap orang mudah terpancing To: apakabar@clark.net (John MacDougall) Date: Sat, 4 Jan 1997 19:57:09 -0500 (EST) Bisnis Indonesia Minggu BIM Halaman Depan / Edition :05-JAN-1997 'Tiap orang mudah terpancing' Kerusuhan di Tasikmalaya yang mengakibatkan hancurnya puluhan gedung, ratusan kendaraan bermotor dan hilangnya nyawa dua orang warga, banyak disesalkan banyak pihak. Ada yang mengatakan hal ini akibat kecemburuan sosial antara pri dan nonpri. Untuk mengetahui lebih banyak lagi mengenai hal itu, wartawan Bisnis di Bandung, Deddy H. Pakpahan mewawancari Prof DR Kusnaka Adimihardja, pakar sosiologi kemasyarakatan dari Fisip Universitas Padjadjaran. Berikut petikannya. Bagaimana Anda melihat peristiwa Tasikmalaya? Saya kira peristiwa Tasikmalaya itu bukan akibat pertentangan agama, tetapi akibat dari satu akumulasi ketidakpuasan masyarakat akan berbagai macam kepincangan sosial yang ada. Kerusuhan brutal itu bisa meletus karena ada pemicunya, yakni kesalahpahaman antara polisi dengan para santri di Pondok Pesantren Condong. Itu alat pemicu saja, sebenarnya ini masalah social gap. Lihat saja mereka merusak pertokoan, bank, mobil mewah, apapun pemicunya, ini pasti pelampiasan dari kecemburuan mereka. Jadi mereka tinggal menunggu kapan pemicunya muncul? Bukan menunggu pemicunya, melainkan apa pemicunya itu, yang bisa untuk menghimpun massa yang mayoritas beragama Islam adalah isyu agama. Nah, dengan teraniayanya beberapa santri, maka golongan yang tidak bertanggung jawab itu memanfaatkan situasi dengan memanipulir informasi bahwa ada santri yang mati dipukuli polisi. Sebenarnya pokok masalah ini adalah pertikaian antara santri dan polisi, kenapa merembet? Setiap peristiwa macam ini, awalnya selalu murni. Seperti di Tasikmalaya, massa marah kepada polisi awalnya, lantas ini kan berjalan terus, kemudian ada pihak ketiga yang menunggangi. Bila mereka merasa tidak senang dengan gereja, maka mereka akan melemparinya. Jadi, itu yang sangat membahayakan? Penunggangan ini yang menimbulkan malapetaka. Persoalannya tentu tidak bisa diisolasi pada peristiwa itu saja. Selama masih ada interaksi dengan pihak lain maka unsur lain ikut bermain, preman misalnya ikut ambil bagian untuk mencuri. Kenapa masyarakat kita mudah terpancing? Ada satu keadaaan yang sebenarnya bisa disebut sebagai stabilitas yang semu. Saya kira bukan masyarakat kita saja yang mudah terpancing. Setiap orang akan mudah terpancing, karena keadaaan yang belum transparan, tetapi kalau kita mengembangkan satu manajamen yang leih baik, transparan, saya kira itu akan memperkokoh stabilitas itu sendiri. Sekarang orang belum merasakan hal itu. Kerusuhan di Tasikmalaya bukan karena faktor pendidik atau agama, tetapi karena masalah struktural. Seperti teori pendulum, harus ada keseimbangan, supaya masyarakat menilai dan memahami secara lebih baik. Bisa dijelaskan lebih kongkret lagi? Begini, selama ini kita selalu mengimbau agar ada perubahan kebijakan, perubahan paradigma dalam pembangunan ekonomi yang lebih mengakomodasian ekonomi kerakyatan. Mengakomodasikan kekuatan ekonomi masyarakat, sampai sekarang ini baru dalam tingkat konsep. Meskipun begitu, tidak selayaknya policy pemerintah mengecewakan masyarakat. Misalnya menggusur pasar tradisional dengan supermarket. Dari sisi keberhasilan pembangunan, itu memang fantastik, tapi dari kacamata sosial, bisa menimbulkan kerawanan, iri hati. ----- End Included Message -----