From: John MacDougall Subject: IN: PMB - Pendapat Akhir Komnas HAM ttg Tasik ... To: apakabar@clark.net (John MacDougall) Date: Thu, 2 Jan 1997 22:51:59 -0500 (EST) SUARA PEMBARUAN ONLINE ---------------------------------------------------------------------------- Pendapat Akhir Komnas HAM Mengenai Tasikmalaya Akan Diumumkan Senin Jakarta, 31 Desember Pendapat akhir Komnas HAM mengenai kerusuhan di Tasikmalaya diharapkan dapat diumumkan hari Senin (6/1). Tim Pencari Fakta Komnas (TPF) sekarang tengah mengkaji ulang hasil temuannya di lapangan sebelum dibahas dalam rapat pleno. Sepanjang hari Senin, TPF Komnas yakni Prof Charles Himawan dan Dr Albert Hasibuan melakukan dialog dengan sejumlah pemilik toko dan rumah yang menjadi korban amukan massa. Di tempat terpisah, anggota TPF lainnya, Mayjen Pur Samsudin melakukan dialog dengan Menag Tarmizi Taher, Pangdam III/Siliwangi Mayjen TNI Tayo Tarmadi, Kapolda Jawa Barat, Mayjen Pol Nana Permana, sejumlah tokoh agama dan masyarakat se Jawa Barat di Pendopo Bupati Tasikmalaya. Demikian keterangan yang berhasil dihimpun Pembaruan hingga Senin malam berkaitan dengan kerusuhan di Tasikmalaya (26-29/12). Sedikitnya 10 toko dan rumah di sepanjang jalan KH Mustofa yang menjadi korban perusakan menjadi perhatian TPF Komnas. Kepada TPF Komnas, para pemilik toko mengungkapkan rasa takutnya melihat perusuh yang sangat beringas. ''Saya sangat ketakutan melihat mereka melemparkan botol bir yang berisi bensin, sehingga mengakibatkan kebakaran besar di pabrik saya. Pak tolong usahakan supaya kerusuhan seperti itu jangan terjadi lagi,'' kata pemilik pabrik tapioka kepada TPF Komnas. Sejumlah korban kerusuhan mengungkapkan, mereka diberi tahu akan adanya kerusuhan oleh seorang anggota Patroli Jalan Raya (PRJ), Kamis (26/12) sekitar pukul 09.00 WIB. Para pemilik toko di Jalan Mustofa kemudian menutup pintu tokonya masing-masing. Perusuh datang sekitar beberapa jam kemudian dan melakukan perusakan dan pembakaran. ''Mereka menggedor-gedor pintu toko kami. Gagal membuka pintu para perusuh melemparkan botol bir berisi bensin dan sebagian di antaranya memanjat tembok pertokoan untuk merusak toko kami,'' kata pemilik toko itu. Menjawab pertanyaan wartawan, Albert Hasibuan kembali menegaskan bahwa kerusuhan di Tasikmalaya disebabkan oleh sejumlah faktor. Tapi faktor terpenting yang menyebabkan massa gampang tersulut untuk melaku- kan kerusuhan ialah adanya kesenjangan sosial. ''Selain mengfokuskan penelitian kepada ada atau tidaknya pelanggaran HAM dalam kasus ini, kita juga mencari penyebab kerusuhan yang merugikan masyarakat Tasikmalaya,'' katanya. Rp 84,9 Miliar Kerusuhan 26 Desember yang mengakibatkan kerusakan bangunan pertokoan, gedung perkantoran, gereja, sekolah, pasar, pabrik, hotel dan beberapa perkantoran dan bank di Tasikmalaya, Jawa Barat menelan kerugian sebesar Rp 84,9 miliar. Selain itu, sekitar 12.000 tenaga kerja menjadi pengangguran akibat kehilangan mata pencaharian. Penjelasan itu diungkapkan Bupati Tasikmalaya, Suljana Wirata dalam pertemuan dengan para tokoh dan pimpinan umat beragama se-Jawa Barat, Senin (30/12) di Pendopo Tasikmalaya. Dialog yag diprakarsai Panglima Siliwangi, Mayjen TNI Tayo Tarmadi diikuti anggota Komnas HAM, Albert Hasibuan, Samsudin dan Charlie Himawan, Kapolda Jabar Mayjen Pol Nana Permana, Wagub Jabar HE Sampurna. Hadir dalam kesempatan itu Menteri Agama Tarmizi Taher. Bupati Tasikmalaya dalam penjelasan rincinya mengatakan, kerusuhan 26 Desember kemarin telah mengakibatkan 12 bangunan gereja mengalami kerusakan, satu peribadatan umat Konghucu dan kelenteng, 4 gedung sekolah Kristen, 18 kantor Polsek dan Polresta serta satu kantor PJR dan kantor bersama. Sedangkan Pertokoan sebanyak 89 di antaranya 43 unit bangunan dibakar, 5 rusak berat dan 43 rusak ringan. Bangunan yang dirusak dan dibakar antara lain 7 rumah tinggal, 4 pabrik, 8 dealer mobil, 6 bank, 3 hotel dan 3 kantor. Selain itu, 107 unit mobil dibakar dan 7 mobil lainnya dirusak dan 22 motor dibakar. Total kerugian akibat kerusuhan 26 Desember mencapai Rp 84,9 miliar. Renungkan Menurut Menag Tarmizi Taher, kita harus renungkan dalam-dalam dan berpikir atas peristiwa kerusuhan ini dengan pikiran dan hati masing-masing. Dalam hal ini hargailah adat-istiadat dan agama serta hendaknya tidak saling mengganggu. "Kerukunan umat beragama itu tiangnya negara. Karenanya, eksistensi bangsa yang sangat majemuk ini akan hilang bila tidak ada kerukunan para pemimpin umat beragama. Pertemuan semacam ini hendaknya dilakukan rutin, sehingga para tokoh masyarakat dan pimpinan umat beragama bisa mengetahui arah pembangunan bangsa," kata Tarmizi. Lebih lanjut Menag mengatakan, dunia sekarang ini sedang dilanda sakit kemanusiaan yakni jiwa dan rohnya sedang sakit. Satu di antaranya konflik antaragama dan konflik intern umat dalam satu agama. Meski bangsa kita memiliki kekuatan yagn dahsyat namun bila para pemimpin umat beragama berjalan sendiri-sendiri maka bangsa ini akan hancur. Untuk itu, para pemuka agama hendaknya mencari kerangka kultural kerukunan beragama untuk memecahkan akar dari pada konflik-konflik keagamaan. Dalam kurun waktu 7 tahun terakhir ini peran agama ternyata cenderung negatif. Untuk itu, renungkan dalam-dalam di tengah era yang penuh dengan kekerasan ini akan makin banyak kerusuhan sosial berdalih konflik agama, sehingga butuh perhatian yang sangat hati-hati dari para pemuka agama. Dikatakan, Tuhan itu tidak membeda-bedakan agama yang satu dengan lainnya. Konflik-konflik keagamaan yang dulunya bersifat lokal, sekarang ini semakin berat. Pada tahun 1997 mendatang, kata Tarmizi, dunia ini akan makin aman dari nuansa agama atau etnis masih menjadi pertanyaan. Untuk itu, para ulama dan rohaniawan serta pimpinan agama lainnya hendaknya merenungkan adanya timbulnya kerawanan sosial. "Kita harus berani menghitung untung atau rugi di ujung tahun 1996 ini di mana kita masih menghadapi cobaan yang sangat berat dalam kerukunan beragama. Sebab, kerukunan beragama sekarang ini sudah terkena limbah politik. Untuk bertindak arif, belajarkan dari sejarah, sehingga bangsa ini akan dibawa ke mana," tambah Tarmizi. Sepengetahuan Menag, kerusuhan beragama itu berkembang sangat cepat walaupun hanya "teriakan". Meski kerukunan beragama bisa dibilang baik, namun cobaannya semakin berat. Satu di antaranya ada orang-orang yang tidak menginginkan bangsa Indonesia menjadi besar dan makmur. Karenanya, bila para pemuka agama tidak hati-hati dalam melihat masalah, maka orang-orang tadi akan menggunakan masalah-masalah keagamaan sebagai alat untuk kemauan mereka. Kesenjangan Sementara itu, Panglima Siliwangi, Mayjen TNI Tayo Tarmadi menilai kerusuhan 26 Desember kemarin sebagai momentum dan sarana introspeksi aparatur pemerintah daerah (Pemda). Dalam hal ini keberhasilan pembangunan hendaknya tidak menimbulkan kesenjangan terlalu jauh antara berbagai kelompok masyarakat. Kerawanan sosial selama ini sebenarnya seringkali diciptakan secara tidak sadar oleh penentu kebijakan. Untuk itu, hajat hidup pa-ling mendesak perlu diperhatikan agar bermanfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat kecil. Satu di antaranya, kebijakan publik harus dapat dirasakan pedagang kecil/pedagang kaki lima. Begitupula, petani penggarap dan buruh pabrik hendaknya harus memperoleh prioritas perhatian, sehingga tidak ada lagi pe- luang berkembangnya isu yang subur di kalangan mereka. Menanggapi pertanyaan wartawan, Albert Hasibuan, anggota Komnas HAM menilai kerusuhan 26 Desember itu merupakan kriminal biasa. Perkara isu nya berkembang ke soal SARA, itu hanya akibat. Dalam hal ini, Islam sebagai agama sebagian masyarakat Tasikmalaya lalu menjadi sangat ampuh untuk dipojokkan oleh orang-orang luar yang tidak suka adanya kerukunan beragama. Sebagaimana diketahui, pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di berbagai kota dengan segala macam kemajuannya, juga menimbulkan banyak kesenjangan, bukan hanya di Tasikmalaya tetapi di kota-kota lainnya. Hal ini menunjukkan belum ada usaha yang efektif dalam menanggulangi kesenjangan. Padahal, pusat-pusat kota yang selama ini menjadi sumber kesenjangan. Pendekatan ekonomi yang akhirnya menciptakan kesenjangan yang kian melebar inilah yang harus ditanggulangi pemerintah. Satu di antaranya, lewat pendekatan politik keadilan, sehingga tercipta kemakmuran masyarakat secara merata. Secara garis besar, Albert mengatakan, perusakan toko, bank, pasar, pabrik ditambah lagi konflik agama akan menimbulkan krisis, lalu terjadi instabilitas politik dan timbul krisis politik, kira-kira begitu jalan ceritanya. ----- End Included Message -----