---------- Forwarded message ---------- Date: Fri, 27 Dec 1996 15:27:33 -0500 (EST) From: indonesia-l@igc.apc.org To: apakabar@clark.net Subject: IN: PR - Ketua Umum NU Mengutuk Peristiwa Tasikmalaya INDONESIA-L http://pikiran-rakyat.com/01271202.htm Ketua Umum NU Mengutuk Peristiwa Tasikmalaya BANDUNG, (PR).- Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU) KH. Abdurrahman Wahid secara tegas mengutuk tindakan perusakan pertokoan dan rumah peribadatan di Tasikmalaya. "Apapun alasannya, tidak semestinya peristiwa tersebut terjadi," kata Gus Dur--panggilan akrab KH. Abdurrahman Wahid-- dalam siaran pers menanggapi kasus kerusuhan di Tasikmalaya, kemarin. PB NU menyesali peristiwa tersebut, meskipun mungkin saja di antara para pelaku terdapat warga NU. Kasus kerusuhan di Tasikmalaya, menurut Gus Dur, merupakan tindakan emosional yang tidak bertanggung jawab serta dapat mengganggu stabilitas, persatuan, dan kesatuan, serta ukhuwah sesama komponen bangsa. "Sikap tegas ini adalah tanggung jawab moral dan keprihatinan yang mendalam terhadap masih adanya kelompok masyarakat yang mengatasnamakan agama dengan melampiaskan luapan emosinya melalui cara-cara yang merugikan kelompok lain," ujarnya. Di akhir pernyataannya, Gus Dur mengajak semua pemuka agama, masyarakat, pemerintah, serta aparat keamanan untuk mawas diri dan meningkatkan peran dan tanggung jawabnya agar peristiwa semacam itu tidak terulang lagi. Sementara itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah Amien Rais lebih menyinggung akar permasalahan mengapa kerusuhan di Tasikmalaya bisa terjadi. Dalam pandangan Amien Rais, peristiwa penganiayaan oleh oknum polisi merupakan suatu tindakan gegabah, karena mereka tidak memperhitungkan masalah agama. "Jika suatu umat sudah tersingung, maka tindakannya pun bisa dilandasi oleh emosi. Aparat seharusnya tidak main hakim sendiri," tandas Amien yang dihubungi wartawan seusai berceramah di Mesjid Universitas Islam Bandung (Unisba), kemarin. Menurut Amien, langkah yang perlu diambil adalah menindak oknum polisi sesuai dengan hukum yang berlaku. Dan itu harus dilakukan secara sungguh-sunguh, jangan hanya untuk menenangkan massa, tanpa pemecahan masalah. Selain itu, kata Dr. Amien Rais, pengasuh pondok pesantren hendaknya bisa menahan diri dan menenangkan massa. "Juga, harus ada permintaan maaf dari seluruh oknum polisi yang melakukan penganiayaan, dan mereka harus berjanji untuk tidak mengulangi perbuatannya." Senada dengan Amien Rais, Forum Komunikasi Santri dan Generasi Muda Islam Tasikmalaya -- dalam surat pernyataannya -- menuntut agar oknum polisi yang terlibat penganiayaan terhadap salah seorang dewan pengajar dan santri Pondok Pesantren Condong diproses secara hukum. Surat pernyataan tersebut tembusannya diantaranya disampaikan kepada seluruh unsur Muspida, dan Ketua DPRD. Merugikan semua pihak Ketua Badan Pengawas Yayasan Universitas Siliwangi (Unsil), Tasikmalaya, Letjen TNI (Purn) H. Mashudi menyatakan sangat prihatin terhadap kerusuhan di Tasikmalaya. "Dengan dalih apa pun setiap kekacauan itu sesungguhnya merugikan semua pihak. Ini sebetulnya tidak boleh terjadi," katanya. "Kita bangsa yang bermartabat, jadi harus memperlihatkan bahwa kita bermartabat. Bukan berarti kalau tidak ada keadilan kita harus diamkan, tetapi harus ada upaya yang ditempuh secara wajar sesuai peraturan yang ada," ujar Ketua Badan Pengawas Yayasan Universitas Siliwangi menjawab wartawan sambil mengawasi di sekitar jalan Siliwangi, Tasikmalaya, Kamis (26/12). Menjawab pertanyaan, ia mengatakan, langkah yang harus diambil yaitu tertib hukum, dan ini perlu keteladanan. Diingatkannya, dampak dari kejadian tersebut tentunya akan diketahui di seluruh dunia melalui pers. Berkaitan dengan kemungkinan aksi kerusuhan ditunggangi pihak ketiga, Mashudi mengatakan, kemungkinan itu bisa saja. Tetapi biar pun tidak ada pihak ketiga, bangsa Indonesia sebenarnya tidak boleh lalai. "Jadi, kalau sudah terjadi peristiwa hendaknya jangan sampai cari kambing hitam. Kejadian ini cenderung merupakan kelalaian semua pihak." "Saya tidak tahu awalnya, saya sendiri mau mengecek menghubungi bupati dan pejabat lainnya bagaimana bisa terjadi. Karena ini tidak bisa dibiarkan. Jadi ini saya kira, tantangan yang paling berat di masa-masa akan datang bagi kita semua, baik bagi rakyat maupun aparat negara there is something wrong. Alumni Gontor Pembina Ikatan Keluarga Pondok Modern Gontor Ponorogo Cabang Bandung Jabar, Dr. H. Juhaya S Pradja mengimbau segenap alumnus Pondok Modern Gontor di Tasikmalaya, Bandung dan daerah-daerah lain di Jabar untuk menahan diri dari tindakan yang dapat memperkeruh situasi. "Kami belum menemui korban yang dikenal sebagai pengasuh salah satu pondok pesantren di Tasikmalaya itu. Namun, sebagai sesama alumnus Pondok Modern Gontor kami merasa prihatin apabila memang kejadiannya benar-benar demikian. Meski begitu, kami imbau kepada rekan-rekan alumni untuk tetap menahan diri," tutur Juhaya S Pradja. Pembantu Rektor I Institut Agama Islam Latifah Mubaroqiyah Pesantren Suryalaya Tasikmalaya ini mengimbau aparat keamanan di Tasikmalaya agar benar-benar bertindak arif dan bijaksana dalam mengatasi kasus ini. "Ya, meskipun selama ini aparat berwajib sudah bertindak arif dan bijak, namun dalam kasus ini hendaknya lebih ditingkatkan, mengingat yang dihadapi adalah saudara-saudara kita juga," kata Ketua Umum DPW Jamiyatul Muslimin Indonesia (Jami) Jabar ini. Dalam kesempatan terpisah, Ketua MUI (Majelis Ulama Indonesia) Kodya Bandung, Drs. KH. Miftah Faridl mengimbau para pimpinan pondok pesantren di Bandung Raya khususnya untuk "mendinginkan" situasi umat. Demikian halnya kepada para santri pondok-pondok pesantren, hendaknya mempercayakan sepenuhnya penyelesaian permasalahan tersebut pada aparat berwajib. "Kepada alim ulama pimpinan pesantren di Bandung Raya dan sekitarnya, kami imbau untuk membantu 'mendinginkan' kembali situasi masyarakat. Jangan terpancing untuk menyebarkan informasi atau isu yang tidak benar dan tidak dapat dipertanggungjawabkan, atau makin memperkeruh suasana," kata KH. Miftah Faridl yang dihubungi "PR" melalui saluran telepon internasional di sela-sela ibadah umroh rombongan Safari Suci di Mekah, kemarin. Dikemukakannya, setiap Muslim baik itu ulama maupun santri hendaknya saling bertolong-tolongan dalam perbuatan kebajikan, dan bukannya dalam perbuatan kerusakan. Dalam hal ini, kaum Muslimin juga dituntut untuk memberi suri tauladan dan keadilan sekalipun kepada kaum atau pihak yang dibenci. "Sungguh, Allah SWT berfirman, hendaknya kebencian kita kepada suatu kaum, jangan menjadikan kita berbuat tidak adil," ujar KH. Miftah Faridl. Sedangkan sosiolog Judistira Garna, Ph.D melihat kejadian di Tasikmalaya merupakan curahan ketidakpuasan terhadap keinginan memperoleh teladan yang baik dari pemimpin. Ia menilai, kini semakin menipis contoh dan teladan dari para pimpinan baik tingkat nasional hingga lokal. Di sisi lain Yudistira Garna melihat ada titik kelemahan di kedua belah pihak yang pada dasarnya sama, yakni masing-masing memiliki rasa "lebih". Pihak polisi merasa memiliki kekuatan dan pihak pesantren memiliki kelebihan dalam hal agama. Dengan kelebihannya masing-masing mereka seolah-olah merasa melakukan sesuatu yang terkadang melupakan faktor etika sehingga membuat emosi pihak lain. Dengan demikian, penyelesaiannya sebetulnya bisa dilakukan hanya dengan keasadaran dari kedua belah pihak untuk introspeksi diri dan saling memaafkan. Mereka mengadakan pertemuan dan mencoba membuat kejelasan tentang kejadian sehingga menghasilkan perdamaian. Selain itu, masyarakat serta para penegak hukum dan pihak-pihak terkait hendaknya melihat kasus ini dari kacamata yang arif dan bijaksana. Hal ini penting agar tidak terjadi kasus lanjutan yang merugikan pihak lain atau mereka sendiri. "Jangan sampai kejadian ini juga dimanfaatkan oleh pihak ketiga," tegasnya.*** ----- End Included Message -----