---------- Forwarded message ---------- Date: Fri, 27 Dec 1996 15:47:51 -0500 (EST) From: indonesia-l@igc.apc.org To: apakabar@clark.net Subject: IN: SM - Gus Dur: Perusakan di Tasikmalaya Perbuatan Emosional INDONESIA-L http://www.suaramerdeka.com/harian/9612/27/nas3.htm [SUARA MERDEKA] Jumat, 27 Desember 1996 Gus Dur: Perusakan di Tasikmalaya Perbuatan Emosional TASIKMALAYA - Ketua Umum PBNU KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menyatakan perusakan supermarket, kantor Polres, sejumlah toko, tempat ibadah, dan kendaraan bermotor di Tasikmalaya, Jawa Barat, 100 km arah timur Bandung, sebagai tindakan emosional yang tidak bertanggung jawab. Peristiwa tersebut juga bisa mengganggu stabilitas, persatuan dan kesatuan, serta ukhuwah sesama komponen bangsa. Pernyataan tersebut disampaikan Gus Dur berkaitan dengan kerusuhan di Tasikmalaya, Kamis kemarin. Menurut keterangan, kerusuhan itu terjadi akibat kabar adanya penganiayaan oleh oknum Polres Tasikmalaya, Koptu Nursamsu, bersama sembilan anggota lain, terhadap tiga guru mengaji Pondok Pesantren Riyadul Ulum Mawadah Desa Condong, Kecamatan Cibeureum, 5 km dari kota Tasikmalaya. Gus Dur menegaskan, tidak semestinya peristiwa itu terjadi, apa pun alasannya. Dia pun secara tegas mengutuk peristiwa itu, meskipun mungkin saja di antara para pelaku terdapat warga NU. Menurutnya, sikap tegas itu sebagai tanggung jawab moral dan rasa keprihatinan yang mendalam karena masih ada kelompok masyarakat yang mengatasnamakan agama, melampiaskan luapan emosi melalui cara-cara yang merugikan kelompok lain. Pada akhir pernyataannya, Gus Dur mengajak semua pemuka agama dan masyarakat serta Pemerintah dan aparat keamanan untuk mawas diri dan meningkatkan peran serta tanggung jawab agar peristiwa semacam itu tidak terulang. Minta Berdialog Dari Bandung dilaporkan, Kadispen Polda Jabar Letkol Pol Drs Istanto Judihardjo dan Ketua Komisi A DPRD Jawa Barat membenarkan, memang terjadi aksi tersebut. Berdasarkan informasi yang dikumpulkan dari Kodim Tasikmalaya, tambahnya, aksi itu bermula saat ratusan santri, pemuda, dan mahasiswa berkumpul di pelataran Masjid Agung, mulai pukul 09.00. Mereka berkumpul untuk meminta berdialog dengan Kapolres Letkol Pol Drs Suherman, sekaligus memanjatkan doa bersama untuk kesembuhan guru mengaji mereka, yang dikabarkan sakit akibat dianiaya oknum Polri di Mapolres, yakni Habib, Ihsan, dan Drs Mahmud Farid. Permintaan berdialog saat itu tidak dikabulkan, sehingga suasana yang sebelumnya tenang, berubah panas. Pada mulanya, suasana itu dapat diredakan oleh Danrem Tarumanagara Kol M Yasin dan Kapolwil Priangan Kol Pol Sudirman Ali. Tetapi massa terus bertambah. Mereka mengalir ke arah Jl Yudanegara, tempat Mapolres. Mereka tetap meminta untuk berdialog dengan Kapolres. Setelah terjadi sedikit ketegangan, Kapolres keluar dan menjelaskan duduk persoalan penganiayaan tiga guru dan pemimpin pondok pesantren itu. Dia juga menyatakan telah menindak oknum anggota yang terlibat. Tampaknya penjelasan itu tidak memuaskan massa. Sebagian dari mereka berteriak-teriak meminta agar pelaku ditindak tegas. Bahkan, ada yang melempar sandal, sepatu, dan berbagai benda keras yang memecahkan kaca gardu jaga dan kantor Sabhara, Mapolres. Kerusuhan di Mapolres itu dapat diredam oleh Bupati Suljana dan Muspida, yang kemudian mengimbau massa untuk melaksanakan salat zuhur di Masjid Agung yang berdekatan dengan Mapolres. Namun, setelah salat zuhur terjadi perusakan sejumlah bangunan di Jl KH Zainal Mustafa, Jl Pemuda, dan Gunung Pereng. Selain itu, juga terjadi perusakan sejumlah tempat ibadah di Jl Selakaso, Veteran, Tentara Pelajar, Sutisna Senjaya, Kebangsaan, dan Jl Merdeka. Aksi itu dapat diatasi pukul 14.00, setelah datang petugas keamanan untuk mencegah perbuatan itu merembet ke tempat lain. Anaknya Dihukum Penganiayaan oleh anggota Polres terhadap tiga guru mengaji tersebut terjadi Senin lalu. Kabarnya, peristiwa tersebut berawal dari sikap oknum Polres Tasikmalaya yang tak senang terhadap guru pesantren yang mengukum anaknya, R (14). Kabarnya, anak oknum Polri yang belajar di pesantren itu diketahui tiga kali mencuri. Remaja itu lalu dihukum oleh gurunya di kolam sekitar pondok pesantren. Alasannya, sudah berkali-kali dinasihati, perilaku anak itu tak berubah juga. Menerima laporan dari anaknya tentang hukuman yang diterimanya di pondok pesantren tersebut, oknum itu segera memanggil guru mengaji yang menghukum anaknya. Masih menurut kabar tersebut, di kantor polisi itulah ketiga guru itu dianiaya dengan cara yang tidak selayaknya. Bahkan, mereka dimasukkan ke ruang tahanan. Mereka baru dikeluarkan setelah Bupati Suljana turun tangan. Kapolda Jawa Barat dan Pangdam III Siliwangi siang kemarin meluncur ke Tasikmalaya. (bn,D3-11). ----- End Included Message -----