From: John MacDougall Subject: IN: RPK - Perusuh Tak Berjiwa Muslim To: apakabar@clark.net (John MacDougall) Date: Sat, 28 Dec 1996 15:07:06 -0500 (EST) [Republika Online] Sabtu, 28 Desember 1996 KH Makmun: Perusuh tak Berjiwa Muslim Munculnya kerusuhan di Tasikmalaya, Jabar, diduga akibat adanya isu meninggalnya KH Makmun (74), pimpinan Pondok Pesantren Riyadhul Ulum wad Da'wah Condong, bersama putranya Drs Mahmud Farid (38) di tangan polisi. Padahal mereka segar bugar. Berikut tanggapan keduanya ketika kemarin ditemui Republika di pesantrennya: Bagaimana tanggapan Kyai Makmun tentang peristiwa ini? Tentu sangat memprihatinkan dan kami menyesalkan kejadian ini. Karenanya, aparat keamanan akan menindak tegas oknum-oknum yang menjerumuskan pada kerusakan persatuan dan kesatuan bangsa ini. Kami ingin aman 100 persen. Menurut Kyai, kenapa kerusuhan itu bisa terjadi? Kejadian itu tidak disangka-sangka, bahwa hal yang sangat sepele itu telah dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab untuk membuat huru-hara yang begini besar. Yang menjadi pertanyaan, mengapa masyarakat Tasikmalaya yang dikenal sangat agamis, jiwanya bisa demikian? Padahal umat Islam itu diharuskan untuk bisa menyelamatkan orang lain dari aniaya dirinya. Sebelum terjadi kerusuhan, apakah masalah Kyai dengan pihak polisi memang sudah selesai? Sudah selesai. Tidak ada apa-apa. Tapi kenapa bisa menjadi demikian? Para santri dan ajengan yang menengok kami, tak ada gejolak emosi. Mereka datang berdoa dan menyerahkan sepenuhnya penyelesaian hukum kepada aparat. Kita tinggal menunggu hasilnya. Kami tak menyangka jika kemudian terjadi keributan ini. Yang berbuat itu bukan santri. Atau paling tidak, tidak berjiwa santri. Bukan berjiwa muslim. Orang muslim adalah orang yang selamat dari perkataan buruk dan perkataan dusta. Mengapa sampai timbul perusakan barang-barang orang lain, padahal Nabi SAW sendiri berwasiat agar berbaik-baik dengan orang lain. Nabi saja pernah berhutang beras kepada orang Yahudi. Itu contoh bagi kita. --------------------------------------------------------------------------- (Pertanyaan kemudian dialihkan kepada Mahmud Farid) Bagaimana sebenarnya penyelesaian kasus ini? Kita percayakan sepenuhnya kepada sesepuh pesantren. Kami sudah menganggap permasalahan beres. Anda mendapat surat panggilan untuk datang ke Polres? Ya, dan kami memenuhinya. Kami murni datang untuk memenuhi panggilan itu. Kemudian terjadi pemukulan? Sudahlah. Tak usah diungkit lagi. Apakah benar Anda dipukul oleh sembilan polisi? Pokoknya dipukul lebih oleh empat polisi. Dengan kejadian kerusuhan ini perasaan Anda bagaimana? Saya sendiri merasa prihatin, karena kami sebenarnya menganggap tak ada masalah lagi. Yang melakukan itu, mungkin bukan para santri. Tapi orang-orang yang sengaja membuat kerusuhan. Sewaktu terjadi pemukulan di Polres, mungkin Anda mengetehui alasannya? Saya sendiri kurang jelas. Apakah dia memang ada rencana untuk melakukan pemukulan. Tapi kenyataannya, santri kami, Habib dan Ihsan diinterogasi, dan kemudian dipukuli. Saya sebagai gurunya, secara naluriah ingin melindungi. Itu mungkin dianggap oleh mereka bahwa saya hendak melawan. Kemudian di luar ada isu, Anda dan Bapak Anda meninggal dunia? Saya tak tahu isu itu. Saya kaget mendengarnya. Kok bisa seperti itu. Saat ini kondisi saya baik-baik saja. Kini tinggal dada saya yang masih sakit. ^¿ pry/kin ----- End Included Message -----