From: John MacDougall Subject: IN: PR - Tragedi Tasik To: apakabar@clark.net (John MacDougall) Date: Sat, 28 Dec 1996 14:46:50 -0500 (EST) http://pikiran-rakyat.com/012812ar.htm Tragedi Tasik [Image]YANG saya maksud dengan Tragedi Tasik adalah peristiwa unjuk rasa yang terjadi di Kota Tasikmalaya pada Kamis 26 Desember 1996, dan yang berbuntut perusakan toko, rumah dan bangunan lain, serta kendaraan. Pangdam III/Siliwangi, Mayjen TNI Tayo Tarmadi berkeyakinan, bahwa yang melakukan perusakan ketika terjadinya unjuk rasa di Tasikmalaya itu bukanlah warga pesantren. Sebagaimana dikutip oleh ANtv, Pangdam yang juga Ketua Bakorstanasda Jawa Barat menyatakan, "Dalam peristiwa di Tasikmalaya itu tidak ada santri yang melakukan perusakan". Keyakinan itu didasarkan pada hasil pemantauan di lapangan. Pangdam menegaskan, "Saya yakin, warga Tasikmalaya adalah agamais, taat dan memegang teguh agamanya, dan tak mungkin melakukan perusakan". Besar kemungkinan, massa yang berunjuk rasa di Tasikmalaya itu memang para santri. Tapi di dalam diri saya ada keyakinan, bahwa sebagai santri tentunya mereka sudah sangat menghayati ajaran Islam yang melarang penganutnya melakukan perusakan. Larangan itu tersirat antara lain di dalam sabda Rasulullah SAW, "Seorang Muslim adalah yang memelihara orang lain dari gangguan tangan dan lidahnya". ** BOLEH kiranya kita berasumsi, bahwa para santri berangkat untuk berunjuk rasa tanpa niat akan menimbulkan kerusuhan dan melakukan perusakan. Dan sebagaimana diyakini dan dikemukakan oleh Pangdam, di antara para santri yang berunjuk rasa itu memang tidak ada yang melakukan perusakan. Malah para santri itu ikut mencoba mencegah terjadinya perusakan. Lalu siapa atuh yang melakukan perusakan di Tasikmalaya itu? Dalam bahasa Sunda ada ungkapan "Lauk buruk milu mijah". Nah, massa pengunjuk rasa yang semula hanya terdiri dari para santri, lalu diselusupi oleh orang-orang yang bukan santri, oleh lauk buruk yang milu mijah. Diselusupi oleh orang-orang yang selalu berusaha menimbulkan kerusuhan, entah untuk tujuan politik, entah untuk tujuan lain. Ya, sebagaimana dalam berbagai unjuk rasa yang terjadi sebelum unjuk rasa di Tasikmalaya Kamis lalu. Dari Tragedi Tasik itu, sekali lagi kita dapat dan harus menarik pelajaran, bahwa unjuk rasa, apalagi yang diikuti oleh massa dalam jumlah besar, adalah moment yang sangat rawan, karena dapat dengan mudah dimanfaatkan oleh orang-orang yang punya tujuan tertentu di luar tujuan semula dari unjuk rasa itu. Tujuan tertentu itu bisa politik, bisa kriminal. Dalam kaitan Tragedi Tasik, tujuan tertentu di luar tujuan semula dari unjuk rasa itu, mungkin saja untuk merusak citra umat Islam. ** TRAGEDI TASIK mengisyaratkan, bahwa masyarakat tambah peka terhadap perilaku main hakim sendiri, serta semakin tidak permisif, semakin sulit mentolerir dan tambah sukar memaafkan perilaku oknum yang main hakim sendiri. Perilaku yang justeru seharusnya dijauhi oleh setiap aparat keamanan yang tugas utamanya adalah melindungi warga masyarakat dan memberi teladan kepada warga masyarakat dalam mematuhi aturan hukum. Tragedi Tasik memperingatkan, bahwa masyarakat yang demikian itu sangat mudah dikompori, dihasut, digerakkan dan dimobilisir oleh orang-orang yang selalu berusaha membuat kerusuhan dan menimbulkan kerusakan. Dihasut, dikompori, digerakkan dan dimobilisir untuk melakukan unjuk rasa massal. Dan jika unjuk rasa itu terjadi, mereka lalu menghasut massa untuk menimbulkan kerusuhan dan melakukan perusakan. Liciknya, jika kerusuhan sudah timbul dan perusakan sudah mulai dilakukan massa, mereka sendiri serta merta pergi dan menonton dari kejauhan.*** Atang Ruswita oscar1@indo.net.id ----- End Included Message -----