LUAPAN DENDAM YANG TERPENDAM
Pada tanggal 27 Juli 1997 sekitar pukul 22.30 malam hari terjadi
kebakaran di gereja, Pura dan rumah kepala desa. Peristiwa ini
berawal
dari sebuah isu yang di hembuskan oloeh dua orang yang bernama
Totok dan
Chodir. Anak ini disuruh oleh Pak Slamet untuk mencari Alquran
atau
meminjamnya untuk mengobati orang sakit. Karena dimintai tolong
tolong
tidak memperoleh apa yang dicari, akhirnya mencari Alquran atau
meminjamnya untuk mengobati orang sakit. Karena yang dimintai
tolong
tidak memperolehnya apa yang dicari, akhirnya mencari Al-Quran di
tempat
salah seorang yang tidak mau disebutkan namanya. Yang kebetulan
pada saat
itu dijadikan tempat berjudi dan di antaranya ada pamong desa
yaitu Pak
Lurah sendiri yang bernama (panggilannya Win), sedang main artu
bersama
teman-temannya. Tiba-tiba seorang yang bernama Totok masuk
mencari
Al-Quran yang sudah lama tidak dipakai dan kotor, terus
dibersihkan oleh
Pak Lurah yang memberi contoh membersihkan dari debu dengan
menebuk-nebuk
serta meniup debu-debu itu. Oleh karena Pak Lurah memegang kartu
dan
dilihat olehanak itu, apalagi Pak Lurah sedang kalah main
sehingga
terkesan Pak Lurah meludahi Al-Quran. Hal ini yang disampaikan
kepada Pak
Slamet yang akan mengobati orang sakit. Dan entah dari mana
tiba-tiba
massa bermunculan datang dengan meneriakkan yel-yel Allahu Akbar
- Allahu
Akbar dan disertai dengan kata-kata kotor dan maki-makian. Maka
terjadilah pembakaran Pure terlebih dahulu, lalau Gereja
Pentakosta di
Indonesia (GPDI) Pos PI "Anugrah" Kandangan, serta
rumah Kepala Desa,
dusun Putuk, Desa Banaran, Kec.Kandangan.
Tak dapat dicegah lagi massa bergerak begitu cepat mengeluarkan
barang dari rumah Pak Lurah dan membakarnya. Di gereja ,
bangku-bangku
disusun terus disiram
dengan bensin dan terbakarlah gereja itu. Oleh karena gereja
hanya
dipakai pada waktu ibadah saja dan juga tidakn di tempati oleh
gembalanya
serta tidak ada barang-barang berhanrga seperti peralatan musik,
sehingga kerugian hanya gedung ibadah yang luasnya 4.5X5M persegi
beserta bangku-bangku dan mimbar.
Selang 30 menit kemudian para aparat keamanan dari POLRES Pare
berdatangan ( satu truck dan satun Toyota Kijang ) . Keran jalan
raya
hanya satu dan tidak ada jalan lain masa terjebak dan berlarian
ke sawah
tegalan serta hutan, dan anehnya mereka tidak tahu jalan sehingga
masa
berputar-putar disekitar kejadian tersebut . Dan pada saat itu
masyarakat
sadar akan keamanan mereka menggiring massa sampai kepetugas.
Beberapa
orang tertangkap ada yang dari Grenggeng, Ngoro serta dua orang
dari
Situbondo. Dalam bergerak massa menutupi dirinya dengan sarung
supaya
tidak kelihatan dengan jelas mukanya.
Menurut beberapa nara sumber yang menceritakan kepada petugas,
sebenarnya ini sudah lama direncanakan untuk menggulingkan Pak
Lurah yang
didukung umat Hindu dan Kristen, sedangkan Pak Slamet yang pada
waktu itu
juga merupakan calon kuat kepala desa yang didukung oleh orang
Islam,
tetapi gagal mencapai hasrat untuk meraih menjadi Kades.
Pada pertemuan dengan para kyai dengan Kapolres, mereka menuntut
agar Pak Win dicipot dari jabatan Lurah, karena tidak sesuai
dengan
kepemimpinannya. Apalagi suka berjudi dan main perempuan,
lebih-lebih
menghina Al-Quran. Yang paling aneh, mengapa para kyai di luar
Kandangan
didatangkan untuk musyawarah dengan pemuka masyarakat Kandangan
sehubungan dengan peristiwa pembakaran Pure, Gereja dan rumah Pak
Lurah
Putuk. Massa diperkirakan sekitar 100 sampai 200 orang yang pada
umumnya
bukan dari penduduk desa Putuk, melainkan jauh di luar Kandangan.
Desas-desus ini sebenarnya sudah terdengar seminggu sebelum
peristiwa
terjadi. Dan paling santer 3 hari sebelum hari naas. Namun
masyarakat
kurang menanggapi dan dianggapnya isu-isu yang tidak terlalu
penting.
Seolah-olah tidak mungkin terjadi.
Massa dapat dihalau oleh polisi Pare dan tentara 521 kediri,
sehingga massa dapat dibuyarkan serta beberapa orang tertangkap
dan
ditahan di Pare.
Pare, 28 Juli 1997
Putuk, Kandangan