Hari-hariku di LP Tanjung Gusta
Minggu, 11 September 1994.
-------------------------
Ketika masih mengikuti kebaktian Minggu, aku menerima pang-
gilan ada
tamu. Aku menunggu kebaktian berakhir. Ketika aku
melangkah
ke arah ruang tamu, aku lihat keluarga Hula-Hula mar-
paung (pihak
marga istri) sebanyak 19 orang datang bertamu,
ditambah
lagi keluarga teman-teman unjuk rasa. Karena demikian
banyaknya
tamu, kami pilih duduk di halaman. Sekira 15 menit
datang
lagi rombongan keluargaku marga Pakpahan. Pihak marpaung
membawa
dekke/ikan mas, (secara adat bila hula-hula mendatangi
anaknya
ia bawa ikan mas yang dimasak arsik) dan semarga saya
membawa
daging ayam. Kami makan siang bersama kira-kira 70 orang
banyaknya.
Acara makanpun dimulai secara adat, hula hula menyerahkan
dekke di
hadapanku, disertai dengan ungkapan cinta kasih dalam
kultur
adat Batak. Aku terharu, air mataku menetes. Pemberian
dekke seperti
itu bermakna doa , bahwa hula-hula Marpaung senan-
tiasa melindungi
aku dalam doa. Beberapa pegawai LP dan narapida-
na berkomentar
"baru kali ini ada pesta adat di LP". Aku tersen-
yum mendengarnya.
Aku merasa bahagia menerima keluarga seperti itu. Tetapi aku
juga terbeban.
Karena aku, keluargaku yang rata-rata miskin ikut
menanggung
beban. Ternyata tidak cukup hanya aku yang menanggung
beban,
tetapi seluruh keluarga.
Setelah acara ditutup dengan doa, tamu-tamu lainnyapun
datang.
Mula-mula Pdt. DR A.A Sitompul dkk. Ia menguatkan aku
dengan
doa. "Nasib para Nabi yang menyuarakan kebenaran sering
terancam,
demikian kamu ini" katanya. Menyusul lagi Sihar Cibro
dkk dari
GMKI Medan. Kemudian disusul lagi rombongan Pdt. J
Tambunan.
Sebelum pulang mereka juga membawa kami dalam doa.
Setiap
didoakan seperti itu, rasanya Tuhan senantiasa dekat
dengan
kami.
(sumber: Jurnal Muchtar Pakpahan, INDONESIA-L: apakabar@clark.net)
(Hari-hariku di LP Tanjung Gusta)