Hari-hariku di LP Tanjung Gusta
Rabu 14 September 1994
----------------------
Satu hari
penuh aku menyusun eksepsi. Sebetulnya hendak ku
ungkapkan pengakuan
orang yang bersama kami ditahan yang menyata-
kan, di Tanjung
Morawa ia melihat ABRI satu truk pada tanggal 15
april 1994 menyuruh
buruh perusahaan unjuk rasa dengan paksa. Ada
preman yang ikut
merusak toko-toko di kota. Sayangnya kedua orang
ini tidak bersedia
diminta jadi saksi karena perkara mereka belum
divonis, dan yang
satu takut dibunuh. Saya juga bertemu dengan
petugas yang mengijinkan
Yulianto Christanto masuk lokasi KIM
sehingga ia terbunuh.
Tapi sayangnya ia pun tidak bersedia jadi
saksi. Dia
bilang "kalau aku jadi saksi, pasti dipecat, lalu
nanti anak-anakku
makan apa".Lalu kupikir biarlah semua ini aku
pikul".
Sore hari ketika aku duduk santai di bawah pohon rutan Blok
F, beberapa napi
dan tahanan datang ngobrol-ngobrol setelah
terlebih dahulu
memperkenalkan diri. Macam-macam ungkapan dan
cerita yang menarik
di LP itu. Ada yang menyebut dirinya termasuk
dua belas pas.
Artinya, sepanjang tahun tidak ada tamunya. Kalau
manusianya seperti
ini, jadilah ia hanya makan nasi compreng dan
meminta-minta
belas kasihan orang. Ada perkara ganja yang membawa
banyak dan sudah
berulang-ulang, hukumanya ringan tidak sampai
satu tahun.
Sebaliknya ada yang membawa hanya beberapa, gram
hukumanya berat.
Di sanalah aku dengar Kasih Uang Habis Perkara
(KUHP), atau
Kasih Cewek Habis Perkara (KCHP).
Ketika ada seorang
tahanan lewat, salah seorang bilang yang ini
bongbong.
Atas pertanyaanku, salah seorang temanku memberi penje-
lasan.
"Dia ini, tadinya pantatnya pelampiasan sex beberapa
orang, sekarang
tidak lagi atas usaha kami", kata temanku yang
ngobrol ini.
Ada lagi cerita mengolah atau melacak. Kalau ada
tahanan baru,
pegawai dan napi berusaha mengolah uang dari kan-
tongnya, dengan
berbagai cara di luar cara penganiayaan seperti
di Poltabes.
Mulai saat itu setiap ada tahanan baru yang dari
Poltabes "kupesankan
kalau ada yang mengolah, bilang aku sudah
mendapat pesan
dari pak Muchtar Pakpahan." Ternyata cara itu agak
mujarab.
Tapi ada lagi cerita yanq menarik dari tahanan yang baru
pindah dari Poltabes.
Setelah aku dibawa dari Poltabes, Petugas
jaga kembali
merajalela melakukan penganiayaan dan penyiksaan
setiap pergantian
jaga. Aku tidak mengerti, apakah penganiayaan
itu polanya Kepolisian
RI atau Poltabes Medan.
(sumber: Jurnal Muchtar Pakpahan, INDONESIA-L: apakabar@clark.net)
(Hari-hariku di LP Tanjung Gusta)