Sabtu, 24 September
1994.
-------------------------
Pagi hari, dokter Abiran Nababan datang memeriksa. Aku minta
hari itu aku kembali
ke L.P. Tetap seperti kemarinnya bila dokter
datang, ia diawasi
petugas keamanan. Ketika aku minta diberi izin
pulang itu, hidungku
tersumbat yang bersumbu dari sinusitis ku.
Karena itu aku
dianjurkan memeriksa kesehatan ke THT, sekaligus
periksa mata.
Kira-kira jam 10.00, aku dibawa jalan kaki dari kamarku ke
THT berjarak kurang
lebih 200 meter melewati jalan raya jalan
jati. Aku
tetap dalam pengawalan yang ketat. Petugas yang mengiku-
ti lengkap dengan
H.T ada kira-kira 20 orang. Tentu jadinya seper-
ti arak-arakan,
dan mengundanq perhatian orang yang melihat.
Sesampai dikamar
periksa THT, sekejap lingkungan ruang periksa
dijaga ketat dikelilingi
masyarakat, dan ada pula dokter yang
minta tanda tangan
sembari berkata "aku pendukung Bapak".
Segera aku dibawa ke ruang periksa. Dokternya sudah siap
memeriksa.
Dokter dan susternya semua ramah, dan mereka membisik-
kan ke telinga
mereka, berdoa untuk perjuangan SBSI. Ada yang
bilang "Tuhan
memberati Bapak." Karena pemeriksaan pakai obat
bius, aku lemes
dan tiduran duduk dikursi ruang tunggu. Masyara-
kat makin banyak,
isteriku membisikkan mereka minta aku melambai-
kan tangan.
Aku penuhi permintaan mereka, kulambaikan tanganku,
mereka sambut
dan ada yang berseru "hidup Pak Muchtar, Bapak
rakyat".
Aku terus melambaikan tangan tangan sambil tiduran.
Sekeliling ruang THT makin berjubel manusianya. Aturannya
aku masih harus
foto hidung dan periksa mata. Pertimbangan
keamanan karena
rakyat makin banyak, lalu aku dibawa pulang.
Sekarang aku didorong,
diikuti oleh masyarakat dan puluhan warta-
wan. Sepanjang
jalan, mereka memotretku.
Kepada petugas kusarankan, agar tidak banyak ikut kalau foto
dan periksa. Sekira
jam 13.00, aku dibawa lagi keruang ronsen.
Kali ini tanpa
pengawalan yany banyak dan ketat. Tetapi sampai
diruang rontgen,
semua petugas rontgen datang berkumpul ingin
ingin kenal dan
salaman. Jadinya sekeliling ruangan rontgen itu
di penuhi manusia
yang kebetulan di sana. Ada kebetulan yang mena-
rik, susternya
semoga isteriku, dan dokter rontgennya dr. Rudolf
Pakpahan.
Dokternya bilang "aku sebetulnya ingin menjenguk, tetapi
pengamanan tidak
bisa".
Kembali dari foto itu, tim pengacaraku Alamsyah dan Siburian
datang, tetapi
tidak diizinkan masuk.
Karena hari sudah sore, periksa mata dibatalkan ditunda
kehari senin.
Terpaksa aku masih harus opname minimal dua malam
lagi. Malam
minggu itu, juga banyak tamu, tetapi mereka hanya
boleh melambaikan
tangan. Ada juga yang bisa mengalami. Dan satu
orang suster meminjamkan
Alkitabnya, karena Alkitabku tertinggal
di L.P.