Hari-hariku di LP Tanjung Gusta
Jumat, 30 September
1994,
-------------------------
Hari ini tidak ada kegiatan resmi, aku banyak membaca
Firman Tuhan.
Hanya ada satu janji sebelumnya dengan Timsar Zubik.
Jam 12.00 selesai sembahyang aku mendatangi Timsar Zubik
dikamarnya.
Satu pertama, kami asik membicarakan kesehatan dan
Keluarga masing-masing.
Setelah itu baru kami membicarakan menga-
pa kami bertemu
di LP.
Atas pertanyaan itu ia menjelaskan, akibat tindakannya
membom Gereja
dan melalui mana ingin mendirikan Negara Islam
Indonesia, ia
mendapat hukuman mati. Ia mengajukan grasi ke
presiden ditolak.
Atas penjelasan salah seorang temannya tahanan
bernama Pinta
Tarigan, ia mengajukan PK (Peninjauan Kembali), dan
hasilnya putusan
berubah menjadi seumur hidup. Sekarang ia menga-
jukan grasi agar
diberi hukuman terbatas. Ia sudah dalam penjara
sejak tahun 1977.
aku mengagumi ketegarannya.
Timsar Zubir menambahkan, sekitar tahun 1977, ia merasa
sangat benar.
Kalaupun ia mati maka adalah mati syahid. Tetapi
sesudah empat
tahun ia dalam penjara, ia semakin mendalami agama.
Karena itu, untuk
minta ma'af, ia telah mendatangi Pendeta dan
Pastor kedua gereja
yanq dibomnya itu. Ia merasa sekarang, sebe-
narnya hukuman
mati itupun pantas dan setimpal.
Pandangan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945 belum
sempat kami dalam.
(sumber: Jurnal Muchtar Pakpahan, INDONESIA-L: apakabar@clark.net)
(Hari-hariku di LP Tanjung Gusta)