Hari-hariku di LP Tanjung Gusta
Senin, 3 Oktober
1994.
----------------------
Selesai berdoa pagi usai bangun tidur, terlintas dalam piki-
rannku, tidak
ada lagi yang menjenguk. Petugas LP grogi, apalagi
polisi tetap
berjejer menjaga ddepan LP semenjak aku pulang dari
rumah sakit.
Aku pikir aku harus protes keadaan ini.
Setengah hari aku ada dikantornya Tarigan menulis protes.
Bunyi protes
itu lengkapnya berikut ini. (Kutip semua surat 4
oktober 1994
kepada yth majelis hakim)
Ternyata sore harinya ibu mertuaku, baoku (besanku) dan
adikku Rapi Marpating
daitang dari Tanjung Balai. "Puji Tuhan"
pikirku, soalnya
tadinya aku sudah berpikir tidak ada tamu lagi
yang mengunjungi.
Dikhabari, tadi malam istri dan anakku bertele-
pon, mereka sehat-sehat
dan pesannya agar aku tegar dan tetap
berdoa.
Malamnya aku baca Forum keadilan, yang memberitakan bahwa
hutang Indonesia
sekarang ini 80 milyar US dolar atau sama
dengan 162 trilliun.
Berarti tiap penduduk mempunyai hutang
hampir satu juta
rupiah. Kal.au keluargaku lima orang, maka kami
berhutang lewat
hutang negara lima juta rupiah. Berita ini menja-
di bahan diskusi
di kamar kami, dengan gaya dan cara kami menga-
nalisanya.
Yang jelas, sebagian besar rakyat tidak mengerti dan
tidak memahaminya.
(sumber: Jurnal Muchtar Pakpahan, INDONESIA-L: apakabar@clark.net)
(Hari-hariku di LP Tanjung Gusta)