Hari-hariku di LP Tanjung Gusta
Senin, 17 Oktober
1994.
-----------------------
Pagi ini tidak seperti biasanya pagi ini kami meninggalkan
LP jam 09.30,
karena ada upacara bendera tujuh belasan. Tetapi
ketatnya pengawalan
dan sistem pengawalannya masih tetap sama.
Kira-kira jam 10.00 sidang dimulai. Ketua majelis bagaikan
berpidato "saudara
terdakwa harus kesatria. Apa yang dilakukan
harus dipertanggung
jawabkan secara kesatria. Sidang ini harus
kita buat lancar.
Bukan diburu seperti kata penasehat hukum.
karena itu saudara
harus sehat. Saudara baru berusia 41 tahun
sudah sakit-sakit
sedangkan saya sudah diatas 50 masih sehat.
Jadi kita lancarkanlah
sidang ini, apalagi hukumannya ringan ini.
Kapan terakhir
ini sudah beberapa kali diucapkan. Lalu disudahi-
nya "tidak usah
dijawab" aku hendak memprotes, tetapi Samekto
langsung memprotes.
"Klien kami adalah cukup kesatria dan ber-
tanggung jawab,
kesehatan dan kesatria jangan dihubung-hubungkan,
kami protes saudara
ketua". Ketua tidak lagi menjawabnya,
sidang dilanjutkan
saksi keempat Hayati di persilahkan masuk.
Setelah di sumpah,
Hayati memberi keterangan. Ketika Hayati
memberi keterangan,
ada yang menarik yaitu, Hayati dan berulang-
ulang berseru
mengapa begini Pak Hakim, kami menuntut hak mengapa
kami di hukum.
Hadirin yang memadati ruangan itupun hening.
Keterangan saksi
Hayati dapat dilihat dalam Tuntutan Jaksa dan
Pledoi.
Saksi berikut adalah Letnan Pol Syahrir Siregar. Setelah ia
menjelaskan kesaksiannya
yang mengatakan hanya mendengar dari
Roslince Nainggolan.
Dia tidak mendengar atau melihat langsung
keterangannya
ditolak oleh penasihat hukum Samekto. Keterangan
Letnan Pol Syahrir
Siregar ini dapat dilihat dalam Tuntutan jaksa
dan Pledoi.
Saksi berikut adalah Fatiwanolo Zega, dan diteruskan saksi
Sugiono. Ada yanq
menarik dari saksi Sugiono. Ia baru kenal aku
setelah di L.P,
dan ia ikut unjuk rasa karena dengar ada ramai-
ramai unjuk rasa.
Ia tidak kenal siapapun pengurus SBSI, tetapi
dua kali kena
hukum. Sekali kena Pasal 170 KUHP pelemparan huku-
man 4 bulan, dan
kedua kena Pasal 160 KUHP hukuman tiga bulan.
Aku tidak habis
pikir, bagaimana ia bisa kena Pasal 160 KUHP.
Hukum ini dibuat
menjadi barang mainan, alat pemuas kehendak yang
berkuasa.
Sebenarnya penghukuman kami semua aku tidak habis
pikir. Tetapi
mengenai Sugiono ini, luar biasa anehnya . Keteran-
gan saksi dapat
dilihat dalam Tuntutan Jaksa dan Pledoi.
Ada yang lucu bila ku kenang ketika pemeriksaan saksi Sugio-
no berlangsung.
Saat itu kantong kemihku sudah penuh, bahkan
sudah mulai menetes.
Aku minta izin, ketua majelis bilang "seben-
tar lagi".
Aku bilang sudah bocor. Tetapi tetap dibilang sebentar
lagi nya ini.
Aku tidak peduli lagi, aku lari dari pintu bela-
kang menuju WC.
Segera dengan sigap Jaksa dan Polisi menyusul
dari belakang.
Selesai buang air kecil, puas rasanya. Ketika aku
berjalan dari
pintu depan masuk ruangan, para pengunjung tertawa,
aku bisa bilang
maaf Hakim sopan santun persidangan terpaksa
dilanggar demi
kesehatan. Ketua majelis manggut-manggut terseny-
um.
Berikutnya dipanggil Lumban Saal SH, katanya sebagai saksi
ahli. Samekto
dan mangasi Simbolon menolaknya sebagai sebagai
saksi ahli, karena
dia tidak punya berwet keahlian. Kalau dia
diperiksa sebagai
pegawai Depnaker, itu bukan ahli, tapi saksi
change. Walau
perdebatan terjadi, ketua dengan enteng mengatakan
Protes saudara
dicatat pemeriksaan diteruskan.
Ketika giliran penasehat hukum bertanya, Lumban Saal menjadi
bulan-bulanan,
karena ia tidak mengerti dan tidak menguasai
masalah perburuhan
ketika Hakim menanya terdakwa, aku jawab harap
saya diberi waktu
bertanya "ketua bilang tidak perlu bertanya,
kasih pendapat
saja". Aku sambung menurut KUHAP, terdakwa mempun
yai kesempatan
bertanya, dan sidang-sidang sebelumnya berlaku
seperti itu.
Ketua bilang kasih pendapat saja. Lalu kukataka
saya menyesal
tidak diberi kesempatan bertanya, pendapat saya
saudara ini bukanlah
akhli masalah perburuhan, yang ahli adalah saya
Hadirin pun tertawa.
Hakim bertanya kepada Jaksa apakah masih ada saksi lain
Jaksa menjawab,
ada tiga orang, dari siantar. mereka di Siantar
adalah juga terdakwa,
sehingga sulit dihadirkan disini. Kami
mohon diizinkan
membaca keterangannya, karena mereka sudah disum
pah di Siantar.
Penasehat Hukum memprotes. Terjadi adu argumenta-
si antara Penasehat
Hukum dengan Jaksa. Seperti biasanya, akhirnya
Ketua Majelis
menyetujui permintaan jaksa. Sekarang aku yang
angkat bicara.
Saudara Hakim saya mohon pemeriksaan diundurkan
kesehatan saya
tidak sanggup lagi. Ketua Majelis mendesak, saya
tetap mengatkan
tidak sanggup lagi. Lalu Ketua mengatakan, diun
durkan hinga Rabu,
19 Oktober 1994. Waktu saat itu sudah jam
16.30.
Sebelum ketua mengetokkan palu menutup sidang, Jaksa Marbun
angkat bicara
demi kelancaran persidangan, kami mohon agar terdak-
wa di kembalikan
ketahanan Poltabes Medan. Poltabes dekat dengan
Rumah Sakit dan
dekat dengan pengadilan. Spontan Mangasi Simbolo
Protes, apa yang
di usulkan saudara Jaksa adalah langkah mundur.
Kita sudah maju,
tapi Jaksa minta mundur. Kita sudah ada KUHAP
tapi Jaksa masih
minta HIR, saudara ketua permohonan Jaksa harus
ditolak.
Permohonan Jaksa kami tolak, terdakwa tetap di L.P, sidang
ditutup.
(sumber: Jurnal Muchtar Pakpahan, INDONESIA-L: apakabar@clark.net)
(Hari-hariku di LP Tanjung Gusta)