Kepada Yth,
Medan, 24 Oktober 1994
Sdr. Ketua
Pengadilan Tinggi SH
Sumatera Utara
di Medan.
Dengan hormat,
Saya Dr. Muchtar
Pakpahan, SH, MA selaku terdakwa dalam perkara
pidana No. 966/Pen.Pid/1994/PN.
Mdn, dengan ini menyampaikan
berbagai berikut.
1. Majelis Hakim
yang terdiri dari V.D Napitupulu, SH sebagai
Ketua dan anggota-anggota Netty Barus, SH dan K.L Nainggolan,
SH, tidak bertindak netral dan tidak membuat pengadilan ini
mencari kebenaran material.
2. Pada persidangan
19 oktober 1994, Hakim telah menyetujui dua
saksi ahli yang dimajukan terdakwa dan Penasehat Hukum. Pada
penetapan persidangan 21 Oktober 1994, tiba-tiba Hakim Ketua
menyatakan, sidang diundurkan pada Senin 24 Oktober 1994,
dengan acara mendengar saksi a decharge lalu sidang ditutup.
Pada persidangan hari Senin 24 Oktober 1994, Penasehat Hukum
telah menghadirkan dua saksi ahli DR. Erman Rajagukguk SH,
ahli hukum ekonomi dan Dr. Harkristuti Harkrisnowo, SH ahli
kriminologi akan tetapi Hakim Majelis tidak membenarkan
mereka hadir sebagai saksi ahli.
3. Berdasarkan
hal-hal diatas, saya mohon agar saudara Ketua
berkenang menyatakan atau sekurang-kurangnya memerintah-
kan Majelis Hakim memeriksa saksi ahli demi tercapainya keadi-
lan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Karena masalahnya
prinsipiel, saya menunggu jawaban dari saudara Ketua. Sambil
menunggu keputusan dari Ketua Pengadilan Tinggi, saya tidak
bersedia menghadiri persidangan.
Atas perhatian dan bantuannya terlebih dahulu saya haturkan
terima kasih.
Hormat Saya Terdakwa
DR. Muchtar Pakpahan, SH, MA
Advokat
Tembusan:
1. Ketua Mahkamah
Agung
2. Ketua Pengadilan
Negeri Medan
3. Majelis Hakim
Perkara Medan No. 966/Pen.Pid/PN. Mdn.
4. Pertinggal
Ketua mempersilahkan Jaksa membacakan tuntutan hukumnya. Aku
duduk mendengarkan
dengan telaten. Kudengarlah manipulasi keter-
angan saksi.
Kudengar juga manipulasi beberapa keterangan terdak-
wa. Lalu
terakhir "tuntutan empat tahun penjara". Lalu aku sudah
mempersiapkan
diri, tetapi sedikit tersentak juga, empat tahun.
Jaksa ini
adalah mesin penghukum, bukan penegak hukum.
Selesai persidangan, aku bersama anak-anak makan bersama di
ruang tunggu.
Aku siapkan mereka seandanyapun bukan hukum yang
berlangsung
lalu aku dihukum empat tahun. Aku bilang "kamu jangan
malu malah
bangga ayahmu seperti Soekarno, Nelson Mandela dan
Lach Walensa.
Ayah ada dipenjara karena memperbaiki nasib buruh.
Pegawai
Negeri rendahpun pasti mendapat perbaikkan termasuk guru
seperti
mamak".
Ketika aku dibawa kembali ke Rutan Jam 14.00, aku bilang
sama isteriku
agar ia segera datang, tetapi anak-anak tidak usah.
Jam 15.00 istri dan Lae Monang Silalahi datang. Kami disku-
si tentang
persiapan Nota Pembelaan. Wajahku muram sepanjang sore
itu, yang
kupikirkan bagaimana aku mempersiapkan Pembelaan,
lampu kamarku
mati-mati, perlengkapan terbatas, Penasihat Hukum
dilarang
bertemu. Isteriku mendorong ku "jangan susah" aku akan
bantu.
Kupesankan ke isteriku, Penasihat Hukum perlu datang, dan
caranya
mereka hendak menemui Mayasak Johan atau Amir (Terpidana
unjuk rasa).
Jam 16.30 Jaksa Manik datang, ia menyerahkan satu rim
kertas,
satu bungkusan kertas karbon dari meminjamkan mesin tik.
Teratasi
satu pikirku, akupun mulai bersemangat.
Isteriku pulang aku kembali ke sel, dan kuminta kesediaan
Marwanto
(terpidana penipuan) membantu mengetik Nota Pembelaanku.
Ia tersangka
pembobolan Bank, jadi kupastikan ia bisa mengetik.
Ia pun
dengan senang hati mengerjakannya. Aku yang menulis kon-
sep, Marwanto
yang mengetik. Aku bekerja hingga jam 02.00 dini
hari, jam
05.00 subuh bangun dan bekerja lagi. Marwanto pun
demikian
juga disebelah. Soalnya Nota Pembelaan Hukum harus
selesai
Senin, agar diperbanyak Selasa dan Rabu sudah dibacakan.