Hari-hariku di LP Tanjung Gusta
Rabu. 2 Nopember 1994.
----------------------
Jam
08.30 kami berangkat meningggalkan Rutan. Seperti biasanya
Tim dokter memeriksa
kesehatanku terlebih dahulu. Kepada
dokter kukatakan
"walaupun malam ini saya kurang tidur, tetapi
badan saya sehat
dan tadi pagi saya sport". Lalu kusambung bercan-
da "ketika saya
sehat kamu lakukan pemiriksaan, tetapi ketika aku
benar-benar sakit
kamu katakan sehat" mereka senyum saja.
Di
Pengadilan naskah pledoi lima eksemplar lagi diserahkan.
Aku bilang sama
Jaksa, minta waktu satu jam memperbaiki. Tetapi
nya setengah
jam kemudian, aku dipanggil memasuki ruang sidang.
Aku salami teman
dan keluargaku termasuk Samekto dan Maya yang ikut
memperbaiki pledoiku.
Aku harapkan dukungan doa mereka. Sebelum
aku berangkat
ke depan sidang kudengar keluargaku bertengkar
dengan polisi.
Sebabnya, polisi bilang "hanya lima orang keluarga
yang boleh masuk.
Mendengar itu aku teriak, keluargaku lebih
berhak masuk
ruangan sidang dari pada polisi. Kalau mereka tidak
diberi masuk,
saya tidak bersedia sidang. "Ini adalah gaya
polisi yang kesekian
kali melakukan teror. Akhirnya semua famili
diinzinkan masuk.
Setelah
aku dipersilahkan membacakan pledoiku, Hakim Ketua
menganjurkan
"lebih baik dudu saja supaya tahan lama". Syukurlah
tidak perlu berdiri
pikiranku. "saudara ketua, sidang yang,
lalu ketika Jaksa
membacakan tutuntutan, mik-nya di luar dimatikan.
Saya cek dulu
apakah mik-nya mati apa hidup, lalu sahut saya
"hidup?" Jaksa
Tony menjawab "hidup". Sorenya aku tahu miknya tetap
mati. "Berarti
Tony memang Jaksa" pikirku.
Aku mulai membaca pledoiku. Tahap pertama aku membacanya
Selama 2 1/2,
tahap kedua 1 jam 15 menit, dan tahap ketiga 45
menit. Selesai
aku membacakan pledoi, aku puas. Aku berani menya-
takan apa adanya.
Sekarang terserah Hakim, apakah ia berani
memutus perkara
secara benar. Lihat Pledoiku.
Jam 14.30, kami meninggalkan pengadilan. Benar-benar aku
puas, aku telah
mempunyai kesempatan berpidato di lembaga resmi
tanpa izin dari
Kepolisian. Kalau aku membacakannya di luar
pasti harus ada
izin.
Mulai sekarang yang kulakukan adalah berdoa agar Tuhan
memberikan keberanian
kepada Hakim agar Hakim berani mengambil
keputusan yang
benar. Malam ini kumulai berdoa khusuk mengenai
Ketiga hakim itu.
(sumber: Jurnal Muchtar Pakpahan, INDONESIA-L: apakabar@clark.net)
(Hari-hariku di LP Tanjung Gusta)