Hari-hariku di LP Tanjung Gusta
Selasa, 1 Nopember 1994.
------------------------
Jam 08.3 setelah selesai sport, aku mengikuti kebaktian.
Saat mengikuti
kebaktian, aku dipanggil ke kamarnya pak Sutarno.
Sebelumnya pak
Tarno, Iman dan Sitinjak kuminta bantu memfoto
copy pleidoiku.
Kepada mereka kuserahkan agar difotocopy sebanyak
20 eksemplar.
Selesai kuserahkan, aku pergi lagi mengikuti kebak-
tian.
Jam 15.00 hasil foto copinya sudah diserahkan kepadaku, lang-
sung kuserahkan
beberapa eks pada pegawai Rutan. Tidak berapa
lama kemudian,
Tim Penasihat Hukum Samekto, Syafei dan Kusbianto
datang ke Rutan.
Mereka menjelaskan naskah pledoi yang kuserahkan
sedang dirampungkan
di Komputer, sebentar lagi akan diantar. Tim
melengkapi pledoiku
dengan bahan-bahan yang mereka anggap pantas
dimasukan.
Pastilah itu lebih baik dari pada yang kubikin sen-
diri. Tetapi
problemnya, aku harus tahu isinya. Karena itu kuka-
takan, "selambat-lambatnya
jam 19.00 harus sudah diantar ke
mari, bila tidak
yang sudah kami perbanyak ini yang kubacakan".
Merekapun pergi
meniggalkan Rutan merampungkan pengetikan ple-
doi.
Benar, jam 19.00 sudah diantar, petugas Rutan menyerahkannya
dengan cara melemparkan,
karena selku sudah dikunci.
Malamnya kubaca dan kukoreksi, ternyata banyak salah ketik
dan ada kalimat
yang hilang. Semua kuperbaiki, dan kuputuskan
dalam hatiku,
yang mereka selesaikan inilah yang kubacakan, dan
akan kuperiksa
sebelum dibacakan.
Selesai memperbaiki pledoi, kubaca juga suratnya Jacobus
Samarlow dari
Ujung Pandang. Ia ada bilang "Abang sudah menang
mengalahkan ketakutan.
Walaupun abang terpenjara, tetapi intele-
tualitas abang
berani mengatakan yang benar, abang telah menang.
Banyak para ahli
lain yang tidak berani menyatakan yang benar.
Walaupun mereka
bebas melenggang, sebenarnya merekalah yang
terpenjara. Selesai
aku membaca suratnya, kudoakan juga agar
Samarlow berani
menyatakan yang benar.
(sumber: Jurnal Muchtar Pakpahan, INDONESIA-L: apakabar@clark.net)
(Hari-hariku di LP Tanjung Gusta)