Hari-hariku di LP Tanjung Gusta
Senin, 31 Oktober 1994
----------------------
Sebetulnya aku agak lelah, tetapi aku tetap sport. Jam 09.30
isteriku, anak-anakku,
ibu mertuaku, adikku Bakara, Mamak Berto
sudah datang.
Inilah menit-menit terakhir bersua. Aku buat gem-
bira di hadapan
mereka. Kupesankan kepada mereka jangan menyusah-
kan mamak.
Binsar dan Dartha jaga diri baik-baik, jangan terpero-
sok makan pil
BK, merokok dan minuman keras. Binsar engkau anak
terbesar, bantu
mamak menjaga adik. Yut tidak usah sedih, jangan
suka nangis.
Jam 11.00, aku memimpin doa pemberangkatan mereka. Sejak
kumulai berdoa,
aku menangis, semua kami menangis. Di dalam
doaku, dengan
suara yang tersendat-sendat aku ada berkata "Bapa
di Sorga, inilah
hari terakhir aku bertemu dengan isteri dan
anak-anakku dalam
kunjungan ini. Inilah satu kuk yang berat yang
kupikul. Aku
tidak minta jauhkan kuk ini dariku, tapi kuminta
kuatkan dan mampukan
aku memikulnya, berkatilah itu demi kemu-
liaan namaMu.
Saat ini hanya isteriku yang Engkau berkati inilah
yang membimbing
anak-anak yang Engkau titipkan ini, merangkap
ayah sekaligus
mamak. Berkatilah Tuhan isteriku ini kuatkanlah
ia, dan berilah
anakku hati yang tegar atas masalah ini. Secara
khusus Bapa,
aku bawakan Binsar yang kupersembahkan jadi hambamu
sebagai pendeta,
Engkau jaga dan bimbing dia. Dartha dan Ruth,
engkau jaga juga,
agar mereka patuh sama abangnya Binsar. Dalam
nama Yesus Kristus
kami berdoa amin".
Kami semua menangis berangkulan. Adikku Bakara menenangkan
hatiku, "nanti
dalam perjalanaan ke kapal anak-anak kita ini akan
kuhibur" katanya.
Di depan petugas jaga, hingga mereka sudah di
balik pintu aku
tetap menangis apalagi anak-anakku. Lambaian
tangan putriku
terus terngiang di ingatanku. Maklumlah ia masih
kecil.
Satu hari itu dan malamnya aku merampungkan seluruh Nota
Pembelaanku,
agar besoknya sempat difotocopy. Memang alhamduli-
lah, pagi harinya
semua rampung.
(sumber: Jurnal Muchtar Pakpahan, INDONESIA-L: apakabar@clark.net)
(Hari-hariku di LP Tanjung Gusta)