Hari-hariku di LP Tanjung Gusta
Minggu, 30 Oktober 1994.
------------------------
Di gereja hatiku makin tegar menerima keadaaan ini, sehabis
mendengar Kotbah
Penginjil Sinulingga. Kuk yang kupikul karena
kebenaran, akan
mendatangkan kebahagiaan bagiku, bagi
keluargaku/anak-anak
dan bagi rakyatku. Dan hatikupun mantap
menuliskan judul
Pledoiku "RAKYAT MENGGUGAT". Judul ini benar-
benar kupergumulkan
dengan Tuhan yang hidup. Rakyat menggugat
adalah judul
nota pembelaanku kini dan di sini. Aku bayangkan
ketika aku membacakan
nota pembelaan, aku sedang menyampaikan
pidato perjuangan,
yang akan dimulai dengan salam Merdeka! Merde-
ka ! Merdeka
!
Tetapi bila kuingat hari ini, adalah hari terakhir isteriku
dan anak-anakku
bercanda dengan aku, hatiku kecut juga. Aku tidak
bahagia.
Seusai Gereja, aku langsung ke ruang tamu, sebab isteriku,
anakku Binsar,
ibu mertuaku sudah menunggu, Darta dan Yut tidak
ada karena ia
menginap di ruman namborunya mamak Solo (kakakku)
Sampai habis
waktu bezuk mereka baru pulang.
Di tengah pertemuan itu, datang menjenguk Richard Manik.
Kami sebentar
membicarakan perjuangan ke depan. Tetapi kepadanya
aku ada bilang
"tadinya saya pikir cukup hanya saya yang berkor-
ban dalam berjuang
membela rakyat, ternyata keluargaku semua
harus ikut memikul
beban".
Malamnya sampai jam 02.00 dini hari masih kuteruskan menye-
lesaikan Nota
Pembelaan, tetapi dibarengi dengan beratnya pera-
saan besok akan
berpisah dengan isteri dan anak-anak. Mereka akan
kembali ke Jakarta,
aku tidak akan bernatal bersama dengan mere-
ka. Inilah pengalamanku
pertama kali menyambut natal dan tahun
baru berpisah
dengan isteri dan anak.
(sumber: Jurnal Muchtar Pakpahan, INDONESIA-L: apakabar@clark.net)
(Hari-hariku di LP Tanjung Gusta)