Bangun tidur aku berdoa agar aku dikuatkan menerima keadaan
ini, dan kiranya
kepadaku diberikan hikmat olehnya. Setelah
sport dan mandi
pagi, pekerjaanku hari ini menulis surat. Ada
beberapa surat
yang kutulis. Kepada isteri dan anak-anakku, aku
pemberitahukan
perkaraku sudah vonis dan menasihati mereka agar
tabah dan tetap
berdoa. Kepada teman-temanku DPP SBSI dan LSM,
mereka kuminta
tetap berjuang jangan gentar, "teruskan perjuan-
gan". Kepada
Lane Evans kuberitahu hukumanku, dan tetap kuminta
perhatian Amerika
terhadap Indonesia. Serta kuucapkan terima kasih
atas perhatiannya.
Kepada Feye Duim dkk di GKN Belanda, aku
beritahu hukumanku
dan mohon dukungan doa dan dana. Kepada
Nelson Mandela
aku beritahu hukumanku, dan kuminta agar Nelson
Mandela membicarakan
keadaan perburuhan dan HAM, sebab aku tahu
Nelson Mandela
sangat dekat dengan Presiden Soeharto. Kepada
Presiden Bill
Clinton aku beritahukan hukumanku dan memintanya
agar dalam pertemuannya
tanggal 16 Nopember 1994 dengan Presiden
Soeharto, masalah
perburuhan (SBSI) dibicarakan, kepada Gentrud
Ktreuter dan R.
Chr. Peterson di Loccum, Jerman. Aku beritahukan
hukuman dan mohon
doa dan dukungan. Kepada ILO, ICFTU dan WCL
juga aku tulis
surat meminta protes ke Indonesia, karena Pemerin-
tah melanggar
konvensi ILO.
Sore harinya aku masih mendapat kunjungan dari Syafei dkk
dari LBH dan Adolf
Rachman Othman utusan ICFTU. Adolf berjanji
membantu SBSI
di luar negeri. Ia sudah tahu semua, sebab dari
awal persidangan
hingga akhir, ia ada di sini. Selesai itu, baru
sekarang ada waktu
bagiku membaca foto copy surat Danrem 163
wirasatya Bali,
No.R.225/VII/1991, hal rahasia tertanggal 29 Juli
1994, ditujukan
kepada Ketua Bakorstanasda Nusra di Bali, Kajati
Bali dan Ketua
DPRD I Bali isinya meminta agar perkara warisan
yang sedang kutangani
di Pengadilan Negeri Denpasar dikalahkan.
"Apabila tidak
ditolak, maka akan dimanfaatkan untuk membesarkan
diri dan peranannya
sebagai Ketua SBSI dalam kegiatan politisnya
menentang pemerintah.
Ini bukti yang berikut, betapa tidak be-
narnya jajaran
ABRI. Perkara perdana dipolitikkan, atau bisa
juga, lawan perkaraku
yang memanfaatkannya. Yang jelas kalau hal
itu sikap resmi
ABRI, ABRI sudah terlalu jauh dan mengada-ada.
Malamnya atas saran hamba Tuhan, Dr. Sri Hardono dan Sihom-
bing pada kebaktian
pagi aku membaca Bilangan 22-23. Selesai aku
membaca, aku tutup
buku catatan harian. Aku mulai kehidupan
sebagai narapidana
politik. Pendidikan S-4 kumulai, aku keliha-
tannya akan menggondol
gelar N.P. ( Narapidana Politik), Tentunya
masih besar harapan
di PT dan atau MA, aku pasti bebas bila
ketemu Hakim yang
berpihak pada kebenaran.