1. Usaha Mendiskreditkan NU
dan PPP
Secara sederhana, tujuan konspirasi itu bisa digambarkan·sebagai berikut:
Pertama, dengan terkaitnya KH Achmad Sofyan dan KH Kholil As'ad dalam kerusuhan 10 Oktober, maka akan meluas suatu kesan bahwa para pimpinan NU dan PPP di Situbondo telah terperangkap pada faham fundamentalis sehingga bertindak secara tidak tolerance terhadap warga non-muslim. Jika cap fundamentalis ini sudah diterakan pada umat Islam Situbondo, maka pihak keamanan akan mudah menudah masyarakat sebagai ekstrim kanan, DI/TII, NII, dan gerakan ekstrim Islam yang lain jika, terjadi gejolak. Bahkan, cap fundamentalis itu akan dijadikan senjata ampuh untuk melumpuhkan tokoh-tokoh masyarakat yang tidak mendukung partai Golkar.
Kedua, hubungan warga NU dengan warga keturunan Cina yang non-muslim yang sudah terbangun secara harmoni sejak zaman kolonial Belanda menjadi pecah dan akan menimbulkan kecurigaan antara pihak satu dengan pihak yang lain. Jika hal ini terjadi, maka dakwah Islam yang dilakukan warga NU di kalangan etnis keturanan Cina akan mengalami hambatan besar sebab para kiai NU sudah tidak dipercaya lagi oleh kalangan ini.
Ketiga, keberadaan figur kiai yang selama ini dianggap sebagai dinamisator dan stabilisator bagi kehidupan dua kelompok etnis yang berbeda (yakni Madura yang muslim dan keturunan Cina yang non-muslim) akan terkikis dalam arti kiai akan dicurigai oleh pihak warga keturunan Cina sebagai patron yang tidak bersungguh-sungguh dalam melindungi dan menaungi klien. Keempat, sebagai akibat dari point ketiga maka dukungan dari kelompok keturunan Cina yang non-muslim baik berupa dukungan finansial maupun sumbangan pikiran bagi NU akan mengalami kendala yang tidak kecil. Kelima, baik NU maupun PPP akan kehilangan figur panutan yang berarti ibarat anak ayam kehilangan induknya. Keenam, bahaya dari point kelima ini adalah terpecah-belahnya warga NU dan PPP ke dalam kelompok-kelompok yang lebih kecil dan lebih gampang diajak berkompromi oleh salah satu OPP atau bahkan terperangkap ke dalam gerakan-gerakan yang radikal.
Ketujuh, secara umum warga masyarakat baik muslim maupun non-muslim akan mendapat kesan bahwa pelaku kerusuhan yang tidak lain adalah warga NU dan PPP itulah yang harus disalahkan sebagai pihak yang tidak toleran dan sangat fanatik. Kedelapan, sebagai konsekuensi dari point ketujuh maka jam'iyah NU terutama PPP tidak perlu didukung karena tidak memiliki rasa nasionalisme. Kesembilan, masyarakat terutama dari kalangan non-muslim secara spontan akan memberikan simpati kepada salah satu OPP yakni Golkar yang dianggap paling banyak membantu pembangunan kembali gereja-gereja, sekolahan, panti asuhan, dan bangunan-bangunan yang telah dirusak oleh massa NU dan PPP.
Kesepuluh, karena dianggap terkait dengan peristiwa kerusuhan 10 Oktober 1996 maka KH Achmad Sofyan seharusnya dipecat dari jabatan Ketua Syuriah PCNU dan Katua MPP PPP Situbondo. Kesebelas, dan ini yang terpenting, bahwa kerusuhan 10 Oktober 1996 itu akan dikaitkan langsung dengan ketidakmampuan KH Abdurrahman Wahid dalam menata organisasi NU terutama mengendalikan massanya, dengan konsekuensi KH Abdurrahman Wahid harus mundur dari kedudukan Ketua Tanfidziyah PBNU. Keduabelas, jika selurah tujuan sudah tercapai, maka "benteng" PPP di Situbondc sudah runtuh dan pasukan dari salah satu OPP yakni Golkar akan dengan mudah masuk ke dalam "benteng" dan mengibarkan bendera kemenangan di sana.