4. Rekayasa Yang Gagal
Menurut data yang diperoleh TPF di lapangan, setelah pecahnya kerusuhan itu kharisma ketiga orang tokoh ulama panutan masyarakat Situbondo itu makin meningkat baik di kalangan warga muslim maupun warga non-muslim. Kepemimpinan KH Abdurrahman Wahid, misalnya, setelah kerusuhan itu makin mendapat dukungan baik dari warga NU maupun warga non-muslim. Sejumlah kiai yang sebelumnya meragukan kepemimpinan KH Abdurrahman Wahid, malah meneguhkan sikap untuk "pasrah" terhadap apapun kebijakan yang diambil, oleh pemimpin NU tersebut. Malahan akibat peristiwa itu kordinasi warga NU pada lapisan bawah terlihat makin solid terutama jika ditinjau dari meningkatnya solidaritas antar personal maupun antar jama'ah dan organisasi onderbouw NU.
Kegagalan rekayasa kerusuhan 10 Oktober, setidaknya terlihat pula pada sikap yang diambil oleh umat Kristen yang tidak mempercayai begitu saja skenario buatan para ambisius tersebut. Sejumlah tokoh Kristen yang diwawancarai TPF GP Ansor mengemukakan analisis dan simpulan yang sama sekali meleset jauh dari target skenario, yakni mereka tidak mempercayai jika kerusuhan itu didalangi para pimpinan NU baik pusat maupun daerah.
Drs Wimanjaya K. Liotohe, seorang tokoh Kristen yang sangat concern terhadap kasus kerusuhan Situbondo itu -- setelah mengumpulkan data dari lapangan -- menyatakan bahwa ia tidak percaya jika warga NU terlibat kasus itu. Ia menyambil contoh tentang adanya coretan-coretan di reruntuhan tembok gereja yang berbunyi "Yesus Tae dan Bunda Maria PKI". "Perbuatan itu pasti tidak akan dilakukan oleh warga NU. Saya tahu pasti jika warga NU itu menyebut Yesus atau Nabi Isa selalu diiringi ucapan alaihissalam sebagai penghormatan. Bagaimana mungkin mereka bisa menista nabi yang dihormati itu dengan ejekan seperti itu? Kami sebagai orang Kristen yang mengetahui tradisi Islam untuk menghormati Nabi Isa dan ibunya itu tak mungkin percaya jika di antara mereka terutama warga NU yang berbuat melanggar tradisi itu," ujar Wimanjaya.
Wiramjaya juga mengatakan bahwa berdasar laporan dari lapangan yang dikampulkannya, ia mendapatkan fakta di lapangan yang menyatakan bahwa hubungan antara umat Kristen dan umat Islam di Situbondo tidak pernah ada masalah sejak zaman kolonial Belanda. Itu sebabnya ungkap Wimanjaya, ia menyimpulkan jika kerusuhan itu adalah akibat adanya suatu rekayasa eksternal yang ingin memecah-belah hubungan baik antara umat Kristen dan umat Islam di Situbondo. "Saya yakin jika kerusuhan itu adalah akibat rekayasa pihak eksternal," ujar Wimanjaya.
Sikap tanggap dan waspada dari pihak warga non-muslim yang menganggap bahwa kasus itu bukan rekayasa para pimpinan NU terutama KH Achmad Sofyan dan KH Kholil As’ad, sedikitnya telah menjadikan hubungan antara patron dan client membaik kembali bahkan terkesar makin menguat. Tiga pihak –- kiai sebagai patron, etnis Madura dan etnis Cina sebagai client -- yang merasa telah dijadikan korban oleh suatu konspirasi (yakni KLK) karena alasan politik, setidaknya merasakan nasib yang sama akibat kasus tersebut. Ini berarti, rasa kebersamaan merasakan nasib sebagai korban dari peristiwa yang dirancang oleh konspirasi itu akan semakin memperkuat hubungan tradisional ketiga pihak dalam ikatan patron-client. Itu sebabnya, dapat diasumsikan bahwa dalam menghadapi Pemilu 1997 ditengarai pihak client dari etnis keturunan Cina bersama-sama warga NU baik secara terang-terangan maupun tersembunyi akan memberikan dukungan baik finansial maupun sumbangan pikiran bagi KH Achmad Sofyan dan KH Kholil As'ad. Bahkan tidak tertutup kemungkinan, Golkar akan kehilangan simpati di kawasan ini baik dari umat, Islam maupun non-Islam.