TRAGEDI
KERUSUHAN PADA
DESA BATU MERAH, KECAMATAN SIRIMAU
KOTAMADYA DATI II AMBON |
A. KRONOLOGIS
1. Pra Kerusuhan
Desa Batu Merah secara geografis terletak pada bagian timur
Kotamadya Dati II Ambon berada dalam wilayah hukum Kecamatan Sirimau. Salah satu bagian
dari desa ini dikenal dengan nama Batu Merah Dalam, karena letaknya di lembah yang diapit
oleh lerengan Batu Merah (utara), lereng Karang Panjang (selatan), Asrama ABRI-AD (barat)
dan Kampung Geser (timur).
Penduduk Desa Batu Merah mayoritas beragama Islam (90 %), kecuali
bagian selatan Batu Merah Dalam ditambah Tanjung Batu Merah (Desa Batu Merah bagian utara)
beragama Kristen Protestan. Komposisi penduduk secara etnis pada Tanjung Batu Merah
menyusur ke timur puncak Batu Merah yang dinamai Galunggung dihuni sebagian besar suku
Bugis, Buton, Makasar (BBM), dengan variasi etnis Jawa, Haruku, Saparua, Seram, Kei
bergabung dengan penduduk asli Desa Batu Merah (kelompok Islam. Sedangkan kelompok Kristen
Protestan terdiri dari etnis Ambon, Saparua, Haruku, Nusalaut, Seram dan campuran etnis
Maluku Tenggara.
Sejak kerusuhan tanggal 19 Januari 1999, setiap malam rumah-rumah warga
Kristen dilempari dengan batu oleh masyarakat dari arah Galunggung. Pelemparan rumah
berlangsung hingga awal Pebruari 1999 dengan lokasi hampir semua rumah-rumah warga Kristen
di daerah Batu Merah Dalam yang merupakan jemaat gereja BETHABARA. Pada tanggal 20
Januari, atas atas inisiatif pemuka agama Islam terjadi kesepakatan dengan Pendeta (I.
D. TOISUTA), akhirnya dibentuk Posko untuk menjaga lingkungan masing-masing terhadap
gangguan pihak ketiga. Adapun Posko-Posko yang dibentuk berlokasi pada beberapa tempat
dengan nama Posko Ketapang, Posko Mesjid, Posko Bethabara dan Posko Jembatan Batu. Namun
pelemparan batu terus berlanjut, sehingga nampaknya fungsi posko berubah sebagai
pusat-pusat kosentrasi masa yang siap sewaktu-waktu dapat saling menyerang. Bila terjadi
kerusuhan di daerah luar Desa Batu Merah maka warga Islam Batu Merah Dalam langsung
menggunakan ikat kepala kain putih, bersenjata parang, tombak dan panah sambil meneriakan "Allahu
Akbar" untuk memberi semangat serta upaya mengumpulkan masa. Hal ini terus
berlangsung terus hingga peristiwa tanggal 16 s/d 19 Pebruari 1999.
2. Saat Terjadinya Kerusuhan
2.1. Kerusuhan Tanggal 16 s/d 19 Pebruari 1999
Pada tanggal 16 Pebruari 1999 sekitar jam 15.30 WIT terjadi pelemparan
batu (saling lempar) antara warga Batu Merah dan warga Mardika, sehingga mengundang
perhatian warga Batu Merah lain seperti pada Posko Ketapang, Jembatan Batu dan lereng
Galunggung mulai menyiapkan diri (seperti mengikat kepala dengan kain putih) sambil
meneriakan "Allahhu Akbar". Bersamaan dengan itu terjadi sindiran yang
dilakukan oleh Ny. DIBA PARI dan UMAR MARASABESSY dengan kata-kata : "kalau
mau jadi, jadi saja" lanjut Ny Diba ...... RMS.
Ketika Warga Kristen sedang beribadah jam 19.30 WIT terjadi pelemparan
batu di rumah keluarga UTJU, keluarga PALONDA serta toko milik warga
Indonesia keturunan Cina, serta warga Protestan di sekitarnya, yang diduga berasal dari
Posko Ketapang dan Jembatan Batu. Akibat dari pelemparan beberapa rumah rusak pada bagian
atap dan kaca jendela seperti keluarga NOYA dan BAS NARAHA. Namun bersamaan
dengan itu terjadi tuduhan balik kepada anak-anak warga Kristen bahwa mereka melempar
Barak Asrama Militer nomor 33 milik anggota TNI AD yang beragama Islam.
Pada tanggal 17 Pebruari 1999 terjadi lagi pelemparan rumah warga
Kristen di sektor VII (kelompok jemaat Kristen di Batu Merah Dalam). Kira-kira Jam 16.00
WIT pertemuan TIM ENAM (Tim Rekonsiliasi yang dibentuk oleh Gubernur ) dengan warga
Desa sebagai media solusi perdamaian. Tanggal 18 Pebruari 1999 sekitar jam 20.00 WIT
pelemparan rumah-rumah warga Kristen sektor VI dan VII oleh warga dari lereng Galunggung
dan pelemparan dari Posko Ketapang dan Jembatan Batu ke rumah warga Kristen di sektor IV.
Jam 20.30 WIT terjadi konsentrasi masa di sepanjang jalan antara Posko
Ketapang sampai Mesjid ASMIL dengan ikat kepala kain putih sambil meneriakan "Allahu
Akbar" menyerang secara bergantian, sementara itu hujan batu terus menerus jatuh
pada sasaran warga Kristen.
Bersamaan dengan itu, ABRI mulai melepaskan tembakan secara beruntun
yang arahnya ke rumah-rumah warga Kristen sektor IV. Akibat dari tembakan tersebut sebutir
peluru sempat mengena Ny. OBE LUARWAN (perawat RSU Dr. Haulussy) dari arah pintu
depan yang kemudian menembus lemari es. Sedangkan rumah-rumah warga rata-rata terkena
peluru 8 (delapan) lobang pada dinding rumah. Di samping rumah warga, gedung Gereja
BETHABARA terkena 2 (dua) butir peluru dan gedung Sekretariat Angkatan Muda Gereja
Protestan Maluku terkena 1 butir peluru. Sehubungan dengan itu 2 (dua) selongsong peluru
telah diserahkan kepada TIM PENCARI FAKTA DPR-RI Bapak HARRY SABARNO tanggal 19
Pebruari 1999 bertempat di gedung Gereja MARANATHA.
Sekitar jam 01.30 WIT sampai dengan hjam 03.00 WIT tembakan dan
lemparan batu terhenti karena DANREM 174 dan DANDIM 1504 sementara berkunjung di tempat
kejadian. Setelah DANREM dan DANDIM kembali, terjadi lagi pelemparan batu dan tembakan
disertai ledakan bom tidak jauh dari Asrama Militer.
Jam 03.25 WIT tembakan datang dari arah rumah Drs. TATUHEY dan
tetangganya, setelah itu terlihat 2 (dua) anggota POLRI nasing-masing TUTUPOHO dan
SIAUTA keluar meninggalkan rumah itu.
Antara jam 03.45 sampai dengan jam 06.30 keadaan menjadi tenang, namun
pada jam 06.30 6 ( enam ) anggota ABRI - TNI AD datang dari arah Karang Panjang langsung
menggeledak rumah keluarga JOP TUTUIHA dan kedua anaknya di bawah oleh mereka ke markas
KODIM untuk diinterogasi dan sorenya mereka sudah kembali ke rumahnya.
Saat itu warga Islam menutup jalan raya, dimana semua bus kota tidak
dibolehkan masuk, sementara petugas hanya menonton tindakan yang dilakukan warga Islam
tersebut.
Jam 19.00 WIT sementara ibadah malam, terjadi lagi pelemparan batu dari
arah lereng Galunggung ke rumah-rumah warga Kristen sektor IV dan sektor VI.
Tanggal 19 Pebruari 1999 kira-kira jam 13.20 WIT terjadi ledakan bom di
sekitar jalan baru kompleks rumah-rumah WTS yang mengakibatkan terbakarnya beberapa buah
rumah penduduk.
Peristiwa kerusuhan yang terjadi antara tanggal 16 s/d 19 Pebruari
1999, oleh para saksi terlihat beberapa orang warga Islam yang memimpin dan mengatur
penyerangan terhadap Gereja BETHABARA, yaitu :
- DARWIS TIANOTAK, ketua RT 00 /0 Kelurahan Amantelu
- IBRAHIM PARERA, Pegawai Kantor Departemen P & K Maluku
- ABU LITILOLI, Pegawai Kantor Wilayah Departemen P & K Maluku
- PRATU HERRY FASSE, anggota KOREM 174 PATTIMURA
- SERDA LA ALI, Anggota KODIM 1504 P. Ambon & P.P. Lease
2.2. Kerusuhan Tanggal 23 s/d 26 Pebruari 1999.
Pada hari Selasa tanggal 23 Pebruari 1999 sekitar jam 02.30 WIT terjadi
hasutan masa warga Batu Merah yang beragama Islam di lokasi Galunggung, begitu pula pada
Posko Ketapang dengan perlengkapan ikat kepala kain putih bersenjata parang, tombak dan
panah.
Bersamaan dengan itu terjadi pelemparan batu dan katapel sudah mulai
dilakukan terhadap warga Kristen di sektor VI, sektor VII, sektor IV dan sektor V disertai
teriakan oleh massa " Allahhu Akbar ".............. " Serang " !!!.
Saat itu masa mulai melakukan penyerangang dari arah Asrama Militer,
Posko Ketapang terhadap Pendeta I.D. TOISUTA disertai pelemparan batu yang dipimpin
oleh USMAN NOTANUBUN.
Sementara itu terjadi penembakan terhadap BILLY, warga Kristen
oleh seorang anggota Polri yang tidak diketahui namanya.
Jam 10.00 WIT masa Islam mulai menyerang dengan menggunakan bom,
membakar rumah Sdr. HERMAN PARINUSSA dan THOOS NOYA, peristiwa ini
berlangsung sampai dengan jam 24.00 WIT yang mengakibatkan rumah warga sektor VI dan
sektor VII terbakar.
Pada tanggal 24 Pebruari 1999 sejak jam 00.00 WIT sampai dengan jam
04.00 WIT terjadi pembakaran rumah-rumah pada sektor V diantaranya rumah keluarga SIMANJUNTAK,
keluarga DANU dan keluarga DINA.
Penyerangan pada sektor VI dipimpin oleh SERDA AZIZ TJAHYONA disertai
tembakan ke arah posko yang di dalamnya terdapat warga Kristen. Sedangkan pada sektor VII
dan V penembakan dari rumah Drs. IDRUS TATUHEY, MS, dengan sasaran gedung Gereja,
karena masa Kristen sementara berlindung di dalamnya.
Jam 04.30 WIT penyerang warga Islam yang datang dari berbagai penjuru
telah melewati garis (dibuat oleh mereka sendiri), sehingga terjadi perlawanan dari warga
Kristen.
Bersamaan dengan itu tembakan beruntun/semi otomatis dari arah Posko
Ketapang dan Asrama Militer ke arah massa warga Kristen yang sementara melakukan
perlawanan. Akibatnya korban jiwa baik luka-luka maupun meninggal dunia tidak terelakan
lagi. Penyusupan oleh anggota ABRI masing-masing CAHYONO dan AZIZ dengan
berpakaian preman bertutup kepala sorban putih dari pos asrama militer dan ketapang masuk
ke sektor V melewati rumah keluarga R. SINAY dan CHARLES BALAMAN yang
menembak massa yang berada di dalam Gereja BETHABARA yang sementara berdoa dan dipimpimpin
oleh Pendeta I.D. TOISUTA mengakibatkan Mimbar dan kaca-kaca jendela rusak.
Tembakan yang datang dari rumah keluarga Drs. IDRUS TATUHEY, MS dengan sasaran yang
sama Gereja BETHABARA.
Menuru saksi mata tembakan-tembakan yang dilakukan tidak saja ke arah
Gereja tetapi juga ke arah warga yang sementara melakukan evakuasi korban dari gedung
Gereja ke arah puncak Karang Panjang, sehingga mengena Sdr. SEFEN LASAMAHU dan MARSON
CHARLES Sedangkan FRITS HITIPEUW yang melakukan perlawanan ketika sementara
mundur ke arah gedung Gereja kena tembakan. Karena penyerangan yang cukup gencar, massa
yang sementara berlindung di Gereja terpaksa harus menyelamatkan diri dengan meninggalkan
Gereja. Akhirnya tinggal 13 orang yang tetap tinggal dalam gedung Gereja untuk
mempertahankan/ melindungi diri dari serangan massa.
Pada tanggal 26 Pebruari 1999, sekitar jam 02.00 WIT, warga Islam
kembali melakukan pelemparan batu ke arah Gereja dan rumah-rumah sisa yang belum terbakar.
Warga Kristen yang masih bertahan di Gereja membalas dengan katapel dan lemparan batu.
Jam 06.30 WIT, warga Islam membom posko sektor VI dan dibalas oleh
warga Kristen. Bersamaan dengan tembakan yang dilakukan anggota KOSTRAD ke arah warga
Kristen, warga Islam menggunakan kesempatan menyerang dari arah Galunggung dan Kampung
Geser, warga Kristen membalas serangan dengan sebuah bom sehingga warga Islam mundur.
Tembakan yang datang dari anggota KOSTRAD bagian belakang leher EGEN SOPLANIT dan
kaki kanan GEORGE MANUHUTU. Disamping itu rumah-rumah milik warga Kristen yang
sudah dalam keadaan kosong akibat ditinggalkan penghuninya untuk mengungsi, dibakar habis
oleh massa.
Jam 18.00 WIT, atas perintah DANREM dilakukan penempatan aparat
keamanan dari YONIF 733, pada 3 pos masing-masing : pos Palonda, Pos Jembatan Batu dan Pos
sektor VI. Setelah itu warga Kristen menyerahkan gedung Gereja serta rumah-rumah yang
tersisa kepada aparat keamanan, kemudian mereka meninggalkan lokasi Batu Merah menuju
Wisma Atlit untuk mengungsi.
Akibat penyerangan tersebut, warga Kristen Desa Batu Merah Dalam
mengalami kerugian sebagai berikut :
| Korban Meninggal: 4 orang, masing-masing : |
- ANTHON LOPULALAN
- ROY TAROREH
- FRITZ HITIPEUW
- MARTIN MANUKELE
| Luka Berat: 40 orang |
- BUKEN PARERA
- F. LAYAAN
- FRITS SARIMOLLE
- ANDRE MARUANAYA
- VICTOR PARERA
- FRANS SAMANGUN
- RIDO LONY
- WILLEM LOURENS
- DONNY ROY
- SEMMY SYALAITUA
- MAKSEN KARELS
- LODEWYK NIKYULUW
- DONNY NOYA
- ALEX SEPTIUBUN
- CORNELIS HETHARIA
- Drs. SAMUEL LATUNY
- MAX LEWERISSA
- ETUS LESTUNY
- JHONY PATTY
- AGUS SOUISSA
- MAX SAPULETE
- JOHANIS NOYA
- BILLY POLNAYA
- SALMON TUARISSA
- JEFRY TOISUTA
- JULIUS RAHAYAAN
- MAX R
- NUS TAMAELA
- STEVEN LASAMAHU
- DONNY MAITIMU
- ANDRE PARIHALA
- MAX TUNNY
- OKTOVIANUS SALAKORY
- NICOLAS SAPACOLY
- HENGKY ENGKASA
- ROBBY PATTIPEILOHY
- ONGEN DOMPESSY
- MAX MALUNTO
- FERRY RUTUMALESSY
- GEORGE MANUHUTU
B. HASIL ANALISA KERUSUHAN PADA DESA BATU MERAH KECAMATAN SIRIMAU KODYA
AMBON
Berdasarkan pada fakta-fakta yang dikemukakan di atas, maka
dapatlah di analisis sebagai berikut :
1. Pra Kerusuhan
1.1. Adanya fakta bahwa kerusuhan tanggal 16 s/d 26 Pebruari 1999
merupakan lanjutan sebagai aksi balas dendam atas kerusuhan tanggal 19 dan 20 Januari
1999. Pasca kerusuhan bulan Januari kedua belah pihak saling mencurigai, di waktu malam
terjadi pelemparan batu, pembentukan berbagai posko sebagai pusat informasi berubah fungsi
menjadi kosentrasi kekuatan.
1.2. Adanya fakta bahwa perdamaian yang telah dilakukan secara adat
dengan paradigma budaya gandong hanya bersifat semu, demikian juga melalui pendekatan
agama. Tidak ada tindakan konkrit sebagai upaya perdamaian dalam kehidupan sehari-hari
antara kedua pihak.
1.3. Adanya fakta bahwa pembentukan posko pada masing-masing pihak,
memberi peluang bagi timbulnya konflik baru, setiap isu atau informasi yang diterima hanya
dimanfaatkan untuk konsumsi kelompok dalam membangun kekuatan, rumusan taktik dan strategi
penyerangan pihak lain, tanpa memperhatikan kepentingan dan kebutuhan bersama.
Berdasarkan fakta-fakta ini, dapatlah disimpulkan bahwa kerusuhan yang
dimulai oleh warga Islam, kemudian dibalas oleh pihak warga Kristen dengan kekuatan yang
telah dikosentrasikan sebelumnya.
2. Saat Kerusuhan
2.1. Adanya fakta bahwa penyerangan yang dilakukan warga Batu Merah
yang beragam Islam terhadap warga Kristen merupakan wujud dari penyelesaian atau
perdamaian yang telah dilakukan secara tuntas. Posko-posko yang dibentuk dimanfaatkan oleh
kedua belah pihak sebagai pusat kosentrasi massa untuk menyerang atau bertahan. Kehadiran
ABRI baik sebagai petugas maupun penghuni Asrama Militer yang berhadapan dengan warga
Kristen merupakan pendukung atau motifasi bagi warga Islam untuk melakukan penyerangan
terhadap warga Kristen. Warga Kristen yang semula bertahan berubah menjadi agresif dan
menyerang, karena perlakuan yang tidak seimbang dari pihak aparat keamanan. Rangkaian
kerusuhan yang terjadi dalam bulan Januari dan Pebruari 1999 menunjukan tidak berfungsinya
operasi intelegen ABRI secara maksimal.
2.2. Adanya fakta bahwa penyerang dengan menggunakan alat-alat seperti
parang, tombak dan bom dalam berbagai bentuk rakitan, menunjukan adanya persiapan yang
matang dari kedua belah pihak. Sasaran penyerangan baik kepada manusia, maupun harta benda
dalam bentuk ; bakar, jarah dan merusakan, kemudian bila ada kesempatan melakukan
pembunuhan.
Berdasarkan fakta-fakta ini, maka dapat disimpulkan bahwa perdamaian
yang dilakukan baru mencapai kelompok atas dan menengah. Sedangkan kelompok bawah yang
berpotensi konflik belum menyentuh sama sekali. Tindakan aparat keamanan secara individu
masih memihak pada kelompok tertentu (warga Islam).
3. Peran Aparat Keamanan
3.1. Adanya fakta bahwa sebelum terjadi kerusuhan, tidak ada aparat
keamanan dari kesatuan KOSTRAD, namun penempatan pos-pos tidak memberikan rasa aman bagi
pihak-pihak yang rusuh. Dengan penempatan aparat keamanan pada pos-pos yang sangat memberi
peluang bagi pihak warga Islam untuk melakukan penyerangan terhadap pihak warga Kristen.
3.2. Adanya fakta bahwa operasi pengamanan bagi warga masyarakat hanya
bersifat terbuka pada pos-pos keamanan. Pada hal operasi yang sifatnya tertutup dalam
bentuk operasi intelegen tidak berjalan sehingga informasi tentang kegiatan masyarakat
setelah upaya perdamaian dapat diperoleh untuk tindakan antisipasi kemungkinan timbulnya
kerusuhan baru.
Berdasarkan fakta-fakta ini, penempatan pos-pos tidak berimbang,
merupakan faktor pendorong timbulnya kerusuhan baru. Demikian pula kurangnya informasi
tentang kegiatan masyarakat dalam menghadapai kerusuhan dalam bentuk upaya perdamaian atau
upaya penyerangan.
4. Pasca Kerusuhan
4.1. Adanya fakta bahwa pihak keamanan belum secara tuntas
mengungkapkan kasus penyerangan yang dilakukan warga Islam maupun penembakan yang
dilakukan oleh aparat keamanan (KOSTRAD dan KODIM).
4.2. Adanya fakta bahwa pihak pemerintah dan instansi terkait masih
perlu memberikan perhatian bagi para pengungsi yang berada di wisma atlit, yang mengalami
masalah kesehatan yang cukup serius.
C. REKOMENDASI
Berdasarkan kronologis peristiwa disertai analisis sebagaimana
diuraikan di atas maka perlu direkomendasikan hal-hal sebagai berikut :
- Penempatan aparat keamanan pada pos-pos secara berimbang pada lokasi-lokasi kerusuhan ;
- Aparat Kepolisian maupun POM untuk segera mengungkapakn pelaku-pelaku kerusuhan serta
menindak secara tegas sesuai proses hukum yang berlaku.
|