Jam 08.30 pagi aku dipanggil menghadap ke kesehatan. Setelah
dinyatakan sehat, aku
ditunjuk menempati kamar di Blok A. Yang dijuluki
blok bonafide.
Aku meminta pendapat dari teman-teman seperjuangan.
Mereka menjawab "kita
harus satu blok". Aku patuh pada keputusan
demokrasi dan aku ada
di penjara karena mereka dan demi mereka. jadilah
aku menghuni kamar 5
blok F bersama delapan orang tahanan lainnya. Tiga
diantaranya adalah tahanan
unjuk rasa, Ariziduhu Zefa, Ardin Zega, dan
Sugiono, yang lainnya
adalah Nyakmad kasus ganja, Eben Ezer Sitompul
narkotik, Aryanto ganja,
Siahaan dan Sidauruk kasus perkelahian. Mereka
semua welcome terhadap
aku.
Jam 09.30 aku mengikuti kebaktian di gereja. Di LP Tg Gusta
ada gereja dan mesjid,
yang setiap harinya ada kebaktian. Sehabis
kebaktian, Tarigan memperkenalkan
aku dengan Samosir tetangganya,
isterinya bori Pakpahan.
Pada saat ngobrol-ngobrol, ia bertanya apa
makanan kegemaranku.
karena didesak, aku bulang aku suka manuk padar
(ayam panggang).
Jam 12.00, ada lagi rombongan merga Pakpahan sekitar
Tanjung Gusta datang
bertamu.
Sehabis makan siang, aku baca di Kompas pernyataan Letjen
Harsudiono Hartas "keserakahan
Politik, masalah agama dan etnis, serta
kesenjangan sosial bisa
hancurkan bangsa. Kita harus belajar dari
[engalaman bangsa lain".
Sesama kami berkomentar, memang saat ini bangsa
kita sudah dalam keadaan
bahaya, karena Indonesia sudah dilanda
keserakahan politik
dan kesenjangan sosial. Persoalannya, apakah
pemerintah mendengarnya?
Jam 14.30, tamu-tamuku berganti berdatangan. Mulanya Sihar Cibro
Cs, rombongan keluarga
opung Mangantar Pakpahan, kemudian menyusul keluarga
adikku BAkara dan anak-anak.
Itu berarti ada empat rombongan tamuku
sore itu.
Yang menarik adalah sore harinya seusai menerima tamu, aku bertemu
dengan narapidana subversif
Iwan Dukun.
Di kota Medan, Iwan Dukun dikenal sebagai seorang pimpinan
sekelompok preman.
Tetapi ia adalah preman yang tergolong kaya. Ia
dijatuhi hukuman 13
tahun penjara, terkena jaring UU subversif. Ia
dipidana karena membiaya
GPK (Gerakan Pengacau Keamanan) Aceh. ia
sendiri membantahnya,
malah Iwan Dukun ini, beberapa kali membantu membiayai
operasi ABRI menumpas
GPK Aceh. Ini terbukti juga dari betapa bencinya
tokoh-tokoh yang disebut
GPK kepada Iwan Dukun. malah menurut mereka,
Iwan Dukun ini, pernah
masuk dalam daftar yang akan dihabisi oleh GPK
Aceh. Kusimpulkan,
Iwan Dukun digepekakan. Tetapi mengapa?
Dari penuturannya aku berkesimpulan, ia sedang cekcok besar
dengan seorang Letnan
Kolonel di Kodam I, yang pejabat ini mempunyai
kewenangan membuat keputusan.
Ada persaingan dagang dan perempuan. Lalu
direkayasalah Iwan Dukun
ini seolah-olah ia sumber keuangan GPK Aceh. Saksi
yang memberi keterangan
bahwa Iwan Dukun ini benar membiayai GPK disediakan
(saksi dursila).
Agar mengaku, ia disiksa selama ditahan di tahanan
Gaperta. Segala
penyiksaan telah diterimanya, dipukuli dengan beroti,
dimasukkan ke dalam
drum yang berisi air hanya boleh jongkok selama satu
malam, dimasukkan ke
kolam lintah. Berkat Tuhanlah aku hidup "akunya".
Sehabis ngobrol-ngobrol dengan Iwan Dukun, aku menulis surat buat
anak-anakku. Kerinduanku
sudah menyala-nyala, terutama kepada putriku
yang terkecil Ruth Damaihati
yang kami panggil Yut. anakku ini sering
kumimpikan menangis
memanggil ayah.