1. Menganiaya Pencuri
Suatu pagi ada pencuri membongkar kiosnya Napitupulu. ketika
pencuri keluar serta
membawa barang hasil curiannya, kepergok dengan
Bangun yang sedang tugas
Siskamling. Atas tegoran Bangun, pencuri
melakukan serangan terhadap
Bangun, dan Bangun pun berteriak. mendengar
teriakan itu pendudukpun
bangun, lalu pencurinya diramaikan penduduk
sekampung dibantu orang
yang sedang sport pagi.
Menurut penuturan Pangaribuan (anak seorang pemuka gereja) ia
sempat menelpon polisi
sektor Medan Baru, agar pencurinya dijemput.
Tetapi polisinya tidak
datang, akhirnya maling itu mereka antar pakai
sedan ke kantor polisi.
Tidak berapa lama malingnya meninggal dunia.
Akibat meninggalnya maling, empat penduduk itu ditahan bersamaku
di Poltabes. Mereka
adalah Napitupulu (pemilik kios), Pangaribuan
(ipar pemilik kios),
Daely (tetangga) dan Bangun (petugas Siskamling).
Sesampai mereka di tahanan,
mereka dikerjai, disiksa oleh petugas
apalagi kalau tidak
dikasih uang.
Yang menialah: 1. Maling kalau kepepet pasti membunuh.
Dalam hal ini, kalau
massa tidak datang, mungkin Bangun yang terbunuh.
Pikiran jenakaku berkata
"kalau kita lihat maling, kita bilang saja,
hei maling pergi baik-baik"
kalau dipukul, pasti kena pasal 351 KUHP.
2. Polisi sudah ditelepon
tidak tanggap. 3. Maling yang kabur tidak
diuber polisi, sementara
yang kemalingan meringkuk di tahanan dan
mendapat penganiayaan.
Mereka berempat dah 3hari dalam RTP polisi, menunggu
Pengadilan yng diancam
pasal 351 (3) KUHP.
2. Menganiaya penjual
perawan
Tanggal 26 Juli 1994, ada pesta ada. Dari pesta adat itu,
N br Sb, mengajak Y
br S (umur 15 tahun), katanya menemani belajar
tari. Ternyata
N br Sb membawa Y br S ke suatu tempat, di sana diberi
minum membuat ia pusing,
lalu dibawa ke sebuah penginapan di Tuntungan,
di sanalah Y br S disetubuhi
oleh tiga orang C, Uc, dan An (kisahnya
dimuat pada harian Waspada,
Minggu 28 Agustus 1994).
Tanggal 3 Agustus 1994, Setia Sembiring ibu kandung Y br S
mengadukan kasus itu
ke Poltabes Medan. Setelah beberapa lama tidak
ada tindakan dari kepolisian,
dua ginting bersaudara (keluargakorban)
pergi mendatangi Nbr
Sb, dan menganiaya, menyulut rokok ke tangannya.
Sehari setel kejadian,
dua Ginting bersaudara ditangkap Poltabes Medan.
Menurut Ginting, N br
Sb sudah terbiasa melakukan hal seperti itu, dan
ia orang kaya.
Ginting bersaudara ditahan sejak 21 Agustus 1994, pemerkosa
tidak. Sesampai
di tahanan,eka berduapun juga dianiaya petugas
tahanan sambil berkata
"bagaimana kalau kubakar kemaluanmu".
Yang menarik dari kasus ini ialah: 1. Pengaduan Setia
Sembiring tidak diproses,
sekurang-kurangnya belum diproses hingga 28
Agustus 1994, sementara
pengaduan N br Sb, satu hari berikutnya
langsung diproses.
Padahal kasus yang diadukan adalah perkosaan
terhadap gadis di bawah
umur. karena pengaduan mereka yang tidak
digubris itulah yang
membuat mereka nekad menganiayanya. Lalu pikiran
jenakaku berkomentar
"kalau perkosaan, diadukan tidak digubris, kita
doakanlah polisinya
dan pelakunya makin selamat. Sebab hukum sekarang
ini memihak orang kuat/kaya.
3. Menganiaya yang tidak
beretiket
Khairudin alias Aceng dan adiknya Rusli tinggal di Mabar. Di
rumah mereka itu ada
juga kost seorang gadis, buruh pabrik, sebutlah
namanya Mina.
Mina pacaran dengan pria, namanya Boy (samaran). Boy
dalam hal pacaran sering
menginap di kamar kost itu, alias kumpul
kerbau. Aceng
sebagai kepala keluarga tentu tidak senang.
Suatu kali ia nasehati baik-baik. Tapi malam berikut diulangi
lagi. Aceng memperingatkannya
dengan keras, malah Boy yang menantang.
Aceng berbadan kecil,
Boy bertubuh besar. Lalu Rusli adiknya datang
membantu, babak belurBoy.
Boy mengadu, Aceng juga mengadu.
Secara perdata mereka
berdamai, Aceng membayar uang obat, tapi sejak
tanggal 18 Juli 1994
hingga 29 Agustus 1994, Aceng dan Rusli menjadi
penghuni RTP Poltabes
Medan.
Sama seperti yang lain, mereka juga mendapat penganiayaan dari
petugas jaga RTP, dan
membayar uang. padahal Rusli bekerja sebagai
buruh, dan sudah diphk
ketika ditahan.
Yang menarik ialah, Aceng tidak berwibawa di rumahnya. Kitapun
tidak berwibawa menghadapi
hal seperti itu. Kalau dibuat pengumu
anak gadis tidak boleh
kost, tidak baik juga. kayaknya polisi
menyarankan secara tidak
langsung, jalan keluar seperti itu, hapus
dada, dan suruh baik-baik
keluar. kalau disuruh keras-keras, melawan,
nanti penganiayaan lagi.
mengadu ke polisi, keluar duit lagi, belum
tentu diproses.
4. Menjual motor majikan
Alexam bekerja pada Liem Yang (samaran) sudah 8 tahun secara
terus menerus.
Alexam bekerja di perusahaan Liem Yang dalam bentuk
jasa. Dalam agreement
yang mereka buat, penghasilan Alexam tergantung
presentase banyaknya
barang yang terjual.
Mulai November 1993, Alexam menghitung sudah mempunyai tagihan
kira-kira Rp. 3.000.000.
Setiap ditagihnya, Liem Yang selalu
menjawab "belum punya
uang". Terhadap alasan itu Alexam tidak yakin
tokenya yang kaya itu
tidak punya uang.
Juli 1994, Alexam membutuhkan uang, maklum anak-anak memasuki
tahunan ajaran baru.
Ia kembali mendatangi sang toke yang mempunyai
pegawai mantan pejabat
Kejaksaan Tinggi itu. Dengan gelap mata, ia
menjual sepeda motor
milik perusahaan yang biasa dipakainya.
Atas pengaduan Liem Yang, Alexam ditangkap, ditahan bersamaku
sejak 22 Agustus.
Tidak hanya penahanan yang dialami, lutut dan
kakiknya ditembus dua
peluru. Setelah ditangkap dari kendaraan umum,
ia dibawa ke suatu tempat,
matanya ditutup, lalu kakinya didor dua kali
setelah tawar-menawar.
Yang menarik dari kasus ini, ada yang tidak seimbang. Seharus
nya polisi dapat mengkonfrontir
kedua belah pihak, apakah benar ada
hubungan seperti di
atas. memang Alexam sudah melanggar hukum
menjual barang orang.
Akan tetapi Alexam melakukan itu karena Liem
yang sudah berulangkali
ditagih. Kalau Alexam membawa ke pengadilan,
makan biaya lama.
Kalau ke Polisi, pastilah tidak ditanggapi, karena
kasusnya perdata, apalagi
tidak punya uang.
Akal jenakaku hanya menyarankan "doakanlah Liem Yang yang kaya
itu makin kaya, orang
miskin tetap jadi korban ketidakadilan".
5. Pidana percintaan.
Duha (19) dan Dora (20 nama samaran), sama-sama di bawah
umur 21 tahun, dilanda
hubungan asmara. Orang tua Dora melarang hubungan
percintaan diteruskan,
orang tua Dora lebih terpandang dari Duha. karena
kerasnya larangan bercinta,
Duha dan Dora sepakat kawin lari ke Medan
dari Gunung Tua.
Mereka tinggal di rumah kakak iparnya Duha, sebagai
suami is tanpa pengesahan,
alias kumpul kebo. Setelah tiga bulan kumpul
kebo, Duha ditangkap
polisi atas pengaduan tetangga kakak iparnya.
Yang menarik, Duha buta hukum, miskin, kakak iparnya itu pun
bekerja sebagai penarik
beca. Duha ditangkap, ditahan dengan tuduhan
melanggar pasal KUHP,
bukan atas pengaduan orang tua perempuan dan
bukan pula atas pengaduan
si perempuan sendiri. Aku lihat Duha tiga
kali dianiaya polisi
jaga.
(sumber: Jurnal Muchtar Pakpahan, INDONESIA-L: apakabar@clark.net)
(Kenangan RTP Poltabes, Medan)