Pembinaan tahanan dan narapidana
Di LP saya bertemu dengan para narapidana yang hukumannya
jangka lama. Biasanya
lebih dari satu tahun. Di Rutan saya berte-
mu dengan tahanan dan
narapidana yang lama hukumannya lebih
rendah dari satu tahun.
Penghuni di Rutan ini umumnya adalah para
pelaku kriminal perampokan,
pencurian, pencopet, perkelahian dan
penganiayaan.
Banyak di antara mereka yang sudah berulangkali
masuk penjara, bahkan
ada yang sudah 15 kali (menurut pengakuan
mereka). Lalu
saya tertarik menelusuri mengapa demikian.
Narapidana yang sudah berulangkali, kelihatannya sudah sulit
bertobat. Mereka
sudah beranggapan penjara ini sebagai tempat
peristirahatan beberapa
bulan ketika tertangkap melakukan aksinya.
Dengan sadar dan
tenang umumnya mereka ini menjawab akan
mengulangi perbuatannya,
bahkan tak jarang mereka merencanakan
kejahatan yang berikutnya
di dalam penjara. Malah ada yang memin-
ta saya doakan agar
ia selamat menjalankan aksinya. Berbeda
dengan tahanan dan narapidana
pemula. Tahanan dan narapidana
pemula, mempunyai fakta
yang menarik dikemukakan. Hampir keselu-
ruhan mereka bersumber
dari keluarga miskin, yang dengan terpaksa
melakukan kejahatan.
Memang ada satu dua yang hobby atau iseng.
Di Rutan atau LP mereka tidak menerima pembinaan yang mema-
dai yang mengarah mengembalikan
mereka kepada masyarakat. Di
Rutan dan di LP memang
ada kebaktian baik untuk yang beragama
Islam maupun Kristen,
sesekali ada juga Budha. Yang datang ke
baktian itu hanyalah
sebagian kecil yang merasa perlu memper-
oleh pembinaan rohani.
Umumnya yang masih ingin merubah diri.
Sedangkan yang tidak
datang ke kebaktiaan, tidak akan pernah
memperoleh
pembinaan, kecuali pembinaan langsung maupun tidak
langsung
dari senioren kriminal.
Selain tidak mengikuti kebaktian, tidak ada lagi kegiatan
pembinaan
apalagi yang berkaitan dengan masa depan. Pikiran saya
bertanya,
mengapa mereka tidak dilatih bekerja yang produktif,
yang dihubungkan
dengan usaha/pengusaha tertentu, yang mereka ini
memperoleh
gaji. Sehingga pikiran mereka tidak terpaksa harus
belajar
bagaimana meningkatkan mutu kejahatannya.
Ada semacam lingkaran setan melingkupi mereka ini. Ketika
mereka
bebas dari penjara, tanpa bekal apa-apa. Yang pasti
begitu
di luar, mereka harus makan. Mungkin bagi keluarganya yang
ada di
Medan, tidak masalah. Uang di kantong tidak ada, bekal
kerja juga
tidak ada. Tetapi bekal gelar narapidana sudah dikan-
tongi.
Umumnya di masyarakat agak disegani/ditakuti bila sese-
orang baru
saja lepas dari penjara. Ia pantas menyandang gelar
preman.
Mencari pekerjaan sulit, apalagi bila pekerjaan itu
membutuhkan
syarat ada SKBB (Surat Keterangan Berkelakuan Baik)
dari kepolisian.
Akhirnya dengan terpaksa yang mereka lakukan
adalah
mengulangi kejahatannya.
Pembinaan wajib kerja/ketrampilan yang mendatangkan uang
sudah saatnya
diterapkan. Setiap LP atau Rutan dapat mendirikan
usaha keluarga
koperasi, yang koperasi ini berhubungan dengan
suatu perusahaan,
hasil dari pekerjaan mereka dipasarkan perusa-
haan yang
ada kerjasamanya dengan koperasi. Menguntungkan bagi
narapidana,
menguntungkan bagi keluarga pegawai melalui koperasi,
akhirnya
menguntungkan bangsa Indonesia.