Bab IV
P e n u t u p
2. Aspek Sosio-politik
-
Kebanggaan komunitas mayoritas di
Situbondo atas identitas ke-santri-annya, telah menjadikan daerah tersebut
sebagai basis partai PPP yang dianggap masyarakat setempat sebagai partai
yang menampung aspirasi umat Islam. Hal ini masih ditambah dengan fakta
yang menunjukkan bahwa para kiai panutan komunitas mayoritas mengarahkan
kiblat politiknya kepada PPP. Ditinjau dari aspek ini, kawasan Situbondo
secara obyektif bisa dikatakan sebagai benteng PPP "murni".
-
Kerusuhan 10 Oktober 1996 yang bersifat
SARA, rupanya memiliki kaitan dengan suatu manuver politik dari OPP tertentu
untuk "menjebol" ketangguhan benteng PPP. Data, temuan dan analisis dalam
penelitian ini telah mengarahkan hasil simpulan ke arah tersebut. Namun
target utama dalam usaha itu, ternyata telah gagal. Para kiai pendukung
utama PPP yang dibidik agar jatuh ke dalam perangkap hukum, ternyata luput
dari bidikan.
-
Situbondo yang pada 10 Oktober 1996
tenggelam dalam kekerasan, dalam konteks ini dapat dilihat sebagai bagian
dari rentetan kekerasan tak berujung pangkal seperti peristiwa Nipah, Insiden
Ujung Pandang, Kerusuham Medan, Tragedi 27 Juli 1996, Marsinah, Udin, Cece,
dan sebagainya. Kekerasanan ini seolah-olah menjadi bagian dari hidup kita,
begitu Th Sumartana menyatakan. Semua itu merupakan rentetan kejadian yang
berlumuran darah, kepanikan, kejumawaan, keputus-asaan, sekaligus bercampur-aduk
dengan rasa tak aman, curiga dan lain-lain. Kata-kata kasar seperti: breidel,
potong, babat, libas, gebuk, tembak, "pateni", menggertak dan mengancam
orang. Ini semua merupakan gejala yang menakutkan.
-
Komunitas minoritas yang hidup dalam
suasana kasar itu akan hidup dalam ketakutan. Mereka butuh pelindung. Jika
komunitas ini mendapati bukti bahwa di balik kerusuhan 10 Oktober 1996
itu ada rekayasa dari OPP tertentu dalam rangka "melibas" OPP lain, maka
hal itu akan sangat tidak menguntungkan bagi OPP yang diduga kuat mendalanginya.
Sebab yang menjadi korban dalam kasus tersebut bukan hanya komunitas minoritas
melainkan juga komunitas mayoritas yakni warga NU. Ini berarti kasus kerusuhan
itu justru akan memperkukuh solidaritas antara kedua komunitas itu. Pihak
minoritas dalam hal itu butuh perlindungan dalam makna yang sebenarnya
dari pihak mayoritas, dalam arti sebagai sesama komunitas yang mengalami
rasa "kegetiran" akibat rekayasa politik OPP tertentu.
-
Kesadaran pihak mayoritas maupun
minoritas, bahwa mereka telah menjadi korban rekayasa politik, sedikitnya
akan menjadi pengalaman yang berharga untuk mengukuhkan kembali hubungan
tradisional mereka. Ini berarti, kedua belah pihak bisa saling memahami
dan dukung-mendukung untuk mencipta suasana yang kondusif yang berusaha
menghindari kekerasan dan kekasaran. Dengan demikian, jika pihak mayoritas
yakni komunitas NU menbentuk semacam organisasi yang bersifat nasional
maka dipastikan hal itu akan mendapat dukungan penuh dari kalangan minoritas.
[Daftar Isi]
[Previous] [Next]