Latar Belakang ICF

Universitas seperti yang kita kenal sekarang ini adalah salah satu dari tujuh institusi penting ciptaan peradaban barat, yaitu : Keluarga, Profesi, Gereja, Economic Enterprise, Negara, Media Massa dan Universitas. Universitas, lebih dari yang lainnya, merupakan institusi yang paling berpengaruh dewasa ini dalam pembentukan nilai dan prilaku masyarakat (Malik, 1982). Salah satu kenyataan yang jarang mendapat perhatian yang selayaknya adalah fakta bahwa Universitas itu lahir dari Gereja. Ia adalah putera Gereja.

LATAR BELAKANG ICF

UNIVERSITAS, PUTERA GEREJA YANG HILANG

________________________________________________________________________

Yohannes Somawiharja

SEJARAH PENDIRIAN UNIVERSITAS DAN TUJUANNYA

Universitas seperti yang kita kenal sekarang ini adalah salah satu dari tujuh institusi penting ciptaan peradaban barat, yaitu : Keluarga, Profesi, Gereja, Economic Enterprise, Negara, Media Massa dan Universitas. Universitas, lebih dari yang lainnya, merupakan institusi yang paling berpengaruh dewasa ini dalam pembentukan nilai dan prilaku masyarakat (Malik, 1982). Salah satu kenyataan yang jarang mendapat perhatian yang selayaknya adalah fakta bahwa Universitas itu lahir dari Gereja. Ia adalah putera Gereja.

Universitas seperti yang kita kenal sekarang ini pertama-tama didirikan pada abad 12 di Oxford di Inggris, Paris di Perancis dan Bologna di Italia utara. Tujuan pendirian universitas pada waktu itu adalah (meminjam istilah dari Pasquier ) : batie en hommes, yang artinya built of men (identik dengan pembangunan manusia seutuhnya). Pada waktu itu semua orang belajar teologi sebagai ilmu pokok sedangkan ilmu-ilmu lain merupakan aplikasi dari prinsip kekristenan yang dipelajari dalam teologi itu.

Pendirian Universitas-Universitas besar selalu berlandaskan semangat Injil. Universitas Harvard, misalnya, yang didirikan pada tahun 1646 memiliki lambang perisai (tanda iman) dengan tulisan veritas (kebenaran) dan dikelilingi tulisan Pro Christo et Ecclesiae (bagi Kristus dan GerejaNya). Sedangkan tujuannya adalah : “Every one shall consider the main end of his life and studies to know God and Jesus Christ which is eternal life.” Universitas Freiburg di Jerman memiliki motto Die Wahrheit wirt euch freimachen (kebenaran akan membebaskan engkau, Yohanes 8:34). Bahkan Universitas Chicago didirikan pada tahun 1890 dengan aspirasi : “An institution . . . loyal to Christ and his Church, employing none but Christians in any department of instruction; a school not only evangelical but evangelistic, seeking to bring every student to Jesus Christ as Lord.”

PENYELEWENGAN DARI TUJUAN SEMULA

Namun mulai abad ke 18, rasionalisasi mulai menggerogoti tujuan Universitas dengan cara menggantikan jiwa universitas itu dengan jiwa humanisme sekuler, yang mengganggap rasio manusia sebagai ukuran tertinggi kebenaran. Universitas sebagai produk utama cendekiawan, saat ini telah menyimpang dari tujuannya semula, yaitu dari membina manusia yang utuh sebagai representasi Allah di dunia ini, menjadi hanya mengajarkan dan mengembangkan ilmu, dengan manusia dan fakta empiris sebagai ukuran tertinggi kebenaran. Motivasi penyelenggaraan Universitas tersebut tidak lagi dijiwai oleh kekristenan. Unsur supernatural yang merupakan kontak dengan Allah sudah disingkirkan. Universitas bagaikan anak yang hilang, pergi dari Gereja, Bapanya yang sah dan diadopsi oleh filsafat humanisme-sekuler yang bercokol dalam rongga otak tiap cendekiawan ìmodernî (boleh percaya atau tidak : Universitas-Universitas yang punya label ìKristenî-pun ternyata sama sekali tidak imun terhadap problem ini). Hal itu bukan berarti universitas-universitas tersebut tidak lagi mampu membuahkan pengajaran yang bernilai akademis tinggi atau hasil-hasil riset yang bermutu (know-how), melainkan telah kehilangan arah : untuk apa ilmu-ilmu itu ? (know-why)

Penyelewengan tujuan itu sangat berbahaya karena penerapan pengetahuan itu ternyata tidak pernah netral. Artinya penerapan ilmu itu akan selalu sesuai dengan nilai hidup dan world view dari orang yang akan mengaplikasikannya. Dapatkah manusia yang dicemari oleh dosa dijadikan ukuran tertinggi ? Jika begitu, maka penerapan ilmu itu akan dijiwai oleh semangat kejatuhan manusia atau dosa, yang bagaikan gaya sentrifugal yang selalu cenderung untuk menjauh dari pusatnya yaitu Yesus Kristus. Betapa banyaknya contoh yang menunjukkan penyalahgunaan ilmu dari kaum cendekiawan : semakin pandai seseorang, semakin canggih pula modus-operandi kejahatannya.

Julien Benda menyebut hal ini sebagai La Trahison des Clercs, penghianatan kaum cendekiawan. Martin Luther pernah mengatakan : Your reason is like a whore. Cendekiawan adalah ìistriî sang kebenaran. Namun pada kenyataannya ia sering lebih suka bercinta dengan yang bukan kebenaran, sehingga tepatlah jika Luther mengatakannya sebagai ìwhoreî.

Kemudian, kita juga telah mewarisi tradisi dimana ilmu telah kelewat dikotakkan demi spesialisasi. Teologia sebagai ilmu dasar telah digeser dari perannya yang seharusnya dan hanya dijadikan salah satu ilmu alternatif saja. Teologia yang seharusnya melandasi dan mengarahkan semua ilmu lainnya telah diturunkan dari tahtanya. Ilmu-ilmu lain itu sebenarnya hanyalah upaya untuk mengolah alam fisik sekitar dalam rangka mandat budaya (Kejadian 1:28), dan mereka secara tidak bertanggung jawab telah dilepas kepadang-belantara tanpa motivasi dan arah yang jelas dari pemahaman tentang maksud sang pencipta dunia.

Sehingga tidaklah mengherankan jika banyak dari kita yang berpikir bahwa tiap ilmu dapat berdiri sendiri dan pemahaman iman yang mendalam itu merupakan spesialisasi dan tugas para pendeta saja. Padahal sebenarnya para rohaniwan tidak boleh dan tidak dapat menggantikan awam dalam pemahamannya tentang iman. Bukan berarti bahwa fungsi para rohaniwan itu terus bisa ditiadakan dan digantikan oleh awam; melainkan bahwa awam itu perlu dilatih dan ditingkatkan pemahamannya karena pergumulan dan penghayatan iman itu tidak dapat dibebankan kepada orang lain.

PERANAN UNIVERSITAS MASA KINI

Bahwa masadepan suatu masyarakat itu akan sangat ditentukan oleh seberapa banyak ilmu yang dimilikinya, sudah menjadi amat gamblang. Ini sejalan dengan pemikiran Francis Bacon : nam et ipsa scientia potestas est (yaitu bahwa Knowledge is Power). Ilmu pengetahuan, terutama sejak lima ratus tahun terakhir ini telah membentuk dan mengarahkan kegiatan masyarakat serta merubah permukaan bumi. Pemikiran-pemikiran serta ideologi-ideologi telah menciptakan nilai-nilai masyarakat baru. Sains dan teknologi telah memenuhi muka bumi dengan benda-benda ciptaannya : gedung, jalan raya, jembatan, mesin.

Itu semua merupakan kontribusi para cendekiawan, yang sebagian besar (jika tidak boleh dikatakan semua) adalah produk Universitas. Karena ternyata sifat Universitas itu dapat menstimulasi dan mengkultivasi salah satu sisi dari gambar Allah yang ada pada diri manusia, yaitu kemampuannya untuk berpikir dan mencipta. Pemikiran-pemikiran yang diproduksi oleh Universitas itu kemudian mendominasi semua institusi yang ada. Diantara tujuh institusi yang disebut pada awal tulisan ini : Profesi, Gereja, Economic Enterprise, Negara, Media massa dan bahkan keluarga, mana yang dapat lepas dari pengaruh Universitas masa kini, baik secara langsung maupun tidak langsung ?
PENTINGNYA MEMENANGKAN UNIVERSITAS

Namun kita dapat menilik fakta sejarah : Dengan ilmu pengetahuannya, manusia telah berhasil mengembangkan dunia (ilmu pengetahuan, budaya, teknologi, dll), kecuali satu : dirinya sendiri, manusianya. Usaha-usaha untuk menghasilkan manusia yang lebih baik melalui ilmu pengetahuan tanpa melibatkan Yesus Kristus, hanya menghasilkan pemolesan-pemolesan luar, seperti moral etik atau sopan-santun saja. Aspek-aspek dasar kemanusiaan seperti cinta, cemburu, nafsu berkuasa, iri hati, dosa, ternyata tidak berkembang. Itu sebabnya kita yakin bahwa isi berita Alkitab itu, yang walaupun ditulis lebih dari 2000 tahun yang lalu, tidak pernah out of date, karena ternyata manusia itu pada dasarnya sama. Kita boleh lebih pandai dan lebih kaya dari nenek moyang kita pada jaman dulu, namun pada dasarnya kita tidak pernah mampu berkembang menjadi lebih baik, lebih jujur, lebih rendah hati, lebih mau berkorban, lebih mau menolong orang lain. Imago Dei -yang telah rusak- yang ada dalam dirinya itu membisikkan pada dirinya bahwa ada suatu standar yang selalu mendesak dirinya untuk mencapainya. Namun yang ia mampu kembangkan hanyalah segala sesuatu diluar dirinya dan bukan yang ada dalam dirinya sendiri. Kejatuhan manusia di Eden ternyata telah merusak pemahaman epistemologis manusia. Ia, misalnya, kehilangan orientasi tentang mana yang harus disembahnya : Tuhan, dirinya sendiri atau benda ciptaannya (mis. uang dan ilmu pengetahuan).

Tetapi terpujilah Tuhan ! karena penebusan sempurna dalam Kristus yang telah memberi kepada manusia yang telah dilahirkan baru untuk menyembuhkan pengetahuan manusia dari noda dosa sehingga kemudian dapat dipakai bagi kemuliaan Tuhan. Rekonsiliasi dengan sang Pencipta telah memulihkan standar epistemologi dan orientasi hidupnya kembali.

Dengan demikian, jika kita memahami bahwa : (1) Universitas itu demikian berpengaruhnya; (2) Dosa telah merusakkan rasio manusia dan membelokkan peran Universitas; dan (3) Keselamatan dalam Kristus merupakan satu-satunya kuasa yang mampu memperbaiki, maka kesimpulannya adalah : merupakan tugas kitalah untuk memenangkannya bagi Kristus.

Memenangkan Universitas punya dua sisi : (1) memenangkan para cendekiawan yang sedang belajar didalamnya, sehingga suatu waktu nanti akan (2) memenangkan sistem berpikir Universitas tersebut. Merubah hati dan merubah pikiran, keduanya sama pentingnya, sebab jika seseorang cendekiawan dipertobatkan, tapi nilai Kristen tidak sampai menguasai cara berpikirnya, ia tidak akan menjadi seorang Kristen yang utuh. Charles Habib Malik, cendekiawan Kristen dan bekas presiden PBB, mengatakan :

ìThe problem is not only to win souls, but to save minds. If you win the whole world,

but lose the mind of the world, you will soon discover that you have not won the world.

Indeed it may turn out that you have actually lost the worldî

(Malik, C.H. 1980. The Two Task, Crossway.)

Memenangkan cendekiawan dan membinanya menjadi seorang prajurit Kristus, jelas bukan merupakan tugas yang mudah. Namun jika kita menyadari betapa pentingnya tugas ini, maka dengan kekuatan dan penyertaan Tuhan, kita akan mampu melaksanakannya ! Difficult, but not impossible : Memang sulit, namun bukannya tidak mungkin !
________________________________________________________________________

YS.Universitas

 

Leave Comment